Prolog

248 124 122
                                    

-Tepatnya, dimana lagi ku harus tinggal. Bahkan tempat tinggal yang disebut rumah pun tidak kumiliki-

.
.

Brak!

"Sini kamu!"

"Dasar istri laknat!"

Plak!

Satu tamparan keras mendarat di pipi kanan sang ibu. Seketika sudut bibir ibu mengeluarkan darah karena tamparan dari ayahku yang dalam keadaan mabuk.

Aku mencoba menolong ibu yang duduk tersimpuh lemas. Disaat ayah ingin menamparnya untuk kesekian kalinya, aku menahan tangan besar ayah dengan tangan kecilku.

Apalah daya ku yang tak punya kekuatan lebih dari ayah. Dihempaskan tubuhku sampai aku tersungkur kelantai dan keningku mulai berdarah karena benturan.

Terdengar sang ibu yang menjerit melihatku seperti ini.

"Griz! Pergi ke kamar." perintah ibu yang seolah aku tuli tak mendengarkannya. Yang aku tuju hanya menolong ibu. Aku tau aku tak cukup tenaga.

Terlihat ibu yang berusaha berdiri untuk menyelamatkanku dan memelukku. Namun usahanya gagal karena terlalu banyak memar di tubuhnya.

Ayah duduk diantara kita, tak lama dia menghampiriku bak psikopat. Aku mendongak melihat wajahnya yang menakutkan, aku memejamkan mata tak mau melihatnya dan menangis tak bersuara.

Tubuh yang gemetar, deru nafas yang lebih cepat dari sebelumnya dan seakan detik ini aku akan mati. Aku tak peduli aku mati. Bibirku mulai pucat.

Diusapnya air mataku yang basah dipipi, aku membuka mata pelan. Memperlihatkan raut wajah ayah, "tadi ayah gak sengaja. Maafkan ayah ya nak, sekarang kamu pergi ke kamar. Ayah gak marah kok sama ibu, ayah hanya menghukum orang yang salah." dia pun berucap dengan senyuman entah senyuman apa.

Jangan tanyakan keadaanku yang sangat ketakutan.

"Griz, pergi griz." mataku teralih pada orang dibelakang ayah tengah duduk lemah, menyuruhku pergi. Ibu, orang yang selalu buatku tertawa setiap saat. Banyak hal yang dipelajari dengan ibu.

Ibu orang baik, mengapa orang baik mendapatkan imbalan seperti ini? Jika itu jadinya, ibu harus jadi orang jahat karena orang jahat tak mendapatkan siksaan. Seperti Ayah.

Akhirnya aku menuruti kemauan kedua orang itu, berlari dan sembunyi dibalik pintu kamarku, aku sangat takut melihat ayahku sedang mabuk dan memukuli ibu yang tak tahu titik permasalahannya.

Suasana hujan petir yang menjadi backsound peristiwa sekarang.

Apa yang bisa dilakukan anak sekecil aku? Aku hanya bisa menangis dibalik pintu dan seluruh tubuhku gemetar karena suara tamparan, suara petir, hujan, suara tangisan, dan suara bentakkan.
Terdengar ditelingaku.

Aku benci semua suara itu.

Samar-samar ibuku berteriak "Grizz Kunci pintu kamar dan sembunyi!"

Aku semakin bergetar dan nafasku tak karuan mendengar jeritan sang ibu.

Setelah mendengar suara itu, aku mengunci pintu kamar dan sembunyi di bawah ranjang kasurku.

GRIZELLE (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang