Orang-orang yang tenggelam, seringkali tidak terlihat. Seolah tak kasat mata padahal banyak manusia di sekelilingnya. Hingga tersisa buih-buih di permukaan yang perlahan menghilang bersama jiwa yang turut melebur di dalam air.
"Langkah Andre tertahan.
Ada yang mendahuluinya.
Heksa.
Benar.. Itu Heksa!
Tiba-tiba saja Heksa datang berlari menerobos pintu lalu melompat turun ke kolam.
Byur!
Suara dari arah kolam sontak membuat orang-orang di sana tersadar. Hansamu dengan sigap melompat ke kolam. Melihat Heksa kesulitan menangkap tangan Ginny, ia turut membantu mendorong tubuh gadis itu agar naik ke permukaan.
"Bisa-bisanya gue nggak sadar kalo Ginny masih di kolam." Willy menggaruk tengkuknya panik. Ia berdiri di pinggir kolam sembari mengamati situasi. Kalau-kalau dibutuhkan, Willy siap membantu.
Pak Dendy langsung menghubungi rumah sakit dan meminta segera mengirim ambulance.
Heksa dan Hansamu berhasil membawa tubuh Ginny ke permukaan. Keduanya berusaha sekuat tenaga untuk menaikkan gadis itu ke pinggir kolam. Rasanya sungguh sangat berat. Heksa yang punya tenaga seperti badak itu pun sampai nyaris menyerah. Tangannya sangat pegal ketika menggendong Ginny bersama Hansamu menuju pinggir kolam.
"Ya Tuhan, Ginny.."
Pak Dendy serta Willy menarik tubuh gadis itu lalu membaringkannya ke pinggir kolam. Guru olahraga itu berusaha memberi pertolongan pertama. Tapi tak ada pertanda baik. Ginny masih terbujur kaku dengan tubuh yang membeku seperti es.
Merasa usaha Pak Dendy tak ada hasil, Heksa kembali membungkuk lalu menggendong Ginny ke luar area swiiming pool. Lelaki itu berlari menyusuri koridor. Disusul dengan Willy bersama Hansamu di belakangnya. Air menetes meninggalkan jejak kaki Heksa yang basah. Sementara Pak Dendy berada paling depan. Mencari ruang agar murid-murid menepi ketika mereka melewati koridor.
"Sial. Mulai pegel tangan gue." Heksa menggerutu tapi suaranya sampai ke Willy.
"Lo mau sampe kayak gini, pasti karena udah janji ke Pijar, kan?" bisik Willy sembari mempercepat larinya agar sejajar dengan Heksa. "Lo emang cowok sejati, Men.."
"Man..Men Man..Men... Coba aja kalo tadi lo nyadar duluan, pasti nggak kayak gini endingnya."
Willy terengah-engah. Murid-murid yang masih berada di sekolah tentu terheran-heran melihat Heksa berlarian bersama Hansamu dan Ginny dengan kondisi basah kuyup. Ada kejadian apalagi?
"Itu ambulancenya sudah datang."
Beruntung ketika sampai di lapangan, petugas ambulance langsung sigap mendatangi mereka. Heksa membaringkan tubuh Ginny ke ranjang beroda.
Salah satu petugas rumah sakit menoleh sebelum menutup pintu belakang mobil.
"Ada yang mau ikut bersama kami"
Willy menyikut Heksa. "Ini, nih. Dia yang tadi nolongin Ginny. Sana, Sa. Bareng ambulance aja."
"Ini mobil ambulance yang juga dipakai buat jenazah?" tanya Heksa. Wajahnya memucat. Ia bergidik ngeri lalu bergeser ke samping Willy. "Lebih baik Pak Dendy saja. Beliau guru mata pelajaran olahraga sekaligus menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas kejadian ini."
Pak Dendy langsung melotot. Tapi karena tak bisa membantah, akhirnya ia masuk ke ambulance untuk menemani Ginny.
"Yaelah, Sa. Masih aja lo parno soal ginian.," ceplos Willy sambil bergeleng. "Gendong Ginny dari kolam renang aja kuat, giliran liat ambulance langsung lemes kek nggak bertulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY BIRTH-DIE 2 (dan kisah di balik mata ajaib Andre)
FantasyYANG SERI 1, BACA DI WATTPAD BELIA WRITING MARATHON UP SETIAP SENIN DAN KAMIS Masih ada cerita yang belum terselesaikan. Masih ada misi yang harus dilanjutkan. Dengan atau tanpa bantuan, aku akan berusaha menjaga lilin-lilin itu agar tetap bepijar. ...