24. Sang Pelukis

32 2 0
                                    

Hari Sabtu...

"baik Pak, jadi bisa dilanjutkan ke Bab 4 ya." Mahesa memasang headset seraya tangannya bergerak lincah di keyboard laptop. "dikumpulkan dua minggu lagi? baik terima kasih Pak, selamat berakhir pekan."

Yara melirik Mahesa yang kemudian menelpon lagi, "Pagi mbak, jadi untuk meeting kepala divisi dilakukannya di kantor atau di luar ya?... oh belom ada notice lagi, baik nanti saya tanyakan ke rekan saya..."

Yara mematikan penyedot debu dan membersihkan filter yang ternyata penuh dengan serpihan-serpihan kecil, pagi ini mereka disibukkan dengan kegiatan masing-masing; Mahesa dengan tesis dan pekerjaan sementara Yara bersih-bersih seluruh rumah serta memasak sarapan tadi pagi.

"udah mandi?" Mahesa bertanya dengan suara lembut di belakang Yara sembari memeluk.

"sebelom beberes udah dong." Balas Yara.

"yaudah mandi lagi yuk." Goda Mahesa. "temenin."

Yara sontak mendelik, "dibilangin saya udah mandi."

"kan aku bilang temenin." Mahesa nyengir jahil, "mandi sama pasangan itu sunn--- aduh!"

"cepetan mandi, katanya mau pergi ketemu pelukis." Sergah Yara dengan menyentil jakun Mahesa, laki-laki itu masih bergelung manja dengan senyum jahil.

"Baik, Bu Yara." ucapnya kemudian mencuri ciuman di pipi Yara dan kabur menuju kamar mandi.

***

Kedua mata Yara terbelalak menatap sosok yang disebut pelukis oleh Mahesa, sosok itu membungkuk hormat dengan tatapan canggung.

"si—siang... bu." Sapanya.

"loh, kalian kenal?" tanya Mahesa, Yara mengulum bibir tak tahu harus menjawab apa. Sembari berpikir cepat ia meminta waktu sebentar untuk berbicara dengan sang pelukis secara empat mata.

"..... gimana ya ngomongnya." Yara buka suara. "em—gini.... Pertama, saya ngga nyangka kamu yang dihubungin sama... em, kamu tahu lah. Tadi cowok yang dateng sama saya."

"saya juga ngga tau kalo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"saya juga ngga tau kalo... beliau pasangan Ibu." Balas sang pelukis, Yara mengerjapkan mata sebelah, kalimat sang pelukis terdengar aneh di telinganya. "tapi saya akan bikin hasilnya memuaskan buat---"

"Haris." Potong Yara. "em... makasih udah bersedia ngelukis kami. Tapi... tolong rahasiain ini dari siapapun ya."

Haris mengangguk, "tapi Bu... kok bisa? Dia alumni SMA Z kan yang waktu itu jadi narasumber college fair?"

Yara melipat tangan di dada kemudian mengangguk kecil, "dikenalin sama orangtua saya, awalnya baru mau ketemu aja dan tiba-tiba... langsung dilamar."

Haris menutup mulutnya terkagum, "secepet itu?"

Yara lagi-lagi mengangguk, "saking cepetnya saya masih ngga percaya udah jadi istri orang. Tapi... tolong sekali lagi ya Ris, jangan sampe ada yang tau di sekolah terutama murid-murid."

"tapi... sampe kapan Bu?" tanya Haris lagi. "kan sebagai pasangan sah... cepat ato lambat Ibu bakal ham--"

"ya cepat ato lambat saya juga bakal ngasitau sih, kamu ngga usah mikirin di bagian situ deh, ehe—ehehe..." perempuan itu hampir memunculkan sikap dingin ala 'Bu Yara SMA Z' sampai tiba-tiba Mahesa muncul mendatangi mereka.

"lama banget ngobrolnya." Komentar Mahesa. "udah percaya aja sama beliau, Yara udah liat kan portofolio nya?"

"em--- udah kok hehe." Balas Yara canggung, ia bertukar pandangan dengan Haris seraya mereka bertiga kembali ke ruang studio. Haris memposisikan duduk keduanya dengan teliti.

"Ibu ngadep sini.... Terus Bapaknya ngadep begini.... Tangannya begini.... Hm..... okeh tunggu sebentar saya buat kerangkanya dulu."

Sembari Haris menggurat pensil di kanvas, Yara dan Mahesa melirik satu sama lain. syukurlah sang pelukis menempatkan mereka pada pose yang aman untuk interaksi kecil.

"lama-lama pegel ya." celetuk Mahesa yang tangannya bertengger di telinga Yara seakan menyingkap rambutnya.

"ssssh..." respon Yara sembari mengulum senyum, bibir Mahesa yang sekilas menyentuh dahinya mengalirkan energi-energi hangat. Tanpa sadar pipi Yara merona.

Dari balik kanvas Haris menyaksikan ekspresi yang sangat berbeda dari Ibu Gurunya di sekolah, laki-laki itu merasa baik Yara maupun Mahesa... keduanya benar-benar jatuh cinta. Jatuh cinta di waktu yang tepat tanpa dipaksa maupun terburu-buru.

 Jatuh cinta di waktu yang tepat tanpa dipaksa maupun terburu-buru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"oke sudah selesai." Ucap Haris yang mulai mencampur cat untuk melukis. "hasilnya dikirim dua minggu hari kerja ya."

FREQUENCY • SKZ Seungmin ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang