Sengaja di-up di sini. Selain biar awet, siapa tau bakal ada yang baca kegabutanku. Hehe.
Happy Reading 💜🐚
2010, Kampung kecil di Kota Balikpapan.
Aku Nanda, dan gadis kecil ini adalah Aira. Usianya sekitar empat atau lima tahun. Dia bukan adikku, dia anak dari tetangga yang dulu tinggal di depan rumahku. Tiga tahun lalu, Aira mempunyai keluarga yang utuh dan cukup kaya di tempat kami. Dia mempunyai seorang kakak laki-laki yang usianya tiga tahun lebih tua dariku. Orang tuanya sibuk bekerja dan kadang tidak pulang hingga empat hari. Rumah besar mereka kami jadikan tempat bersantai dengan barang-barang yang cukup mahal seperti yang biasa muncul di film. Tetangga kami pun sering ke rumah mereka sekadar untuk menonton tv.
Tapi semuanya berubah. Rey-kakak aira-kini tinggal di rumahku yang bahkan tiga kali lebih kecil dari kamarnya dahulu. Wilayah kami terbakar habis dan hanya menyisakan deretan ujung di bagian rumahku. Rumah Rey dan Aira habis tidak tersisa. Saat itu Aira berusia satu tahun. Bagian kecil yang tersisa dari rumahku yang terbakar menjadi tempatku, Rey dan Aira tinggal sejak beberapa tahun ini. Tanah sisa kebakaran itu terpaksa Rey jual untuk membantu melunaskan hutang orang tuanya. Aira yang masih kecil butuh seseorang untuk merawatnya, dan Rey tidak punya siapa-siapa. Akhirnya aku memutuskan untuk membiarkan mereka tinggal di tempatku yang kecil. Rey tidak punya pilihan dan harus bekerja keras untuk membayar sisa hutang. Dia pergi pagi dan pulang larut malam. Aira tumbuh besar bersamaku.
Malam ini Aira terbangun dari tidurnya. Sudah pukul 23.47 dan dia masih belum bisa tertidur.
"Aira ... tidur, yuk. Kak Nanda ngantuk banget," ucapku sambil menepuk pelan pahanya.
Beberapa menit setelah aku tertidur bersama Aira, suara tarikan pintu membuatku terbangun dan mencari seseorang di baliknya. Itu Rey. Dia sedikit terkejut melihatku belum tertidur. Bukan belum, tapi terbangun. Selama ini dia selalu pulang setelah aku terlelap.
Rey mengambil selimut untuk melapisi lantai, menaruh bantal dan langsung berbaring di bawahku. Ukuran rumah satu meter lebih kali dua meter ini membuat kami harus tidur seperti itu. Hanya ada satu lemari kecil tempat pakaian kami disimpan.
Merasa tidak enak dengan Rey yang tidur di bawahku, aku pun bergeser dari samping Aira dan berpindah ke sampingnya. Selama tinggal di rumah, Rey tidak pernah menegurku satu kalipun sejak beberapa tahun ini. Tapi saat di luar, dia menyapa dengan baik. Sampai sekarang aku masih tidak bisa mengerti itu.
Dia berbalik dan menaruh bantal di antara kami. Kadang dia juga sedikit menyebalkan. Kalau aku ingin melakukan hal aneh, pasti sudah aku lakukan sejak lama, apalagi di ruangan sekecil ini dan membuat jarak kami juga menipis.
Aku menarik selimut, berbalik ke arah dinding dan ikut tertidur.
08 November 2010.
Wilayah kami sekarang benar-benar berbeda. Orang yang tinggal di sini seperti harus bertahan setiap harinya. Hanya tersisa beberapa tetangga yang tidak ingin menjual tanah mereka ke pada perusahaan yang membuat rumah Rey menjadi jembatan alat berat berlalu lalang. Sisanya adalah penghuni baru yang tidak mengerti tata krama bertetangga. Kadang-kadang mereka menjadi musuh yang tiba-tiba menyerang.
Seperti sore ini, aku dan Aira sedang menyiapkan alat mandi dan menuju rumah Bu Ami tetangga sebelah kami yang memiliki kamar mandi. Segerombolan orang-orang datang mendekat menuju jembatan ke rumahku dan tertawa keras sesekali menatap teman-temannya. Aku terkejut heran dan hanya berdiam di depan pintu sambil memegang kuat tangan Aira. Wanita yang berlajan lebih dulu mendekat dan menarik tangan Aira dariku. Aku yang terkejut langsung menarik Aira menjauh dan mendorongnya ke dalam rumah. Mereka terus berusaha menangkap Aira, entah kenapa. Aku tidak tinggal diam dan menendang siapapun yang mendekat dan membuat mereka jatuh ke tanah yang berair. Kuambil Aira, mengunci pintu dan langsung berlari ke sebelah. Hampir sering hal seperti itu terjadi, dan orang-orang di sini hanya melihat dan menertawakan.