Awal yang melelahkan

3 0 0
                                    

Entah kenapa orang selalu mengira kehidupan selalu monoton. Padahal kalau kita mencoba cari kebahagiaan sekecil pun pasti akan muncul.

Walaupun kebahagiaan itu tidak datang dari orang yang tinggal dengan kita sejak kecil melainkan dari orang yang baru kita kenal kurun satu tahun lamanya. Akan tetapi, kebahagiaan mampu membuatku tersenyum.

Akan tetapi, senyum itu hanya bertahan sebentar saja. Sejak kejadian itu, itulah yang Leena rasakan saat ini. Diumur yang seharusnya mencari jati diri, Leena justru harus berjuang untuk tetap hidup. Ibunya sekarang tertimbun tanah dan ayahnya berada di jelujur besi.

Kejadian itu sangat mengubah hidup Leena. Dia sendiri lupa akan kapan ia tersenyum. Mencari pekerjaan kesana kemari begitu sulit karena jarang yang mau menerima statusnya masih pelajar. Yang ada merepotkan saja

Tapi Tuhan berkata lain. Berkat mencari pekerjaan kesana kemari, Leena sekarang bekerja di suatu rumah makan restoran padang.

"Leen, tolong antar ke meja 24 ya" Perintah atasannya. Leena dengan sigap langsung melaksanakan perintah itu.

Saat menemukan meja yang tepat dengan senyuman ia berikan makanan itu pada pelanggannya. Dengan sangat hati-hati ia menaruh pesanan itu.

Ia tak ingin membuat kesalahan sedikitpun. Ia tak ingin kehilangan pekerjaan yang ia dapatkan dengan susah payah. Saat dipastikan sudah selesai menghidangkan makanan tersebut, ia kembali pada tempat atasanya berpijak tadi.

"Kamu masih muda, Leen. Sudah bekerja seperti ini kasihan sekali" Prihatin atasanya saat Leena sudah kembali dari mengatarkan pesanan.  Leena hanya bisa tersenyum. Ia sudah lelah mengeluh, jadi sekarang hanya bisa berfikir bagaimana ia bisa bertahan hidup.

"Saya pamit pulang ya bos. Jadwal saya sudah selesai" Sembari merapikan bawaan Leena bergegas pamit pada atasannya itu.

"Hati-hati di jalan, Leen. Diluar gerimis jangan lupa pakai payung" Teriak atasanya itu yang ia balas dengan acungan jempol

Saat ia sudah berada didepan pintu, benar saja apa yang atasanya bilang. Gerimis sudah membasahi ibu kota tercinta. Sedangkan Leena tidak punya payung untuk melindungi tubuhnya dari rintik hujan ini. 

Padahal niatnya tadi sehabis pulang dari tempat kerjanya ia ingin jalan kaki menuju kontrakannya. Uang yang ia punya hanya bisa untuk besok berangkat sekolah. Kalau ia pakai sekarang, besok ia harus jalan kaki takut terlambat.

Akhirnya ia putuskan untuk terobos gerimis itu. Toh ia hanya akan basah kuyup, semoga saja besok tidak pusing. "Hey, Leena. Kamu pasti bisa" Semangatin dirinya sambil berjalan pada genangan air yang tenang.

Jarak antara tempat kerja dengan kontrakannya lumayan cukup jauh. Tidak terasa ia sudah berjalan selama satu jam. Tinggal 500 meter ia akan tiba di kontrakannya.

Namun, saat ingin sampai. Ia melihat dua orang yang berada di depan pagar kontrakannya. Langkah Leena menjadi lebih pelan setelah ia tahu siapa orang-orang itu.

"Hey Leena, sini kau" Perintah salah satu diantara mereka yang perawakannya bertato dan badannya cukup besar yang membuat ia cukup takut. Perlahan ia menghampiri orang-orang tersebut.

"Mana uang yang katanya akan kau bayar minggu lalu. Cepat berikan!" Teriak orang itu.

Benarkan, ia sudah tau maksud dari orang-orang ini datang kesini. Seminggu lalu mereka juga datang untuk menagih uang yang tidak pernah ia pakai.

"M-maf, hari ini saya belum bisa bayar. Saya belum Terima gaji dari kerjaan saya. Saya janji akan bayar secepatnya" Cicit Leena sambil menunduk, ia mengatakan itu.

Tangannya sudah gemetar dan ketika dipegang pun ia yakin akan terasa dingin. Benar sekali, ia harus menanggung beban hutang yang ayahnya lakukan.

