Kata orang, jatuh cinta itu adalah emosi yang paling tak bisa diukur menggunakan logika dan hanya bisa di rasakan oleh perasaan, bukan otak. Padahal menurut Mbah Google, hal itu bisa dijelaskan secara sains.
Perasaan yang tumbuh menyebar keseluruh tubuh, dada yang tiba-tiba berdebar tak karuan. Setiap melihat orang yang kita sukai, rasanya ingin berteriak. Teriak kesenangan tentu saja. Gelagatnya berubah, sering merasa canggung dan gugup. Mood yang berubah-ubah, rasa cemburu lebih tajam, dan lain-lain, deh.
Dan sialnya, Boboiboy merasakannya sekarang.
Awalnya, ia pikir ini hanya perasaan kecil (yang Boboiboy bayangkan ukurnya sebesar biji jagung). Perasaan yang akan hilang kapan saja dan hanya datang sementara waktu. Boboiboy meremehkan hal itu. Di masa remaja, hal ini memang sering terjadi dan bahkan teman-temannya pernah mengalaminya.
Tapi, ia tetap manusia, bukan?
Ternyata Boboiboy salah, perasaannya jatuh lebih dalam bahkan seiring berjalannya waktu, perasaannya seakan sudah tertancap permanen dan sulit dicabut dari hatinya.
Gila? Iya. Boboiboy sudah dibuat gila karenanya.
Sikap dan gelagatnya beralih. Rasanya jauh lebih canggung di bandingkan yang sebelumnya. Padahal dulu mereka teman ‘kan? Bagaimana bisa hanya karna emosi sialan ini membuat rasanya begitu berbeda?
Boboiboy ingin berada terus disampingnya; melindungi, membuatnya tertawa—hanya kepadanya, menatap matanya yang dalam, mengadu keluh kesah pada dirinya, selalu berada di sisi gadis itu. Begitu cemburu melihat gadis(nya) itu dekat dengan yang lain; seperti ada rasa terbakar di dadanya. Dan itu berlanjut sampai sekarang.
Kalau diingat-ingat, lucu ketika dirinya masih pada masa Sekolah Menengah.
Berusaha melakukan apapun agar dilirik oleh sang pujaan hati, meskipun ketika dikenang kembali benar-benar memalukan. Tapi itu momen manisnya.
Boboiboy mungkin sekarang setuju dengan perkataan orang-orang kalau cinta tidak menggunakan logika. Karena Boboiboy tidak bisa menggunakan logikanya sama sekali ketika sedang bersama gadis itu. Menurutnya, semua tindakan sikap, bahkan apapun yang ada di gadis itu; di matanya begitu sempurna.
Orang jaman sekarang membuat sebutan dalam bahasa gaul untuk tindakan seperti yang dilakukan Boboiboy. Bulol, Bucin Tolol. Mungkin seperti itu?
Sial, ia bahkan tak pernah jatuh cinta sekeras ini.
“Maaf, kau sudah menunggu lama?”
Lamunannya buyar mendengar suara manis itu. Suara favoritnya. Ia menoleh dari jendela, menatap sosok yang kini berdiri di depan Boboiboy. Gadis berhijab dengan warna warm taupe tersenyum kearahnya. Wajahnya terlihat sedikit cemas, Boboiboy paham betul setiap detail ekspresi yang gadis itu buat.
Boboiboy tersenyum, pipinya menghangat dikala hawa dingin hujan dan pendingin AC di cafe itu menyerang kulitnya. Laki-laki itu menggelengkan kepala pelan, “tidak kok. Hanya 1 menit. Aku sudah pesankan minuman untukmu. Strawberry smoothies, your favourite. am i right?” ujarnya menyeringai, membuat lawan bicaranya tertawa. Tawa yang begitu candu.
Senyum tak luntur dari wajahnya, membuatnya tampak 1000x lebih manis, itu yang dipikirkan oleh Boboiboy. Gadis itu memutar matanya, main-main. “Yahh. You know me,” jawabnya yang kemudian duduk di sofa—tepat di depan Boboiboy.
" "You know me.” " ?
Pada saat itu juga detak jantungnya lebih tak karu-karuan. Tangannya bergetar saking senangnya. Entahlah, padahal hanya 3 kata biasa, tapi itu sanggup membuat Boboiboy seperti cacing kepanasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feeling for Her
FanfictionPokoknya oneshot BoYa. Diketik pas gabut. Ga suka? skip.