Ully kembali melirik HP pemberian Gina yang tergeletak di atas meja. Pikirannya melayang kemana-mana, tugas Bahasa Indonesia yang sudah sedari tadi ada di hadapannya pun tak juga selesai.
Semenjak peristiwa hari itu di rumah Gina, dia semakin enggan menggunakan HP-nya. Hari ini adalah hari kedua benda itu ditelantarkan pemiliknya, dayanya yang sudah terkuras habis tak kunjung diisi ulang.
“Sebenarnya sayang juga sih kalau nggak dipakai, tapi aku nggak bisa. Cuma melihatnya aja membuatku ingat sama Gina…dan aku nggak suka itu.”
Pikirannya kembali menerawang ke beberapa hari yang lalu saat dia, Isa dan Ogie ada di rumah Gina. Apa yang didengarnya serasa tidak nyata, mungkin itu hanya jebakan, jebakan seseorang yang tidak menyukai mereka. Namun sikap Gina justru menegaskan segalanya, secara tidak langsung dia mengakui kalau itu semua adalah perbuatannya. Sedih-kecewa-marah campur aduk menjadi satu dalam kesakitan hati yang dia rasakan. Teman yang dipercayanya selama ini ternyata membohonginya. Bukan karena ternyata Gina menyukainya, tapi cenderung karena apa yang ditakutinya selama ini adalah ulah temannya sendiri. Terlebih karena Gina lah yang menyebabkan Ogie menjauhinya.
***
“Tak biasanya Lala ikut aku ke kantin. Maksudnya, dia biasa ke kantin tapi nggak sama aku. Aku sama dia emang teman sebangku, tapi nggak cukup dekat. Selain karena dia emang anak yang tergolong pendiam, juga karena aku belum lama kenal sama dia. Hmm…menurutku dia sekarang sudah lebih terbuka dari beberapa bulan yang lalu saat aku baru pertama kali mengenalnya, mungkin…karena dia berteman denganku? Hehe.” Ully kembali duduk, bergabung dengan Lala dan teman-temannya yang lain setelah mengambil segelas es jeruk pesanannya.
Ketika dia kembali teman-temannya sudah asyik berbincang tentang cowok, hanya Lala yang tidak terlihat tertarik. Sebenarnya Ully juga, dia tidak sedang merasa ingin membicarakan tentang cowok, apapun itu topiknya. Jadi mungkin kali ini dia akan duduk manis dan mendengarkan celotehan temannya saja.
“Ly, Ully! Sini deh.” mata teman-temannya terlihat berapi-api saat melihatnya kembali.
“Apaan coba?”
“Denger-denger…” salah satu temannya mulai berbisik, sementara yang lain semakin mencondongkan kepalanya ke arah Ully. “Kamu deket ya sama Mas Bayu?”
“Ya ampun, dia lagi.” mata mereka tak berkedip saking penasarannya. “Enggak…Siapa bilang?”
“Ih, anak-anak udah rame ngomongin itu kali, Ly.”
“Yah…basi banget, telat kalian. Aku udah sampai musuhan lagi sama dia.”
“Iya Ly, kamu itu udah terkenal di antara anak IPS.” timpal yang lain.
“Oh, jadi begini ya rasanya ‘terkenal’?”
“Jangan-jangan kalian udah jadian, ya?”
“Iihh…gosip banget tuh! Jangan percaya!” bantahnya mati-matian.
“Katanya kemarin kamu jenguk Mas Bayu waktu dia di rumah sakit.”
“Andai aja mereka tahu tujuan sebenarnya aku datang ke sana.”
“Jadi itu nggak bener??”
“Enggak lah…kalau kalian pernah lihat kita bareng ya itu kebetulan ketemu aja.” Ully mencoba berkilah, tapi tak mau berbohong, maka dia cepat-cepat mengalihkan pembicaraan, “Emang kenapa sih? Ada yang naksir sama dia ya?”
“Ah, nggak asik ah. Ternyata cuma isu doang.” sontak yang lain ikutan lesu. Lala seperti sedang menahan tawa di tempat duduknya.
“Apaan sih? Bisa enggak kalau nggak ngomongin cowok doang? Huh.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Kamu...Titik!
Novela JuvenilUlly, cewek yang baru masuk SMA, bertemu dengan cowok yang sama sekali tidak dia perhitungkan sebelumnya, karena dia sudah punya perasaan lebih dulu pada teman dekatnya sejak SMP. Siapakah yang akhirnya akan Ully pilih? Dan bisakah dia memilihnya? A...