Satu : Kematian Itu Pasti

31 8 2
                                    

*Ada hati yang selalu mengingat sang pencipta, mengadukan segala keluh kesah*

-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-'-

Terbangun dalam keadaan masih bernyawa adalah satu hal yang patut untuk disyukuri. Pukul 3 dini hari, seorang lelaki muda mulai menggelar sajadah untuk mengadu kepada sang kuasa. Raut wajah yang serius menandakan bahwa ia sangat rindu akan momen sekarang ini, menceritakan keluh kesah dan curhatan hati. Tiada yang bisa membuat hati tenang selain mencurahkan semua hal kepada Allah.

Beberapa hari ini terasa sangat melelahkan apalagi berita duka baru saja menyelimuti kediamannya. Tepat pukul 11 tadi malam, neneknya meninggal. Orang ketiga yang menjadi penasihat dan penyemangat setelah kedua orang tuanya.

Bukankah hal yang wajar bila seseorang bersedih ketika ditinggal pergi untuk selamanya. Tidak menutup kemungkinan bila seorang lelaki menangis, mereka juga punya hati, benar bukan.

Setelah selesai mengadu kepada sang kuasa, dilanjut dengan melantunkan ayat suci Al-Qur'an. Alunan merdu penyejuk jiwa mulai menghiasi udara diruangan ini.
Ayat demi ayat dibacanya dengan penuh kekhusyukan, tujuannya satu hanya mengharap ridha ilahi. Baru kali ini ia kembali membaca kitab suci umat islam itu setelah sekian lama ia hidup.

Dipandanginya wajah damai sang nenek, meski sudah berumur namun kecantikannya tak pernah pudar, ingin sekali ia memeluk tubuh yang terbaring itu seperti dulu, bercerita tentang hari-harinya. Namun itu hanyalah angan semata, karena mereka telah dipisahkan oleh kematian.

"Kenapa belum tidur bang?" tanya ibu merasa khawatir putranya hanya diam sambil termenung.

"Gak bisa tidur ma," jawabnya sambil menghapus jejak air mata.

"Sini duduk disamping amma," ucap Karina -ibunya.

"Amma kenapa belum tidur? Kayaknya udah capek banget tuh, matanya mirip panda," ucapnya lalu menuruti perintah sang ibu.

"Biarin mirip panda, kan lucu," Tiba-tiba saja adiknya ikut nimbrung.

"Parah banget ma, masa dikatain amma mirip panda," Tambah sang adik bungsu ikut mengompori ibu mereka.

"Terserah kalian, amma gak mau ambil pusing, mendingan kalian bertiga tidur, 2 jam lagi adzan subuh baru amma bangunin," ucap Karina dan diangguki kedua anaknya kecuali sisulung.

"Abang disini aja deh ma, mau nemenin amma sama nenek," ucapnya seakan paham isi pikiran ibunya.

Karina hanya mengangguk mengiyakan, percuma saja ia melarang, toh anaknya keras kepala mana mau nurut.

***

Dibawah langit yang cerah, matahari terlihat bahagia dengan sinarnya yang terpancar, kembali menyapa dunia dengan segala hal yang akan terjadi.

Seorang perempuan dengan piyama kebanggaannya mulai menuruni tangga dengan saudarinya yang sudah memakai seragam SMA lengkap dengan topi.

"Loh, kakak ga sekolah? Masa adek udah beres gitu tapi kakak malah nyantai pakai piyama? " sederet pertanyaan ditujukan sang ibu kepada salah satu putrinya. Mereka terpaut usia satu tahun, menjadikan keduanya bagai anak kembar.
"Kakak males aja sekolah hari ini soalnya ada praktek main voli, boleh libur ya um? " tanyanya dengan wajah di imut-imutkan.
"Kalau tinggal kelas atau nilai kakak ada yang merah bakal umi coret nama kakak dari KK," ucapan yang tidak main-main terbukti dari tatapan mata serius serta tangan yang bersidekap didepan dada.

"Iya iya gak bakal merah kok, umi tenang aja, kakak itu punya jurus belajar cepat walau tidak sekul," jawabnya dengan bangga.

"Emang siapa yang bolehin kakak gak sekolah hm?" tanya ayah yang baru turun tangga.

