"KAMU udah pastiin nggak ada yang ketinggalan kan?"
Denis melemparkan kalimat tanya sambil memperhatikan pria jangkung yang berjalan seirama dengan langkahnya sejak tadi. Bandara hari itu cukup lengang, cuaca cerah yang terlihat di dinding-dinding kaca mempertontonkan langit biru bersih tanpa awan. Jika tidak ada kendala berarti, pesawat yang akan membawa Ivan ke benua biru akan segera take off kurang lebih satu jam lagi.
Setengah hati. Wajahnya jelas menyiratkan perasaan tak rela ketika tiba harinya ia harus meninggalkan Denissa dan segalanya. Ivan harus pergi, bukan hanya untuk membayar segala tidakan bodohnya terdahulu, tapi juga membangun hidup baru demi mengembalikan kepercayaan orang-orang terdekatnya. Terutama papanya yang sejak Ivan mendekam di balik jeruji besi hingga detik ini tak pernah menyempatkan untuk bertatap muka dengannya.
Ivan paham betul kalau dirinya begitu beruntung karena dunia masih menyisakan tempat untuk pria bajingan sepertinya. Segala bentuk bantuan Adam, dukungan kedua orang tuanya meski tak terang-terangan, juga Denis yang dengan besar hati mau memberinya ruang, membuatnya semakin yakin jika pergi meninggalkan Ibu Kota adalah pilihan yang terbaik. Walaupun dasar hatinya tak rela, Ivan harus menyingkirkan segala keraguan dan ketakutannya itu agar dirinya yang dulu benar-benar hilang tertimbun waktu.
"Nggak ada Denissa, tapi... aku bisa tinggal kalau kamu minta."
Langkah keduanya terhenti di batas pengantar penumpang. Ivan harus segera menuju ke jalur imigrasi. Pria tampan itu kemudian membuka ranselnya dan mengambil paspor serta tiket pesawat yang sudah Adam persiapkan di jauh-jauh hari. Sebelum ia melangkah pergi, pandanganya sempat memendar ke sekitar seperti mencari-cari seseorang. Lalu di tatapnya lagi Denis begitu dalam. Gadis itu mengerjap keheranan, senyum tipisnya kemudian memekar dan berhasil memenangkan hati mantan kekasihnya itu lagi.
"Ada yang lebih butuh kamu Van di sana, jangan bikin dia lama nunggu tanpa tahu kamu ragu ninggalin masa-masa kita yang udah selesai." Denis bertutur ringan, seolah dirinya sudah sepenuhnya rela kalau Ivan bukan dari bagian dirinya lagi.
Dulu rasanya begitu menyakitkan kala Ivan kedapatan menduakannya. Hatinya hancur, Denis kehilangan arah dan dirinya sendiri karena tempatnya di hati Ivan ternyata telah terbagi. Namun hari ini, Denis hampir tak merasakan apapun. Perasaannya sudah lama mati, menemui Ivan hari ini baginya adalah sebuah bentuk hubungan baru yang dinamakan pertemanan, tak lebih dari itu dan tak akan pernah.
"Jangan benci aku ya..." tutur Ivan pelan. Perkataan Denis barusan seakan menjelaskan betapa tidak ada lagi yang bisa gadis itu harapkan padanya. Ivan tertunduk malu, di detik itu ia sungguh tak punya nyali walau hanya untuk menatap balik gadis yang menjadi hal terberat baginya tuk pergi.
"Udah nggak bisa. Udah lewat, yang penting kamu baik-baik ya. Aku malah lega pas Adam cerita kalau Mala bakalan nemenin kamu di sana. Soalnya selama ini kamu selalu ngandelin aku sama Adam kalau ada apa-apa kan?" Denis memamerkan senyum terbaiknya berharap agar pria itu jadi tak murung lagi. "Meski begitu... Perlakuin dia dengan baik ya. Pasti nggak mudah tinggal sendirian di tempat yang jauh dan asing."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Escape [✓]
Romance🏆 Spotlight Romance Of January 2024 - WattpadRomanceID Jonathan sedang berlari dari derita patah hati yang selalu mengekorinya kemanapun pergi. Semangat hidupnya tidak sebesar hari kemarin, sebelum gadis yang begitu ia cintai memilih pria lain. Pr...