54. Pelarian Manis

428 35 2
                                    

PADATNYA Jakarta di kala malam minggu tidak serta-merta membuat Nathan berniat menahan diri untuk mengalah pada para pengguna jalan yang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PADATNYA Jakarta di kala malam minggu tidak serta-merta membuat Nathan berniat menahan diri untuk mengalah pada para pengguna jalan yang lain. Pria itu hampir tak memberi celah pemotor yang kerap kali menyalip paksa di antara kemacetan atau antrian lampu merah. Raut wajahnya begitu kaku, sedangkan matanya sejak tadi tak terlihat sedikitpun lengah mengarah penuh ke jalanan.

Ponselnya sudah berdering berkali-kali, pesan pun masuk bertumpuk menunjukan Kenzo yang begitu khawatir padanya. Walaupun Nathan mengetahui itu, sepertinya ia sepenuhnya siap menghadapi omelan Kenzo nanti karena telah meninggalkan sahabatnya begitu saja di kedai Lele Ijul tanpa sepatah katapun. Nathan tak terdistraksi, di pikirannya saat ini hanya ada tentang Denis. Sepanjang perjalanan ia terus berpikir mencari jalan tikus yang bisa membantunya sampai lebih cepat di kompleks perumahan yang Denis tinggali.

Hingga dua puluh menit kemudian, Nathan akhirnya sampai di depan rumah Denis. Jam terbangnya bertahun-tahun menjadi orang lapangan yang menguasain jalanan, ternyata berguna di saat-saat mendesak seperti ini. Meskipun harus melewati gang-gang sempit, Nathan dapat menghela napasnya puas karena bisa sampai sepuluh menit lebih cepat dari prakiraan maps.

Rumah dengan pagar besi bercat putih itu terlihat sepi. Nathan tahu pasti akan menghadapi situasi seperti ini. Sudah hampir tengah malam, namun pria itu sama sekali tidak nampak mengurungkan niatnya untuk menemui Denis. Rasa khawatir terlalu menguasai Nathan, dalam hatinya bertekad. ia hanya akan pergi nanti ketika sudah memastikan kalau Denis dalam keadan baik-baik saja dengan mata kepalanya sendiri.

Bel ditekan, dan pada upaya ke tiga, barulah Denis muncul. Gadis yang tingginya tak sampai dengan seratus enam puluh senti itu mengenakan piyama coklat bermotif bunga-bunga putih. Bahan satinnya terlihat mengkilap karena terkena cahaya lampu teras. Sambil menguncir rambutnya yang berantakan, Denis memicing dan mendapati Nathan. Matanya pun kini sontak terbelalak.

Bukan tatapan sinis penuh ejekan yang Denis dapati malam itu. Juga bukan kalimat tajam yang selalu diselorohkan Nathan padanya ketika bertemu. Begitu Denis membuka kunci pagar, tak sampai satu detik Nathan menyerangnya dengan sebuah pelukan mengejutkan. Pria itu merengkuhnya dalam. Tak memberi Denis kesempatan untuk melawan. Sangat cepat sampai-sampai Denis lupa caranya bernapas dengan normal. Di titik ini, rupanya Denis sudah kalah tanpa peringatan.

"Syukurlah lo ada di sini..." bisik Nathan pelan.

Sementara di dalam sana, jantung Denis seperti sedang menggaungkan genderang perang. Pikirannya meyakini kalau dirinya masih terkukung mimpi yang kejam. Tentu kejam, karena bagi Denis, semua tentang Nathan hanya akan membawanya pada kenyataan pahit. Ia sudah lelah menanggung takdir cinta sepihak. Tidak ada tempat untuknya di hati pria itu, sebab Denis tahu seberapa parah dirinya dulu merusak kedamaian hidup Nathan.

"Ivan nemuin lo nggak?!" pelukannya merenggang. Kedua tangan Nathan kini berada di lengan Denis, sementara matanya menatap wajah gadis itu dengan penuh perasaan cemas.

"Lo kenapa sih? Jangan bikin gue takut gini Nat!!!" Denis berbalik tanya karena ia sama sekali tak paham dengan keadaan yang kini sedang ia hadapi.

"Jawab gue Nis! Ivan nemuin lo apa nggak!!!" cecar Nathan. Nadanya meninggi, membuat Denis melangkah mundur karena ketakutan.

Sweet Escape [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang