Kita pernah mendengar bukan mitos tentang setan yang berkeliaran ketika magrib tiba. Bahkan orang tua dahulu melarang kita untuk berada di luar rumah.
Aku akan menceritakan kisah temanku yang tak lain dia saudara sepupuku.Saat itu, aku baru saja pulang bermain ketika matahari mulai tenggelam di ujung cakrawala. Aku termasuk anak yang suka pulang cepat,aku pun mengajak ke lima temanku untuk pulang,dan salah satu dari mereka adalah saudara sepupuku.Mereka tetap ingin bermain dan tidak mau diajak untuk pulang kerumah.
Alhasil aku mengajak saudara sepupuku tadi pulang duluan dan meninggalkan teman-teman yang sedang bermain tadi.Sesampai dirumah saudara sepupuku,mampirlah aku sebentar di rumah saudara sepupuku tadi yang bernama Nabila.
Kemudian kita berbincang sebentar,dan saat itu aku ingat kalau kemarin Nabila membuat janji bersamaku untuk mengajaknya melihat senja."nabila ayo kita keluar.Aku ingin melihat senja nih! Kamu juga kan ingin melihat senja sore ini!" Ucap Suci ketika berbincang.
Aku sudah menganggap Nabila seperti saudara kandungku sendiri, kemana-mana kami selalu bersama makanya kami terlihat seperti amplop dan perangko. Itu juga karena kami merupakan anak tunggal di keluarga. Jadi kami ibarat sendok dan garpu yang saling melengkapi satu sama lain apalagi jika Nabila membutuhkan teman untuk bercurhat.Kami sering sekali bermain di waktu magrib menjelang. Walaupun orangtua kami selalu melarang kami untuk tidak bermain pada waktu itu, karena mereka percaya akan ada makhluk tak kasat mata yang akan menculik anak-anak.
Menurutku itu hanya sugesti yang dibuat oleh orang-orang dulu untuk menakut-nakuti."Eh, Suci. Maaf Ci.aku tidak bisa bermain hari ini. Aku sudah berjanji kepada orangtuaku untuk tidak bermain lagi di waktu magrib."
''Oh baiklah, aku juga ingin beristirahat hari ini. Tapi tak apa-apa nih kamu kan sudah berjanji kemarin untuk pergi bersamaku untuk melihat senja."
"Yah, sebenarnya agak kecewa sih Ci. Tapi mau bagaimana lagi, Ayahku tadi sudah mengancamku kalau misalnya aku keluar di waktu magrib nanti Ayah akan menghukumku."ucap Nabila.
"Benar juga, Ayahmu kan sangat tegas mana mungkin dia main-main dengan ucapannya. Ya sudahlah aku juga tak mau kamu kena masalah lain kali aja ya kita lihatnya."
"Makasih ya,Ci."
Aku pun pergi dari hadapan Nabila.Setengah perjalanan, mukaku berpaling untuk melihat Nabila lagi. Tapi yang kudapati hanya sebuah pintu yang berdiri tegak mematung. Entah kenapa aku merasa kasihan kepadanya, padahal ia sudah menanti-nantikan kalau hari ini ia akan pergi melihat senja.
Aku langsung merebahkan tubuhku ke kasur ketika sudah sampai di kamar. Rasa lelah mengelusku membuat mataku mengantuk. Kupalingkan wajahku ke kaca jendela untuk menepis rasa kantukku. Saat itu, senja sedang menyelimuti bumi. Menampakkan gemericik jingga yang memikat mata. Mengiringi matahari yang siap kembali ke peraduannya. Lantunan ayat suci Al-quran terdengar merdu di masjid yang tak jauh dari rumahku, menandakan adzan sebentar lagi akan dikumandangkan. Aku pun bangkit, ingin menutup gorden jendela sebelum ibu datang, kalau tidak aku akan dimarahi nanti. Tapi tiba-tiba, dari pantulan kaca tampak seorang anak yang sedang berlarian di sekitar halamanku. Aku memperjelas penglihatan. Anak itu mirip sekali dengan Nabila.
"Tapi, mana mungkin itu Nabila kan dia bilang tidak boleh keluar tadi. Kalau pun itu Nabila pasti dia sudah mengajakku mana berani dia keluar sendiri," batinku menyeru.
