High School in Jakarta

19 1 0
                                    

Sejuknya angin pagi menyusup dari balik gorden yang sudah dibuka separuh, perempuan itu membuka mata. Dia melihat sekeliling. Putih, semua serba putih.

Gue udah di surga?

"Kenapa perut gue sakit banget."

Sekelebat kepingan-kepingan kejadian mulai dikumpulkannya. Malam itu, ia dikepung tiga orang pria yang hendak melecehkannya, tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya jika polisi tidak melakukan razia malam.

Dilihatnya jam di nakas yang sudah menunjukkan pukul enam pagi. Dengan langkah gontai, ia beranjak menuju kamar mandi yang terletak di sudut ruangan. Air mengalir dari shower mengguyur badannya yang terasa lengket. Setelah selesai membersihkan diri, ia keluar dari kamar mandi dengan pikiran dan wajah yang lebih cerah.

Apartemen yang didominasi warna merah muda itu tampak sedikit berantakan. Beberapa baju tergeletak di atas kursi. Bungkus makanan siap saji masih berserakan di meja makan. Sepatu dan tas berbagai model pun teronggok begitu saja di atas karpet. Hanya tempat tidur berukuran queen size itu yang terlihat licin seperti habis dirapikan oleh penghuninya.

Kemudian ia membolak-balik bantal dan selimut untuk mencari ponselnya.

Tidak ada!

"Aduh ... di mana ya? Kok, nggak ada, sih," mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar.

Kembali teringat kejadian malam itu. "Jangan-jangan, jatuh pas gue lagi berantem sama itu preman," sembari mengusap kasar wajahnya.

Perempuan itu bangkit dan berjalan menuju meja kecil di samping tempat tidur untuk mengambil telepon lamanya yang sudah lama tidak ia gunakan. Beruntung, karena Apple ID miliknya mengakses tiga perangkat sekaligus, yaitu iPhone yang saat ini dia pakai, Ipad, dan juga ponselnya yang hilang.

Perempuan itu mematut dirinya kembali di depan cermin, tubuhnya dibalut dengan seragam sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perempuan itu mematut dirinya kembali di depan cermin, tubuhnya dibalut dengan seragam sekolah. Buckle shoes warna hitam tampak cantik pada kaki jenjangnya. Kemudian ia berjalan menuju pintu sembari menenteng tote bag-nya.

Dengan sedikit berlari, ia menuju lift yang akan mengantarkannya ke lobi di mana sebuah taksi sudah menunggu.

"Non, ini mau langsung saya anter ke sekolah? Atau, Non Azzura, ada mau mampir dulu ke tempat lain?" tanya sopir taksi langganannya setelah mereka meninggalkan apartemen di kawasan Kuningan.

"Sekolah, Pak." jawab Azzura singkat.

Ya. Perempuan itu bernama Azzura. Lebih lengkapnya Azzura Kandita Ayu Lestari, nama yang sangat indah bukan? Banyak orang mengatakan nama adalah doa dan harapan besar Orangtua untuk kehidupan anaknya. Namun, itu tidak berlaku untuk dirinya, menurut Azzura namanya tidak seindah kehidupannya.

Azzura termenung memandang keluar kaca. Mobil melaju di tengah hiruk pikuknya kota padat. Berlomba dengan mobil-mobil lain yang saling berkejaran, berbaur dengan sumpeknya udara Jakarta pagi itu.

Kontradiktif dan Ironis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang