by sirhayani
part of zhkansas
...
Jika dilihat dari kalender, maka sudah cukup lama sejak aku memutuskan untuk mendekati Kaisar. Namun, aku merasakan semuanya terlalu singkat. Orang bilang bahwa waktu akan terasa cepat jika dilalui dengan menyenangkan.
Aku dan Kaisar memang jarang bertemu di sekolah. Kami lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-teman kami. Tak ada acara makan bersama di kantin juga. Kaisar menghindari itu. Katanya sih tidak ingin teman-temannya tiba-tiba datang menggangguku.
Intinya, Kaisar menghindari pertemuan yang memakan waktu lama seperti saat makan. Bukan berarti kami tidak bertegur sapa ataupun tidak bertemu. Kami masih bertemu jika ada yang ingin Kaisar katakan padaku, begitu pun sebaliknya. Itu pun hanya memakan waktu singkat.
Aku dikenal sebagai pacar Kaisar sampai sekarang. Aku terkadang mendengar gosip tentangku yang timbul dari keirian cewek-cewek lain, tetapi aku tidak peduli. Semua hal yang mereka bicarakan tak berdasar dan hanya muncul dari rasa iri hati.
Mengenal Kaisar lebih dekat membuatku jadi merasa semakin nyaman. Aku tak ingin semua ini berakhir begitu saja. Sekarang kami sedang duduk di sofa ruang tengah, menikmati lapis legit buatan Mama sambil menonton berita cuaca. Memang sudah memasuki musim hujan. Bahkan di luar sana hujan deras yang dimulai sejak sejam lalu dan belum juga reda.
Kulirik Kaisar yang sudah berhenti makan. "Udah nggak mau? Sisanya buat gue, yaaa?"
Dia melirikku sekilas. "Makan aja. Kan masih ada di dapur."
"Yes!" Kuambil sisa kue dengan sendok dan piringku dan aku langsung memakannya sambil mengepalkan tangan saking enaknya.
Ngomong-ngomong, Mama dan Papa tidak sedang di rumah dan belum tahu kapan akan pulang. Jadi, hanya ada aku, Kaisar, Mbak, dan juga Bibi di rumah ini.
Mama dan Papa jadi sering bersama belakangan ini. Bahkan saat keluar kota, Papa minta ditemani oleh Mama. Biasanya Papa tidak seperti itu, makanya aku merasa aneh saja. Aku telah menyadari bahwa Mama dan Papa tak pernah memperlihatkan kemesraan sebagai suami istri di depan aku dan Kaisar. Ya, aku tahu mungkin memang serharusnya seperti itu. Kemesraan berlebihan tidak boleh diperlihatkan di depan publik, apalagi di depan anak-anak. Namun, untuk yang terjadi di antara Mama dan Papa, mereka benar-benar tidak pernah bermesraan walaupun itu hanya satu kali saja.
Untuk apa juga aku memikirkan kemesraan Mama dan Papa. Mungkin saja Papa tipe yang bucin saat hanya berdua dengan orang yang dia sayangi. Ah, aku mengingat fakta bahwa Papa sebelumnya punya istri yang meninggal setelah melahirkan Kaisar, aku jadi merasa Papa dan Mama memang tidak saling mencintai.
Kulirik Kaisar yang melihat siaran televisi dengan mata yang berat. "Ngantuk, ya?" tanyaku.
Dia pun menoleh sambil mengangguk singkat.
Kusimpan piring kue yang sudah kosong ke atas meja, lalu aku menepuk-nepuk pahaku dengan iseng. "Tidur di sini."
Dia diam sebentar, lalu tiba-tiba dia mendekat dan menaruh kepalanya di pahaku. Aku melotot. Hei! Dia menganggap ucapanku dengan serius? Kami memang sudah terbiasa dengan kontak fisik. Saking seringnya aku jadi merasa biasa saja. Namun, sekarang ini berbeda. Ini terlalu belebihan.
