02 | Awal Mula

17 1 0
                                    

"Kau kenapa?"

Karin mendongakkan wajahnya yang semula tergeletak lesu di salah satu meja pujasera kampus. Ia melirik kearah Sarah dan Lala yang berdiri di depannya, kemudian kepalanya kembali ia benamkan pada meja.

"Seriously, ada masalah apa sampe enggak ada semangat begitu?" kini berganti Lala yang bertanya kepada Karin.

"Capek," jawab Karin tanpa mengangkat wajahnya.

Lala menoleh kearah Sarah, sedangkan yang ditatap hanya mengedikkan bahunya acuh kemudian memainkan ponsel miliknya. Lala pun akhirnya menyerah dan memilih mengabaikan Karin.

Butuh waktu sekitar sepuluh menit sebelum Karin mengangkat wajahnya, menatap sayu kedua temannya sembari berkata, "Tolongin dong."

"Makanya cerita, kenapa?" Sarah mulai kesal dengan tingkah temannya ini. Sebagai seseorang yang gampang keki, Sarah paling tidak suka kalau Karin sudah seperti ini. Merepotkan.

"Aku enggak mau Pak Januar." Karin berucap frustasi.

"Memangnya kenapa?"

Sarah menyenggol lengan Lala, lalu berucap setengah berbisik. "Masalah dosen pembimbing." Lala hanya berohria.

"Bukannya anak bimbing Pak Januar malah enak, ya? seingatku anak bimbingannya bisa lulus tepat waktu semua. Bersyukur loh, bisa bimbingan sekaligus cuci mata, 'kan?" Lala mencoba menenangkan Karin yang malah semakin menjadi. 

"Lagipula, kenapa sih kau se-benci itu sama Pak Januar?"

"Enggak ingat kejadian semester tiga?" bukan Karin, tetapi Sarah yang menjawab pertanyaan dari Lala. Membuat gelembung kenangan muncul kembali di kepala Karin mengenai kejadian dua tahun lalu yang mengubah pandangannya terhadap Pak Januar Khaliq yang terhormat.


Karin meneguk ludahnya kasar, netra nya beradu tatap dengan Pak Januar yang sedang duduk bersedekap di kursi kerjanya.

"A-ada perlu apa memanggil saya, Pak?" ucap Karin sedikit terbata. Ia semakin salah tingkah ketika pria di depannya itu masih sibuk menatap tajam dirinya. 

Ayolah, siapa yang tidak salah tingkah jika ditatap seperti itu oleh dosen ter-hot di prodinya dan memang Karin akui bahwa wajah dosennya itu sangatlah tampan mengalahkan aktor Thailand kesukaannya.

Terlihat kini Pak Januar memijat keningnya lembut, tetapi Karin malah salah fokus dengan otot lengan milik Januar yang menyembul dari kemeja lengan pendek berwarna biru navy yang dikenakan pria itu. Semoga saja dosen didepannya tidak mendengar suara Karin yang baru saja meneguk ludahnya kasar.

"Kamu ngaku sama saya..." Suara berat Pak Januar seketika membuat bulu kuduk Karin langsung berdiri. Apalagi ketika pria itu tetap menatapnya tajam.

"Iya Pak?" jawab Karin sedikit ragu.

"...kamu melakukan plagiasi di tugas akhir *Kombis kemarin?"

Eh?

"Maksudnya, Pak?"

"Kamu sudah dengar apa yang saya katakan. Saya tidak suka mengulang kata dua kali."

Karin mengepal tangannya keras. Demi apapun di dunia ini, dia paling benci ketika usaha yang dilakukannya malah direndahkan seperti ini. Dia mengerjakan tugasnya dengan benar dan dengan mudahnya Januar berkata bahwa ia menyontek?

BIMBINGAN SKRIPSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang