“Sebuah cerpen”
Neng, jika kau ingin kembali, kembalilah #2Waktu isya telah kekang dari pusaranya, suara santri mengaji masih terdengar samar. setidak nya, dua atau tiga santri yang masih melantunkan ayat-ayat suci. malam ini, bulan pun terlihat lebih bersinar, pantulan sinarnya dikolam menambah aistetik dikala bercermin pada air yang sedikit bergelombang. Aku menyenderkan kepala di lemari yang telah usang, di buku kecil sebagai penyambung komunikasi dengan gadis beralis tebal yang menaungi matanya. Aku tidak pernah menyangka, kalau hari-hariku sebelum bertemu Neng Khodijah akan terasa biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa, tidak ada bintang yang tiba-tiba jatuh di atma. Rasa memang punya jalannya sendiri.
Khayalannya masih berseliweran di otak, Aku mencoba untuk memulai, aku tidak mau menjadi laki-laki yang Naif bertahun-tahun, ku keluarkan selembar kertas yang bertuliskan "sejuta diksi indah Untuknya", dan ku keluarkan polpen yang sudah sekarat, karena buah kalam nya sebentar lagi akan habis, sebab setiap hari menuliskan keindahan parasnya. Niatku sudah tak terbendung lagi untuk Menuliskan surat untuknya. surat, yang mungkin menjadi buah cinta dalam sanubari, atau sebaliknya menjadi duri yang teramat perih dalam jiwa. Bergetar tangan ini saat ku taruh ujung polpen di kertas yang kosong. aku bingung harus mulai darimana. basa basi yang elegan mungkin lebih efektif untuk memulai sebuah diksi dalam surat cinta.
Narmada, 18 Juni 2014
Dear, Neng khodijahBuat kamu yang lagi jauh tapi dekat dihati, Walaupun kita jauh, kendati kita terpisahkan oleh status atau kasta, Percayalah, hati ini akan selalu untuk mu, Aku tahu ini sangat berat untuk untukku dan juga untukmu, Tapi aku ingin kau mengerti, Aku tidak ingin karena surat yang aku tulis ini akan membuat beban dalam fikiran mu. Tapi, Rasa ini harus sampai padamu. Engkau tahu? Istirahat malam ku terusik semenjak tatapan mu menghipnotis mataku yang sayu. tatapan yang membuat hati ku tak karuan. jujur saja, semenjak tatapan mu yang dulu Membuat aku jatuh hati. berat rasanya jika tidak mengutarakan nya. sebab, peperangan akal dan batin terus saja bergejolak tanpa henti. Berhenti merindumu atau harus memperjuangkan mu. Kendati engkau tahu, aku hanya santri biasa. Aku bukan anak kyai sepertimu apalagi pejabat tinggi. Namun, yang aku tahu benih cinta tak pandang siapa. Ini pengalaman pertamaku menjadi laki-laki yang utuh. Laki-laki yang merindukan tatapan seorang gadis yang aku harapkan keutuhannya. Aku menginginkan kejujuran dari jawabanmu. Jawaban yang selama ini aku tunggu, dan aku harapkan. Semoga neng khodijah mengerti maksudku.
Salam,
Raikhan.Singkat dan objektif. Sebuah surat yang butuh keterlibatan komitmen. Semenjak ku angkat ujung polpen ku diatas kertas yang bertuliskan sederet kata-kata yang meyakinkan seorang gadis sholihah. semenjak itulah aku memutuskan komitmen ku sendiri. Jika tertolak bersabarlah dan jika diterima bersyukurlah. Sabar dan syukur menjadi tombak sebuah kemenangan. Banyak orang yang gila karena tidak bersabar setelah mendapatkan balasan yang menderu pahit. Itu tidak mungkin terjadi. Ucap ku bergumam.
Segera aku masukkan surat yang sudah aku lipat rapi kedalam amplop yang masih baru. Sesekali aku menelan ludah. Suara speaker pondok yang berdecit memengkakkan telinga. Sepertinya ada pengumuman dari bagian ta'lim pondok.
Bener saja, semua santri di himbau agar segera ke pegedengan pak kyai Ma'mun. Aku langsung bergegas dari ruang khayalan tak berpenghuni. Sembari membawa amplop yang berisi surat yang penuh Anushka yang aku selipkan di buku harian.
Langkah kaki ratusan santri berderu menggetarkan tangga. Aku berjalan di tengah kerumunan. Riuh para santri bertanya-tanya, ada apa ini? kok tumben pak kiyai menyuruh kita ke gedeng beliau? Bahkan ada santri yang berpendapat "mungkin kita akan di kasih uang", ada juga yang ber pendapat lebih masuk akal "mungkin kita akan dipulangkan", tapi itu hanyalah kemungkinan semata. Aku hanya terdiam tak berkomentar diantara ratusan satri yang ribut saling bertanya-tanya.