Rasa penasaran mendorongku untuk nekat memanggilnya. Kubuka jendela perlahan. Angin sore sedikit demi sedikit masuk dan mulai meraba tubuhku, memberikan sensasi yang tak biasa. Ketika jendela sudah terangkat, tiba-tiba anak tadi sudah lenyap bagaikan ditelan bumi. Bulu kudukku mulai berdiri. Cepat-cepat aku menutup jendela, barangkali aku hanya berhalusinasi. Tapi, ketika jendela sudah ditutup, anak itu sudah berdiri tepat di depan jendela. Aku terkejut setengah mati, bagaimana bisa dia sudah berada di sini seperti sambaran petir, sangat cepat. Setelah diperhatikan, wajahnya persis seperti Nabila. Hanya saja diriasi dengan kepucatan dan sayu. Aku bertanya kepadanya apakah ia memang Nabila. Dia mengangguk. Aku yang waktu itu tak curiga sama sekali langsung merasa bersyukur karena itu memang Nabila.
"Kok kamu pergi bermain, tadi katanya nggak dikasih!"
"Aku sudah diberi izin tadi, Ayolah Ci temani aku main!"Aku merasa suara Nabila kaku dan agak strange. Tapi, aku tidak peduli. Yah, bisa jadi suaranya serak karena terlalu banyak makan es krim.
Tiba-tiba, sentuhan dingin menusuk ke dalam tulangku, membuat bulu kudukku meremang. Aku merasa aneh tapi langsung kutepis jauh-jauh pikiran tak menentu ini. Langit sudah menuangkan cairan hitam di sela-sela gumpalan awan, menandakan malam akan segera tiba. Aku tak mungkin keluar lagi dan kutolak ajakan Nabila. Entah kenapa, ia malah menatapku tajam seperti elang yang ingin memangsa.
"Kalau begitu biarkan aku masuk!"
Aku mulai heran, Nabila kan cara bicaranya tak pernah sekasar ini. Karena merasa kasihan aku pun mencoba untuk membuka jendela saja, apalagi cuaca senja sudah mulai menua. Tapi, ketika jendela sudah diambang, suara ketukan pintu terdengar keras dari luar kamarku. Ibu masuk dan melihatku masih berada di kamar langsung mengomeliku.
"Udah adzan dari tadi kamu masih bernaung di kamar, cepat pergi salat sana! Itu lagi jendelanya masih terbuka. Apa kamu tak dengar apa yang ibu bilang, tutup gorden beserta jendelanya kalau nggak nanti masuk setan. Aduh kamu ini!"
"Tapi Bu, ada Nabila tadi di luar"
Aku menoleh ke arah jendela, dan aku tidak melihat batang hidung Nabila lagi. Dia hilang secara misterius.
"Mana Nabila, kamu ini kebanyakan ngeyel ya?! Lagipula mana mungkin Nabila keluar magrib-magrib, pasti dia akan dimarahi Ayahnya. Sudah, cepat kamu ambil wudhu sana!"
Tanpa pikir lagi, aku pun langsung menuruti perintah Ibu.Keesokan harinya, aku datang ke rumah Nabila dan menanyakan apakah dia ada bermain di luar selepas lantunan adzan di gemakan. Nabila menjelaskan bahwa dia tidak keluar sama sekali, bahkan pintu rumahnya sudah dikunci setelah aku bergegas pulang ke rumah.
Aku pun merinding hebat, kalau bukan Nabila jadi siapa??Aku pun menceritakan kepada Nabila kronologi kejadian yang aku alami semalam. Dia pun merasa sangat terkejut dan ketakutan. Semenjak itu, kami tidak pernah lagi bermain ataupun keluar ketika magrib menjelang. Aku memutuskan untuk menemani Nabila bermain di hari minggu saja. Dan satu lagi, aku merasa sangat bersyukur karena ibu datang tepat waktu kalau aku buka jendelanya entah apa yang akan terjadi.
Itulah kejadian nyata yang dialami oleh sepupuku,bahwa kepercayaan orang-orang dulu itu fakta.
Bahkan dalam hadist rasulullah pun menjelaskan larangan ke luar rumah ketika magrib. Karena dimana saat magrib, spektrum warna alam berubah menjadi selaras dengan frekuensi jin dan iblis yaitu spektrum warna merah. Saat itulah tenaga iblis dan jin sangat kuat disebabkan oleh resonasi yang dimilikinya bersamaan dengan warna alam.
Maka dari itu, jangan keluar lagi ya pada saat magrib.