Aku jadi gugup sekarang. Untung saja dia berbaring menyamping sehingga rasa gugupku tidak terlalu besar. "Kaisar!"
"Apa?" gumamnya.
"Hei..., memangnya harus baring di sana?"
"Lo yang nawarin kan?" tanyanya sambil menutup mata. Dia mengambil remote dan mematikan televisi.
Bagaimana ini?
Padahal aku sudah terbiasa menganggapnya saudara walaupun dia masih tidak mau mengakuiku balik. Aku terdiam dalam suasana yang canggung. Hanya ada suara hujan di luar sana yang terdengar. Jantungku berdegup kencang. Sudah lama aku tidak merasakan jantungku seperti ini karena Kaisar.
Apa perasaan sukaku padanya selama ini nyata dan belum hilang? Ini pasti hanya perasaan gugup biasa. Pasti!
"Kaisar...?" Aku memanggil Kaisar dengan suara pelan, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa. Kelopak matanya tertutup rapat. Dia juga terlihat tenang. Apa dia tertidur sekarang?
Aku tidak bisa bergerak.
Kupencet hidung mancung Kaisar beberapa kali, tetapi dia hanya bergerak sedikit dari gangguan kecilku dan tak juga membuka mata. Tidur atau tidak, aku tetap harus membuatnya menjauh. Jika tidak, maka situasi ini tak baik untuk hatiku.
"Bangun!" Kali ini, aku memencet hidung Kaisar hingga dia memegang pergelangan tanganku.
"Nggak mau," katanya, membuat darahku mendidih.
Akhirnya aku kembali melihatnya sebagai saudara yang menyebalkan. Wajahku tertunduk dan aku berteriak di telinganya. "Banguuun!"
Tangan besarnya mendorong wajahku dengan mudah hingga aku dipaksa menjauh. Dia mengubah posisinya jadi duduk tanpa melepas pegangannya di pergelangan tanganku, lalu tanganku itu dia tarik ke belakang punggungku tanpa belas kasih.
"Kaisar!" seruku. Dia tak main-main menggangguku. Kali ini dia menarik tanganku yang lain ke belakang punggungku. "Sakit, tahu!"
"Siapa suruh lo mainin gue."
Aku berontak. Kedua tanganku kini tak lagi berada di balik punggungku, tetapi Kaisar masih tidak melepasku juga. "Lepas!"
Kaisar mendorongku, membuatku jatuh berbaring di atas sofa. Kedua tangannya yang memegang masing-masing pergelangan tanganku dia tahan di sana, membuat cowok itu tepat berada di atasku sekarang dan menahan tubuh agar tidak menimpaku.
Kami saling pandang dalam diam, sama-sama menyadari situasi canggung ini. Aku meneguk ludah. "Bisa minggir...?" Suaraku sampai bergetar. Ini benar-benar membuatku frustrasi.
Dia tidak merespons perkataanku dan malah mendekatkan wajahnya, membuat jantungku semakin berpacu. Apa yang akan dia lakukan? Dia mau mengerjaiku, ya?!
Dasar gila!
"Tiara? Kaisar? Makan malam sudah siap~"
Baru saja Bibi memanggil kami dan Kaisar langsung berdiri sambil menatapku. "Lo selamat." Lalu cowok itu pergi menuju kamarnya, bukannya ke ruang makan.
Apa maksudnya, sih?
"HEI!" teriakku. "TANGGUNG JAWAB NGGAK LO!"
Oh..., tapi tanggung jawab untuk apa, ya?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Paradox
Teen FictionSELESAI ✔️ Aku memejamkan mata. Ingatan samar kembali muncul. Kegelapan dan sesuatu seperti petir muncul di mana-mana. Hawa panas, rasa takut, tangisan pilu yang terus memanggil-manggil papa. Rasa terbakar di kaki yang bekasnya sampai sekarang. Inga...