"Tapi kan abi, ini tuh udah telat kalau kakak harus siap-siap, hari ini aja boleh ya libur, janji," ucapnya meyakinkan sang ayah.

"Adek dari tadi diem mulu, ada masalah ya disekolah? " tanya ibu.

Ayah yang awalnya tengah berdebat dengan putri sulung, sekarang beralih menatap putri bungsunya yang terlihat lesu.

"Adek sehat kok, cuma lagi males ngomong aja, " jawabnya singkat lalu kembali memakan nasi goreng yang awalnya sudah ia makan setengah.

Ayah dan ibu saling memandang dengan tanda tanya, tidak biasanya putri yang terkenal cerewet menjadi pendiam begini.

***

Pagi harinya acara pemakaman telah selesai dilakukan, hanya keluarga inti saja yang masih tinggal disana.

Seseorang menepuk bahu lelaki yang ada disampingnya seraya tersenyum "lo itu udah gede makanya nenek lo izin buat istirahat dengan tenang, harusnya lo jangan terlalu sedih, Allah aja sayang banget sama nenek lo makanya dipanggil duluan, " ucapnya.

"Iya gue tau itu, makasih udah ingetin," jawab lelaki yang bahunya ditepuk itu.

"Kalau lo butuh gue atau butuh apapun, jangan sungkan untuk ngasih tau, gue udah anggap lo itu abang sendiri,".

"Iya siap, lo emang yang terbaik,".

Keduanya saling berpelukan ala lelaki, lalu setelah itu teman sang lelaki pun berpamitan untuk pulang duluan.

"Amma, kita pulang yuk," ajaknya pada Karina.

"Amma masih kangen sama nenek kamu bang, rasanya baru kemarin nenek senyum dan ketawa bareng kita,".

Lelaki itu kemudian menyalurkan kekuatan dengan memeluk hangat sang ibu. Tidak mengatakan apapun tapi hanya mendengarkan semua yang diucapkan ibunya hingga berhenti. Setelahnya baru ia membantu ibunya berdiri dan berjalan menuju rumah. Jarak antara tempat pemakaman dan rumahnya tidak jauh, kurang lebih sepuluh menit.

Terkadang mengikhlaskan itu sangat sangat sulit untuk diterapkan dalam kehidupan namun sangat mudah kita sampaikan kepada seseorang.

***

Dirumah yang bernuansa putih hijau muda itu hanya ditinggali oleh tiga anak dan ibunya, ayahnya sampai saat ini masih belum ditemukan keberadaannya setelah peristiwa setahun yang lalu.

"Amma mau makan apa? biar abang masakin," ucapnya.

"Sejak kapan abang pinter masak hm? " Karina tertawa mendengar ucapan anaknya yang kelewat sok pandai itu, masak air saja sampai kering bagaimana mungkin ia menawarkan diri untuk memasak makanan.

"Abang cuma basa basi doang ma, rencana ini mau keluar beli nasi goreng sama sate padang, amma mau nitip apa?."

"Terserah bang, apa aja boleh," jawaban ibu membuktikan jawaban wanita pada umumnya.

"Abang keluar dulu ma, assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

***

Merasa kesepian berada dirumah membuat seorang perempuan berniat untuk berjalan-jalan dihalaman depan.
Ayah yang sudah pergi mengajar, ibu yang seorang bidan dan adik yang sudah berangkat sekolah, membuatnya lebih leluasa untuk beraktivitas secara bebas.

"Kalau naik motor, itu bukan jalan-jalan tapi motor-motoran, yaudah deh jalan aja, lagian masih pagi," batinnya saat sudah berada diluar rumah.

Jalanan yang ramai membuatnya sedikit terhuyung kebelakang guna menghindar dari pengendara abal-abal.

Dari kejauhan ada seorang lelaki dengan motor yang melaju kencang, sepertinya sang pengendara tidak mengetahui ada orang yang akan menyebrang karena sibuk menelepon.

Brukk

Hilang sudah harapan perempuan itu untuk berjalan-jalan, antara hidup dan mati, ia pasrahkan semuanya atas ketetapan Allah.









Bersambung...

Vote dan komen teman-teman💗
Gratiss kok

Caranya pencet pojok kiri bawah, udah deh😉

UKHTY KUTUBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang