09. Gibah

31 3 0
                                    

Hema menghembuskan nafasnya gusar, tatapan nyalang yang dilemparkan Ayah serta Ibu nya membuat gadis itu mati kutu, dirinya melirik kearah Gandi yang ikutan tegang. Ini semua benar-benar salahnya.

"Kalau tidak mau, bilang sama Bapak! Bukan malah kabur kaburan! Kamu pikir usia kamu itu masih pantas pake acara kabur dari rumah begitu?!" Ucapan galak itu membuat Hema memilin bajunya nya pasrah.

"Hema, padahal Ibu aja gak akan maksa. Untungnya nak Gandi ini bilang kalau kamu ada dirumahnya, kalau enggak, udah jantungan itu Bapak kamu." Hema memberengut.

"Ibu ngomongnya jangan gitu dong! Kan ini juga salahnya Ibu! Suruh suruh Hema buat dijodohin!" Seakan tidak terima karena disudutkan, gadis itu malah menghardik Ibunya sendiri.

Ayah Hema nampak menarik nafas jengah, "Maaf ya, Mas. Kalau kelakuan mereka berdua ini sedikit bikin emosi, jujur saya juga lelah. Sekali lagi terimakasih sudah memberi tempat tinggal untuk Hema dua hari ini." Gandi yang dari tadi diam akhirnya mengulas senyum tipis.

"Sama sama Pak, ini juga salah saya."

"Tapi, gimana bisa kamu malah nyasar dirumah nak Gandi?" Pertanyaan kepo dari Ibu Hema membuat gadis itu memutar bola mata malas.

"Anak Ibu ini temannya banyak! Kebetulan adeknya Pak Gandi itu temannya Hema, makanya bisa nyasar disana." Terangnya, diselipi nada ketus yang terdengar seperti bocah.

"Kalau begitu, Pak, Bu. Saya izin pamit untuk pulang, sudah larut malam sekali. Besok beberapa peralatan dan pakaian Hema yang masih tertinggal dirumah saya, saya bawa kemari." Gandi pamit undur diri, membuat Hema menipiskan bibirnya merasa tidak suka.

"Aku mau pulang ke kost aja Bu, Pak." Langkah Gandi bahkan terhenti, pria itu menoleh kembali kebelakang dan menatap Hema yang sudah berdiri.

"Gak ada! Dirumah saja!" Ujar Ayah Hema nampak sebal.

"Ck, Hema besok dan seterusnya ada urusan banyak dikampus Pak. Belum lagi nyelesain skripsi, kemarin dosen Hema bilang ada yang harus direvisi." Penjelasan Hema membuat orangtua nya saling pandang.

"Mau naik apa kamu ke kost? Motor kamu'kan kunci nya gak ada." Hema mencebik, baru teringat jika kunci motornya berada dirumah Gandi.

"Tuh! Sopir baru Hema masih nungguin." Ucapan Hema membuat Gandi menaikkan alisnya.

"Hustt! Ngawur kamu." Pukulan Ibu Hema membuat gadis itu mendesis sakit.

"Kamu mau saya antar ke kost?" Pertanyaan Gandi dibalas anggukan semangat dari Hema.

"Ya sudahlah sana, kabari jika sudah sampai. Awas macam-macam kamu!" Hema kiceup, mengangguk nurut atas perintah Ayahnya.

"Siap Bapakku! Hema pamit ya." Ujarnya, menjabat tangan lalu menyusul Gandi yang sudah berada di ambang pintu.

Saat memasuki mobil, Hema menarik nafasnya panjang. "Alhamdulillah, bisa bisa saya gak main kalo harus tinggal dirumah Pak! Bayangkan Pak betapa bosannya pasti." Gandi acuh, tidak perduli pada ucapan Hema.

"Eh Pak, ngomong-ngomong. Kok Bapak saya juga bisa kenal Bapak sih? Katanya Pak Gandi cuma tolongin Ibu saya yang mau kecopetan." Gandi melirik Hema sekilas dan kembali fokus pada jalanan padat didepannya.

"Saya'kan terkenal, wajar Ayah kamu kenal saya." Hema menaikkan bibir atasnya, julid.

"Bapak gak terkenal, buktinya saya gak tau kalo Pak Gandi ternyata CEO SosialMath." Gandi berdecak sambil menekan tuas berbelok menuju perumahannya. Catat, perumahannya.

"Itu karena kamu makhluk primitif, makanya gak kenal saya." Hema hanya membalas dengan delikkan mata, gadis itu sepertinya tidak menyadari jika kini berada diperumahan pria disampingnya.

FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang