Bab 13: Bertandang

70 18 24
                                    

"Walah ... nak Raga jadi harus repot bawa makanan segini banyaknya," Sayani tertawa riang sambil sekilas menoleh ke arah Hening dengan gelagat girang, "terima kasih banyak lho, uang yang banyak pun juga ibu terima, hahaha."

Hening selesai menaruh berkantung-kantung makanan—yang entah belum ia cek isinya—ke dapur. Mendengar kalimat Sayani dan tawa sumbangnya, Hening menyenggol lengan sang ibu untuk mengingatkan. Padahal Sayani yang berucap, tapi Hening yang dibuat malu. Ibunya sangat bersemangat menyambut kedatangan Raga, antara ini hal baik atau malah sebaliknya, walaupun memang keberadaan Raga di sana sudah salah sejak awal.

Raga tersenyum simpul, sekilas melirik Hening yang juga menatapnya sambil ulas senyum kaku.

"Eh, silakan, silakan duduk nak." Sayani masih setia mengulum senyum senang, sorot mata bersinar seakan sedang melihat sebongkah emas. Hening yang duduk disebelahnya tidak habis pikir dengan sikap Sayani. Ibunya akan bersikap sangat manis jika Raga datang membawakan sesuatu, padahal pria itu sudah sering datang meski hanya sebentar untuk menjemput Hening.

"Oh, iya, terima kasih, Bu." Raga berujar sopan sambil berusaha menarik senyumnya. "Saya dengar ibu sudah pulang besok, karena tidak bisa mengantarkan, jadi saya datang lebih cepat hari ini."

Sayani mengangguk antusias sambil memukul lengan atas Raga dengan pelan, sok akrab. "Tidak apa-apa, besok sudah ada Aden dan Hening yang mengantarkan, nak Raga fokus bekerja saja. Cari uang itu nomor satu, cari yang banyak."

Petuah yang sangat berkesan dari Sayani malam ini, direspon Raga dengan sebuah anggukan kecil, senyumannya berubah menjadi sesuatu yang lain. Manik hazel miliknya menatap Hening sembari dalam hati berkata, ibumu luar biasa, dalam artian lain. Hening yang menangkap tatapan itu pun hanya bisa tersenyum pasrah sembari menyahut dalam hati, terima kasih, Pak.

Sayani terbatuk ringan, Hening dengan sigap memberikan segelas air minum yang sudah tersedia di sana. "Pelan-pelan Ma. Sudah malam, Mama istirahat ya? besok mau perjalanan jauh lho." Hening merasa khawatir jika kesehatan ibunya menurun, besok waktu yang tepat untuk Sayani pulang ke kampung halaman, melanjutkan pengobatan.

Sayani mengangguk setuju setelah meneguk air putih, dia mengambil napas lega. "Yasudah, ibu istirahat dulu ya nak Raga ...."

"Assalamu'alaikum Kanjeng Ratu Sayani dan—" Aden memasuki rumah dengan teriakan khas yang selalu dia lakukan setiap pulang kerja, namun kalimatnya harus terpotong saat melihat keberadaan Raga di sana. Rasanya, dia sedikit trauma jika mengingat kejadian parfum yang disemprotkan kepadanya dulu. "Perasaan lo dateng mulu ke rumah, udah jadi pengangguran Bang?"

Kebetulan mobil Raga sedang dibawa sang supir untuk mengambil barang, porselen pesanan Raga. Lalu nanti akan balik lagi.

"Aden!" teriak Sayani sambil mengkerutkan kening, matanya melotot hampir keluar.

"Eh, Ma, nanti copot matanya kalau melotot gitu." Setengah bercanda Aden menanggapi seruan Sayani. "Padahal Aden nyindir Raga, kok Mama yang sewot." Sambil perlahan membuang muka, Aden berceletuk demikian.

"Iya, saya kalau malam nganggur, tapi duit ngalir terus. Malah banyak transferan masuk pas malam hari." Raga berujar santai menanggapi kalimat Aden.

Dapat ditebak ekspresi Sayani sekarang jika mendengar soal uang. Sedangkan Hening, dia hanya bisa menghela napas berat, pertengakaran antar keduanya akan terulang lagi.

"Gitu ya Bang," Aden manggut-manggut sekenanya, "itu pasti lo jaga lilin terus ada yang ngider cari duit."

"Oh ya nggak masalah, itu namanya juga ada usaha buat jaga lilin, dari pada kamu, keluyuran sampai malam kantung mata sampai berlapis-lapis gitu, tapi cair duitnya lama. Betul kan, nak Raga?" Sayani membela Raga sambil tersenyum bangga.

MitambuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang