Wira melangkahkan kakinya menuju ke ruang makan, sudah siap dengan pakaian kerjanya. Walaupun dia tidur di ruang kerja, tapi di sana juga disimpan beberapa pakaian kerjanya untuk kemungkinan Wira telat bangun sehingga tidak sempat memilih pakaian di kamarnya.
Pagi ini, dia berniat untuk sarapan di rumah sebelum berangkat. Semalam Wira tidak sempat makan karena langsung pulang mencari Nadhira. Ah, mengingat istrinya, Wira jadi teringat perdebatannya dengan Nadhira semalam.
Wira mengusap wajahnya kasar mengingat ucapannya semalam yang sudah sangat keterlaluan. Haruskah Wira meminta maaf kepada Nadhira sekarang?
Namun, semua itu disebabkan karena wanita itu yang menyinggung tentang hubungannya dengan Jeanice duluan dan tindakan Nadhira yang malah pulang bersama Reza, sehingga membuat orang tuanya khawatir.
"Itu emang fakta, kan? Dia yang mulai duluan bawa-bawa hubungan gue sama Jeanice," gumam Wira menentang pikirannya yang merasa bersalah kepada Nadhira.
Ketika sampai di ruang makan, dia tidak menemukan istrinya berada di dapur. Wira melirik jam di pergelangan tangannya. Biasanya Nadhira belum berangkat ke butik jam segini. Dia tahu dari sopirnya yang pernah mengantar Nadhira ke butik ketika motor wanita itu mogok dan diperbaiki di bengkel.
"Tumben, biasanya yang bikinnya juga ada." Wira bergumam pelan sambil melihat ke arah meja makan yang sudah tersedia seporsi nasi goreng seafood dan susu putih yang sepertinya disiapkan Nadhira untuknya.
Wira yang memang sangat kelaparan sejak semalam langsung menyantap sarapan paginya itu dengan lahap. Namun, ada perasaan mengganjal dalam hatinya ketika mengetahui Nadhira sepertinya mulai menghindar darinya.
Jelas, sikap Nadhira pagi ini sangat berbeda, biasanya wanita itu akan menyaksikan kepergian Wira sampai mobilnya keluar pagar rumah.
"Jangan mikir yang aneh, Wir! Terserah cewek itu mau berangkat pagi atau subuh juga," ucap Wira melanjutkan sarapannya.
Namun, keanehan yang terjadi pada sikap Nadhira bukan hanya sehari, tapi sudah berlangsung selama hampir lima hari. Bahkan, Wira tidak pernah berpapasan dengan istrinya ketika berada di rumah. Jika bertemu pun hanya melihat punggung Nadhira yang melintas dari arah dapur ketika dia ingin mengambil minum.
Selain itu, Nadhira juga memutuskan untuk pindah ke kamar yang sejak awal disediakan oleh Wira untuknya tanpa sepengetahuannya. Jika seperti ini siapa yang salah sebenarnya?
-0-0-0-
Hana hanya mendesah panjang ketika melihat Nadhira lagi-lagi sudah berada di butik sebelum jam masuk kerja dan dia sudah tahu apa penyebabnya. Siapa lagi jika bukan karena Wira Arya Abimana.
"Nih, roti bakar. Pakai selai coklat, kesukaan Princess Nadhira." Hana memberikan kantong yang berisi roti bakar kesukaan Nadhira yang biasa dia belikan untuk sarapan mereka sebelum Nadhira menikah.
Nadhira tersenyum senang melihat isi kantong itu. "Makasih, Hana-ku Sayang," ucap Nadhira langsung melahap roti bakarnya.
"Masih diem-dieman sama Mas Wira?" tanya Hana yang menjadi tempat Nadhira berkeluh sambil mendengar tangisan wanita itu, ketika menceritakan kejadian pada malam itu.
Nadhira mengangguk masih sambil mengunyah. "Ya gitu, deh. Mau gimana lagi, dia juga nggak ada ngajak bicara apa-apa," sahut Nadhira.
Hana menepuk bahu Nadhira pelan. "Kalian emang butuh waktu buat berpikir tentang masalah ini," ucap Hana. Dia tidak ingin terlalu mencampuri urusan rumah tangga sahabatnya itu, cukup menjadi pendengar yang baik saja untuk Nadhira.
"Oh iya, kamu udah buka pesan Kak Reza belum? Tadi dia chat aku, katanya masih centang satu."
Nadhira menepuk kepalanya dan langsung mengambil ponselnya dalam tas. "Aku belum balas lagi. Nanti sore pulang dari butik nggak apa-apa kita ketemu sama Kak Reza, Han?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Peri Cinta (Wall Of Love) - END
SpiritualWira Arya Abimana, mencintai Jeanice Olive Pratiwi dengan segenap hatinya. Demi wanita itu dia berusaha menerjang dinding pembatas yang amat besar karena perbedaan keyakinan. Bahkan ketika sang ayah menjodohkannya dengan Nadhira Shakila Putri, Wira...