"Lain kali Eomma jangan memberitahu ke mana aku pergi kepadanya," katanya. "Mau pulang cepat, malah jadi lambat."
"Eomma kasihan, Soo-jeong~ah. Berulang kali dia datang mencarimu, selalu hanya menjumpai Eomma."
"Apakah tidak lebih kasihan lagi kalau dia jadi menaruh harapan padahal itu hanya harapan yang sia-sia?"
"Apakah dia menaruh hati kepadamu, Soo-jeong~ah?"
"Ah, seperti Eomma tidak bisa menduga perasaan orang saja. Sehun~ssi memang menaruh perasaan padaku. Dan jelas sekali hal itu ditunjukkan meski belum terucap sepatah kata pun."
Soo-jeong berterus terang.
"Tapi justru karena belum dikatakan terus terang, aku ingin menunjukkan sikap yang akan membuatnya mengerti bahwa dia hanya rekan biasa. Tidak lebih."
"Karena kau tidak mencintainya?"
"Tepat sekali, Eomma."
"Lalu pria seperti apa yang kau nantikan, Soo-jeong~ah? Setampan, seistimewa dan sebaik Sehun saja kau tolak."
Soo-jeong melirik ibunya sekejap dan memahami pikiran perempuan setengah baya itu.
"Mungkin jauh dari tampan, Eomma. Dan mungkin hanya pria biasa yang tidak seistimewa Sehun~ssi," sahutnya kemudian. "Tapi aku mencintainya dan ada sesuatu yang mengikatkan batinku padanya."
"Kau terlalu romantis, Soo-jeong~ah."
"Tidak juga, Eomma. Justru yang kucari adalah yang sederhana saja. Yang sepaham dan sepemikiran. Itu saja. Tidak perlu harus tampan. Tidak perlu harus cemerlang otaknya. Tidak perlu harus bisa berhasil dalam karirnya."
"Ah, terserahlah!"
Ibunya merasa jengkel berbaur bosan. Tidak akan ada habisnya berdebat dengan Soo-jeong menyangkut masalah asmara.
"Pokoknya Eomma ingin kamu segera memikirkan masa depanmu. Itu saja."
"Sudah, Eomma. Apakah selama ini Eomma tidak melihat segala usahaku untuk mengisi kehidupan ini demi masa depanku?"
"Pura-pura tidak tahu maksud Eomma?" Ibunya menggerutu. "Padahal kau tahu, Eomma ingin segera melihatmu mempunyai suami yang akan mendampingi hidupmu. Jangan sampai kau dilangkahi Jae-hyun!"
Soo-jeong diam saja.
Kalau ibunya sudah terang-terangan mengatakan apa yang diinginkannya, pasti akan jadi panjang buntutnya.
Dan biasanya ia pasti akan terus membantah karena ia memang belum mau memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan cinta. Apalagi sampai pada perkawinan.
💗
Soo-jeong bukannya tidak pernah berpacaran sebelum ini.
Dulu semasa awal kuliah, ia pernah berpacaran dengan seniornya.
Memang ada banyak keindahan dan kemanisan yang teruntai dalam hubungan mereka. Tetapi ketika ia merasa dirinya diperbudak oleh perasaan tak menyenangkan seperti rasa cemburu, rasa ingin diprioritaskan; Soo-jeong memberontak.
Lebih-lebih ketika hal semacam itu dituntut dari pihak kekasihnya. Ia tidak sanggup menjalani kehidupan semacam itu.
Pergi dengan teman lain saja tidak boleh. Seolah dirinya harus menjadi milik sang kekasih sepenuhnya.
Apabila hubungan mereka meruncing dalam ketegangan, suasana menjadi serba tidak menyenangkan.
Apabila sudah berbaikan, ia harus berusaha mengendalikan diri agar hubungan mereka tidak akan retak lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
0 cm | Kaistal ✓
FanficSOO-JEONG, seorang dosen, dibuat bingung ketika harus berhadapan dengan JONG-IN, mahasiswanya. Pemuda itu selalu mencari-cari perhatiannya. Misalnya, selalu bertanya, atau yang selalu paling dulu menjawab, atau menegur kapanpun bertemu dengannya. Jo...