"Halah, kebanyakan janji kamu. Minggu lalu juga kamu mengatakan hal yg sama. Cepat bayar sekarang, atau saya aduin ke bos biar barang-barang mu disita"

Dengan tega, orang itu mendorong Leena dengan tenaga yang kuat sehingga ia jatuh. Sambil menahan tangis, ia mencoba perbaiki posisinya.

"Udah bos, sikat aja anak ini. Kebanyakan janji palsu" Adu orang disebelahnya yang perawakannya cukup beda dari yang tadi cenderung kurus. Hal itu, membuat Leena makin takut. Ia hanya bisa menunduk dan menahan tangis.

Dengan sangat keji, orang yang perawakannya besar itu menginjak-injak kaki Leena terus menerus. Leena sudah memohon untuk berhenti, justru permohonan Leena menjadi penyemangat mereka untuk menyiksa Leena. Salah satu diantara mereka ada yang menampar dengan keras sehingga ia merasakan pandangan yang buram.

Entah berapa perkataan ampun kepada mereka yang ia ucapkan. Justru menjadi penyemangat untuk mereka. Rasanya seperti batu besar yang menghantam tubuhnya. Ia mencoba melindungi kepalanya sebisa mungkin dengan kedua tangan.

Tiba-tiba ia tidak merasakan siksaan itu. Saat mencoba untuk melihat dari pandangan yang kabur, ia melihat wanita dengan handuk yang dililit di kepala seperti orang-orang sehabis di keramas sedang menjewer mereka yang menyiksanya.

Ternyata, Tuhan masih menyelamatkannya dengan mengirimkan bantuan berupa pemilik kontrakan yang ia tempat saat ini.

"Pergi kalian semua. Jangan siksa anak ini. Anak ini badannya sudah kecil begini kalian injak-injak mau jadi ayam geprek, Hah?" Sambil menggerret orang-orang tadi entah kemana perginya.

Ia harus berterima pada penyelamatnya. Dengan tertatih-tatih ia menuju kontrakannya. Sambil menahan perih yang ia rasakan pada seluruh tubuhnya terutama pada bagian kaki dan wajahnya. Ia yakin wajahnya sekarang lebih seperti monster.

"Nak, kamu gapapa? Yaampun lihat wajah mu bengkak sekali. Kaki mu juga memar. Mari saya obati" Dengan sangat perhatian, wanita yang ia kenal dengan Ibu Sodiah menuntut
Leena menuju kursi yang ada pada kamarnya.

Wanita itu langsung mencari benda yang akhir-akhir ini menjadi sahabatnya. Yap! Obat tetes merah yang mengobati luka-lukanya. Dengan perlahan wanita itu menuangkan obat itu pada luka-lukanya. Perih yang ia rasakan saat ini sudah mulai menjadi sahabatnya.

"Terimakasih bu sudah menolong saya" Dengan tulus ia ucapkan terimakasih pada penyelamatnya itu dengan tatapan setulus mungkin.

Wanita itu dengan senyum sambil membalas, "Kalau tidak saya tolong kamu udah jadi ayam geprek disana. Lain kali lawan, Leen. Jangan mau diinjek gitu"

Boro-boro untuk melawan, menatap wajah mereka saja ia sudah gemeteran. Badan mereka dua kali lebih besar dari badannya yang kecil ini. Kalau dilawan yang ada ia mental. Leena hanya merespon dengan senyuman

Setelah mengobati lukanya, Ibu Sodiah lekas berdiri dan pamit. "Ibu pamit dulu ya, kamu istirahat habis ini. Pasti lelah habis sekolah lalu kerja. Assalamu'alaikum" Pamit wanita itu.

Tak lupa Leena menyampaikan terimakasih sekali lagi saat mengantarkan wanita itu kedepan pintu kontrakannya.

Setelah dirasa sudah pergi, perlahan ia tutup pintu itu. Ia bergegas untuk berbaring pada kasur tipis yang menjadi tempat istirahatnya. Dengan perlahan ia tutup mata. Ia sangat lelah hari ini

°°°°°°°°°°°°°

DEG2AN  BANGET POSTING CERITA INI. FYI aja cerita ini sudah aku rancang dari dua tahun lalu dan baru berani untuk menulisnya sekarang.

Aku harap kalian senang dengan cerita ini. Masukan dan saran sangat aku Terima. Have a nice day guys!!

Our Last SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang