Bagian 6 :: Ujian Lisan

102 12 3
                                    

Sejak Soo-jeong melihat Jong-in kembali, ia merasa kampusnya selalu sempit. Sebab rasanya di mana-mana ia bertemu pria itu.

Kalau bukan ruang kuliah, tentu di perpustakaan. Kalau bukan di lorong gedung atau di selasar, tentu di ruang sekretariat. Bahkan kalau Soo-jeong sedang membawa mobil ayahnya, juga di tempat parkir.

Soo-jeong benar-benar kesal dibuatnya. Ia yakin sekali pria itu memang sengaja menarik perhatiannya.

Sering sekali pria itu berbuat sedemikian rupa sehingga mereka berpapasan dan ia dapat menyapa dosennya itu.

"Selamat pagi, Soo-jeong Seonsaengnim." atau "Selamat siang, Soo-jeong~ssi." atau pula "Baru datang, Soo-jeong Seonsaengnim?"

Dan selalu saja sapaannya diwarnai senyuman yang manis nan hangat.

Kalau menuruti keinginannya, Soo-jeong ingin sekali membuang muka dan pura-pura tidak melihat mahasiswanya itu. Ia merasa kesal sekali.

"Rasanya aku ingin menunjukkan kemarahanku padanya. Apalagi dia seenaknya minta tanda tangan tanpa mengetahui wajah dosennya sendiri. Dan tatapannya saat itu, seolah-olah aku ini pemandangan."

Tapi Soo-jeong mengacungi jempol penampilan Jong-in ketika hendak menemuinya itu; sopan dan rapi.

Apapun yang mendasari rasa jengkelnya terhadap Jong-in itu, ada satu hal yang sangat mengusik Soo-jeong ketika menghadapi pria itu di kehidupan sehari-harinya di kampus—ia mulai kehilangan ketenangan batin yang selama ini dia nikmati.

Kenyataan seperti itu sungguh sebuah bencana.

"Baru sekali ini aku merasa kebencian luar biasa pada seorang pria. Baru sekali ini aku merasa kacau karena kehadiran satu orang pria bernama Jong-in."

💗

Di ruang kuliah—dengan mati-matian—Soo-jeong berusaha menampilkan sikap wajar. Seolah-olah tidak ada Jong-in di ruangan itu.

Tapi susahnya, pria itu malah berusaha menunjukkan bahwa ia hadir di ruang kuliah itu.

Seperti bertanya ini itu dan menguras ingatan Soo-jeong tentang ilmu yang berada di otaknya, atau yang paling cepat mengangkat tangan apabila Soo-jeong bertanya.

Sedemikian seringnya hal itu terjadi, sampai teman-teman kuliah Jong-in tersenyum-senyum menggoda setiap melihat pria itu mengacungkan jarinya.

"Aku yakin mereka pasti menyebut-nyebut namaku ketika menggoda Jong-in."

Pengalamannya sebagai mahasiswa dulu, hal-hal yang terjadi di ruang kuliah seringkali dibawa-bawa ke luar. Apalagi kalau menyangkut salah satu dosen.

Lebih-lebih lagi kalau dosen itu perempuan muda yang cantik atau pria muda yang menarik.

💗

Menjelang ujian tengah semester, Soo-jeong mencari upaya agar ia dapat mengguncang Jong-in.

Ia mengumumkan kepada mahasiswa-mahasiswanya yang mengikuti mata kuliahnya untuk memilih dua macam cara ujian. Boleh mengikuti ujian seperti biasanya—ujian tertulis—atau dengan cara ujian lisan.

"Aku yakin sekali Jong-in akan menempuh cara kedua, yaitu ujian lisan."

Dugaannya tidak meleset.

Jong-in memang memilih ujian lisan.

Soo-jeong sudah mempersiapkan diri ketika pria itu masuk ke ruang tempat ia menguji. Meskipun kemudian, hatinya tetap berdebar ketika melihat Jong-in menyeberangi ruangan dan duduk di kursi; tepat di hadapannya.

0 cm | Kaistal ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang