BAB 1 : FAKTA

30 5 1
                                    

Mataku terbuka perlahan. Remang-remang tampaklah kumpulan buku terlihat tersusun padu didalam rak. Dihiasi berbagai jenis kertas berserakan disetiap sisi nya. Dan anehnya aku seperti tertidur di atas kasur yang sepertinya aku kenali.

Benar dugaanku. Ini kamarku sendiri.

"Bagaimana aku bisa disini? Apa yang terjadi? Bukankah di jurang tadi--," rasa pusing seperti akan meledak di kepalaku.

Suara itu-- aku seperti mengenalnya. Tidak! Aku pasti berkhayal. Segera ku berlari menuju kamar mandi lalu meraup wajahku. Sebuah mimpi mana mungkin bisa menjadi kenyataan. Semua itu hanya mimpi.

"Seperti nya jiwamu belum terkumpul sepenuhnya. Kau masih mengira ini mimpi. Sungguh memalukan," suara itu seakan mengejek.

"Diam! Kau siapa? Kalau berani tunjukkan wujudmu," teriakku.

Gelisah menghantuiku. Ini pasti masih didalam mimpi. Aku yakin itu. Dengan berani aku berbalik mencari sumber suara itu.

"AAAA... Tuyuul!" aku berteriak lebih kencang.

Aku pun melempar seluruh barang dikamarku. Tidak peduli dengan kondisi kamar yang semakin berantakan. Sepatah kata tidak dapat ku ucapkan. Tubuhku seakan terhenti. Seseorang usir makhluk aneh dihadapanku!

Setelah kekacauan yang kubuat tadi, keadaan seketika senyap. Aku penasaran apa yang terjadi, walaupun aku tak peduli dengan keadaan makhluk itu. Segera ku dekati tempat dimana aku melempar tadi. Bila didekati rasanya takut, tapi jika tidak rasanya penasaran sekali. Huh! Dasar aku.

Aku berusaha mengangkat bantal sebagai barang pamungkas yang kulempar dengan perlahan. Meskipun hanya menggunakan ujung jariku.

"Oh tidak. Apakah aku membunuhnya. Ceroboh sekali dirimu, Ziva," ucapku gemetar.

Segera kuambil kota P3K ku. Jangan takut Ziva dia butuh bantuanmu. Beranikan dirimu. Aku pun mengambil minyak yang mungkin akan menyadarkan makhluk itu dari siuman.

Sungguh pria aneh atau yang kusebut makhluk aneh dengan ukuran tubuh sekitar 5 cm tepat berada dihadapanku. Aku menatapnya dan merenung sejenak. Entah kenapa ketakutan tadi seakan sirna, malah terganti dengan kehangatan.

Matanya pun terbuka. Syukurlah dia tidak apa-apa.

"Apa yang makhluk kecil sepertimu lakukan disini," desakku.

Aku memang nyaman didekatnya. Tapi aku tetap butuh penjelasan. Didunia ini tidak mungkin ada pria dengan ukuran sekecil itu. Apa benar sekarang ini hanyalah mimpi?

"Kan sudah ku bilang padamu. Ini bukanlah mimpi," kejut makhluk itu.

Apa? Dia mendengar suara hatiku. Tidak. Dia pasti hanya menebak-nebak. Ini cuma kebetulan.

"Berhentilah bergumam. Bisakah kau duduk dikursi saja? Leherku sakit menongak kearahmu," ujarnya.

Entah kenapa aku malah menurutinya begitu saja. Tapi biarlah, mungkin nanti aku akan dapat penjelasan darinya.

Pria kecil itu pun berdiri seolah akan memaparkan sesuatu, "Sebelumnya terima kasih telah membuat diriku tersadar. Tadi tak sengaja kudengar sesuatu seperti Ziva. Apa benar itu namamu?"

Aku pun hanya mengangguk mengiyakan. Yang aku heran, walaupun berukuran kecil, langkah sepatu dan suara nya masih terdengar jelas ditelingaku. Aneh sekali. Siapa pria tegap dengan pakaian seperti yang ada didongeng anak-anak ini. Begitu pula gestur tubuhnya formal sekali.

"Baiklah Ziva. Pertanyaan yang pertama, apakah kita pernah bertemu dalam mimpi? Jawabannya,kita sudah bertemu dan bukan dalam mimpi. Apakah kau mengingat pasal jurang dan gagak?" tanyanya penuh keseriusan.

Guardian Of HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang