BAB 98: Tentang Syuting Kesurupan

58 7 0
                                    

"Kabuuuuur!"

Kali berlari duluan sambil teriak-teriak. Gue menarik tangan Dea dan ikutan lari juga. Cewek di belakang kami bergaya seakan dia mau meloncat ke arah kami semua! Buset! Dia kesurupan belalang, ya!? Semakin dekat kami dengan pintu, semakin kami bisa ngelihat sosok yang memanggil kami.

"Pak Guru masih hidup!?" tanya Anto.

"Bagus, anak-anak! Kalian sudah memberikan ramuan itu, kan!? Sekarang kita harus menemukan tengkoraknya yang konon terkubur di lantai WC! Ayo!"

Pak guru menutup pintu yang digedor keras oleh arwah kepala sekolah itu! Kami berada di sebuah WC dengan banyak lubang galian yang belum selesai. Bermunculan entah dari mana siswa-siswi dengan pakaian berdarah-darah yang seakan mau menerkam kami! Dari speaker yang menggantung di plafon, tiba-tiba aja terdengar suara teriakan cewek!

"Cepat! Temukan tengkoraknya!" perintah Pak Guru.

Kali menghamburkan tanah-tanah kering sambil teriak panik karena di punggungnya menempel seorang cowok penuh darah.

"Tolongin gue, guys!"

Rava dan Anto menggali tanah yang sama dengan cepat.

"Di sini gak ada!" kata Rava.

Dea cuma ketawa-ketawa sambil sesekali berlindung di belakang gue.

"Lihat! Di dalam WC ada timbunan misterius!" kata Pak Guru.

Gue sama Dea yang paling dekat dengan timbunan tanah itu dengan cepat menggalinya. Jari-jemari gue menyentuh sesuatu yang keras. Tengkorak kepala orang!

"Apa itu, Do!? Buang, buang!" kata Dea.

"Kok dibuang, sih!? Kita, kan emang disuruh nyari ini, Dea!"

Suara teriakan dari speaker itu kemudian menghilang. Pintu yang digedor terbuka lebar! Sosok cewek berbaju merah itu berjalan ke arah kami!

"Kenapa ini, anak-anak!? Harusnya arwah itu sudah tidak bisa berdiri lagi! Kalian beri dia ramuan apa!?"

"Lha!? Tadi, kan kami dikasih darah! Jadinya dia kami kasih darah, dong!" sahut Anto.

"Celaka! Kita akan mati!"

Cewek itu menerkam kami sambil berteriak! Kami juga ikut-ikutan! Lalu ... semua lampu menyala terang dan muncul sebuah tulisan besar di layar monitor yang menempel di dinding.

"Bad ending!"

Cewek hantu yang lagi memegangi bahu gue menyingkap rambut panjangnya yang menutupi muka. Mukanya seram banget anjir!

"Hahaha! Ini aku, Do,"

"Hah!? S-siapa!?"

"Yuri."

Kami berlima keluar dari wahana rumah hantu yang lumayan bikin jantung jedag-jedug. Akhirnya gue bisa menghirup udara segar lagi yang bercampur macam-macam aroma makanan. Langit udah gelap, gue gak tahu menghabiskan waktu berapa lama di dalam sana. Yang jelas, gue masih gak terima kenapa kami dapat bad ending!

"Kita salah di mananya, ya?" tanya gue pada mereka.

"Apa kita kelamaan nyari tengkoranya?" sahut Rava.

"Kayaknya kita salah di kantin, deh, guys. Mungkin harusnya kita gak ngasih dia minum," sahut Kali yang mengipasi wajahnya sendiri.

"Ah! Atau jangan-jangan harusnya kita gak ngambil darah dari cewek di lab itu!?" sahut Anto.

"Gak tahu, deh. Intinya, gue jadi lapar lagi. Yuk nyari makan. Dea ... kamu mau makan apa?"

Dea menengok sekeliling.

Mardo & KuntilanaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang