chapter 6

4.6K 357 9
                                    

Adalah Gracia yang begitu naif mengharapkan suatu perubahan yang terjadi pada Shaninya. Apa yang terjadi semalam sungguh masih terngiang. Gracia bahkan tak segan menyunggingkan senyum manis penuh makna tersirat kala mengingat pergumulan panas bersama dengan Shaninya seorang.

Matahari Paris pada pagi di akhir pekan ini sudah menampakkan keanggunannya. Secara resmi menggantikan tugas sang rembulan yang sepertinya terlalu lelah menjadi saksi bisu atas apa yang terjadi di kamar Shani dan Gracia semalam.

Gracia masih dengan rona bahagianya berada di ruangan dapur. Penampilannya pagi ini benar-benar terlihat cerah dan segar. Padahal pakaiannya sungguh sederhana—pun tanpa olesan tacap-tacap nicis dan gaya rambutnya yang juga hanya di cepol seada-adanya saja.

Benak Gracia secara impulsif masih begitu santer ingin melihat perubahan yang akan terjadi pada Shani.

Tolong jangan marahi Gracia. Toh, tidak ada salahnya ia berharap sedemikian rupa. Genap satu tahun menikah, Gracia tentu sangat ingin Shani menghangat, berperilaku baik, menyayangi dan begitu mencintai Gracia—seperti Gracia menyayangi dan mencintai Shaninya.

Lagian, siapa manusia di dunia ini yang tidak ingin pernikahannya terjalin harmonis?

Kalau boleh di suruh jujur, pun Gracia itu sudah nyaris ada di titik jengah. Dia bosan di diamkan, dia bosan di anggurkan. Dia bosan tidak di perhatikan. Dia bosan jadi istri yang teracuhkan!

Bukan Shani yang bak pembunuh berdarah dingin, bukan Shani yang kata Feni bak pohon pisang yang tak punya hati, bukan Shani yang jarang menyapa meski keduanya tinggal di satu atap yang sama, bukan Shani yang hanya akan berlagak manis di depan Kinal dan Veranda. Bukan. Sepenuhnya bukan itu Shani yang Gracia inginkan.

Gracia ingin sekali Shani—selalu ingin Shani, setidaknya seperti semalam.



"Pagi yang cerah, sayang?"

Gracia berjengit kala sebuah suara menyapa gendang telinganya. Ia lekas menoleh dan mendapati Veranda sudah berdiri dengan tawa geli menghampirinya.

"Mama ngagetin aja," balas Gracia melempar senyum dan kembali melakukan aktivitasnya—membuat kopi untuk Shani yang masih terlelap di kamarnya.

"Jadi? Gimana?"

Gracia mengernyit, kepalanya di tolehkan lagi pada si Mama mertua, "Gimana apanya, Ma?"

"Itu loh...." Veranda makin mendekat, berdiri di samping Gracia kemudian berbisik, "Yang semalem jadi di lanjut?"

Sepersekon setelahnya jantung Gracia nyaris mencelos dari tempatnya. 

Apa-apaan Mama mertuanya ini?! Bisa-bisanya nanya begitu? Gracia kan, malu!


"Ehm... Ng-nggak kok, Ma. S-shani langsung tidur pules." dalih Gracia, kikuk.

Veranda terkekeh. Ia jelas mencium bau-bau kebohongan nyata dari mantu kesayangannya itu, "Masa sih?" Istri Kinal itu menyelidik.

"I-iya."

"Tapi nih ya, Gre. Semalem Mama kok nggak bisa tidur nyenyak, ya? Gara-gara Mama tuh kayak dengar suara-suara gitu dari kamar sebelah."

Mampus!

Aktivitas Gracia yang sedang mengaduk kopi untuk Shaninya langsung terhenti. Ia terkesiap dengan pernyataan Veranda. Ludahnya sekarang seolah tersendat di tenggorokan—begitu sulit untuk di telan.

"S-suara apa, Ma? Perasaan Mama aja kali. A-aku sama Shani langsung bisa tidur kok. Nyenyak malah." Lagi-lagi Gracia masih berkilah, berusaha membangun sebuah alibi meski sebenarnya sangat percuma.

Stay, and Love Me! (Greshan Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang