Rumah Tua

79 4 0
                                    

"Astaga! Siapa kau?! Kenapa kau tiba-tiba ada disini?! Mengagetkanku saja!"

"Aku yang seharusnya bertanya. Kau siapa? Kau bukan orang sini, kan? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya?"

Tengah malam ini, Kongpob sedang berada di sebuah rumah tua yang terbengkalai, sendirian.

Kenapa dia bisa berada disana, kau tanya? Jawabanya sepele, dia kalah taruhan dengan teman sekelasnya. 

Sebagai hukuman, mereka menyuruh Kongpob untuk 'uji nyali' di sebuah rumah tua yang menurut orang-orang terkenal sangat angker. Tepat tengah malam, ketiga temannya mengantarkan Kongpob sampai depan rumah tua, setelah itu Kongpob ditinggal sendiri disana sampai teman-temannya kembali menjemputnya jam tiga pagi.

Kongpob adalah orang yang tidak percaya pada hal berbau mistis. Menurutnya, ketakutan orang-orang itu hanya sugesti sehingga akhirnya mereka berhalusinasi dengan melihat makhluk yang menakutkan. 

Cerita-cerita seram yang tersebar pun baginya hanya cerita bohong belaka yang tersebar dari mulut ke mulut, toh memang tidak pernah ada bukti nyata yang menunjukan adanya para makhluk itu.

Karenanya, hukuman uji nyali selama tiga hari di rumah tua ini bukan apa-apa bagi Kongpob.

Rumah tua ini cukup besar, terlihat sudah sangat lama ditinggalkan, namun bangunanya masih berdiri kokoh. Tidak banyak barang-barang yang tersisa di dalam rumah, hanya ada beberapa kursi dan rak kayu yang sudah rapuh dimakan rayap. Dinding rumah juga sudah mulai lapuk, beberapa tanaman liar tumbuh disana. 

Tidak ada hal aneh yang Kongpob temui setelah dua jam sejak dia memasuki rumah tua itu. Hanya ada kegelapan dan hawa dingin yang sangat menusuk kulit walau Kongpob sudah memakai tiga lapis baju.

Saat Kongpob sedang berjalan menelusuri rumah tua itu, berniat menghangatkan tubuhnya, dia mendengar suara barang-barang yang jatuh dari arah belakang. Sontak Kongpob membalikkan badan ke arah suara. Saat itulah dirinya bertemu dengan seorang pria yang saat ini berdiri di depanya.

Pria itu telihat sebaya dengan Kongpob. Dia memakai celana training warna hitam, dipadu dengan kaos lengan pendek warna senada yang kontras dengan kulitnya yang seputih susu.

"Aku Kongpob. Ceritanya panjang kenapa aku ada disini. Bagaimana denganmu? Apa yang kau lakukan disini?"

"Aku mencari kelinci."

"Mencari kelinci? Jam segini?" Orang ini aneh, Kongpob sedikit curiga sekarang, apa orang di depannya ini benar-benar manusia? Ataukah makhluk lain?

Kongpob langsung teringat teman-temannya berkata kalau kau harus mengecek sesuatu itu di kakinya, apabila kakinya menyentuh tanah, maka dia manusia.

Dengan ragu Kongpob melirik ke arah kaki pria didepanya, dan syukurlah kakinya menyentuh tanah, setidaknya dia adalah manusia.

"Ayahku baru saja pulang kerja, melihat pintu gerbang terbuka saat ayah memasukkan mobil, kelinciku kabur. Ayahku menyuruhku mencarinya, dia tidak mengizinkanku pulang sebelum kelinci itu ketemu."

"Benarkah?"

"Iya, dia tadi lari ke rumah ini. Aku hampir saja menangkapnya kalau bukan karena kau yang berteriak dan membuat dia kabur lagi."

"Maaf. Biar aku bantu cari."

Beberapa menit berlalu, setelah mencari ke beberapa sudut rumah, mereka berdua akhirnya bisa menangkap kelinci nakal itu.

Kelinci berbulu abu-abu itu kini terdiam manis di pelukan pemiliknya.

"Ngomong-ngomong, siapa nama kelincimu?"

"Namanya si putih."

"Si putih? Tapi bulu dia abu-abu?"

"Ada masalah dengan itu?"

"Tidak juga. Lupakan saja."

"Kalau gitu, aku pulang dulu ya. Terima kasih sudah membantuku mencari si putih." ucap pria itu seraya berjalan keluar.

Mendengar pria itu akan pulang, entah kenapa Kongpob sedikit sedih.

Setelah pria itu pulang, Kongpob akan sendirian lagi, kesepian di tempat dingin dan kotor ini menunggu teman-teman datang menjemputnya.

Karena itu, sebelum pria itu berjalan jauh, Kongpob berteriak, "Hei! Tunggu sebentar!"

Pria itu menghentikan langkahnya dan berbalik, "Ada apa?"

"Um.. aku belum tau namamu. Namamu siapa?"

"Aku Arthit."

"Senang bertemu dengamu, Arthit. Oh iya, apa kau harus buru-buru pulang?"

"Sebentar, berapa umurmu? Kau terlihat lebih muda dariku."

"Kau yang terlihat lebih muda dariku! Aku 18 tahun."

"Aku lebih tua darimu. Bicara yang sopan padaku."

"Oh ya? Maaf, Kak Arthit. Jadi gimana? Apa Kakak harus buru-buru pulang sekarang?"

"Tidak juga, kenapa? Kau perlu bantuan?"

"Um.. maukah kau menemaniku disini sebentar? Sampai teman-temanku datang menjemputku? Mereka akan datang jam tiga pagi, sekitar setengah jam lagi."

"Kenapa aku harus menemanimu?"

Rumah TuaWhere stories live. Discover now