Damar POV
Setelah menunggu berhari-hari akhirnya Lambang memunculkan batang hidungnya. Kekesalanku yang telah lama ku tahan akhirnya lepas dengan sendirinya lewat tinjuku di pipi Lambang. Mada langsung menarik tanganku dan menahannya di belakang tubuhku saat melihat darah segar keluar dari ujung bibir Lambang.
"Sabar Dam. Kau tak boleh langsung menghakimi Lambang seperti ini. Kita perlu tahu alasannya" kata Mada.
"Kalian ini sedang membicarakan apa? Kenapa kau tiba-tiba meninjuku?" protes Lambang seakan dia tak memiliki kesalahan apapun. Wajahnya yang innocence membuat tanganku mengepal semakin keras. Kalau saja Mada tak ada di dekatku, aku sudah menghajar Lambang dengan jurus-jurus karate yang lama tak pernah ku latih lagi.
"Sebaiknya, kita selesaikan masalah ini dengan kepala dingin di studio musik. Aku tak ingin Adine trauma jika melihat Ayahnya memukuli Omnya tanpa sebab" kata Mada. "Lambang, aku dan Damar perlu tahu alasan pernikahanmu yang tiba-tiba dan kau sembunyikan dari kami".
Lambang mengangguk dan mengikutiku bersama Mada menuju studio musik di lantai atas rumahku, studio dimana dulu Vocalocious menghabiskan semua momen bersama. Aku mengunci pintu studio, agar tak ada yang masuk.
"Jadi apa alasanmu?" tanyaku pada Lambang. "Aku mencintai Anindya sejak pertama kali aku bertemu dan mengenal dia di sekolah penerbangan. Kecantikannya telah menawan hatiku".
"Njrit, hanya karena kecantikannya saja?" kataku. "Kau berpaling dari Sandy hanya karena kecantikan paras seorang wanita yang baru saja kau kenal? Sekarang aku tak yakin kau benar-benar mencintai Sandy. Kau hanya mempermainkan perasaannya saja dan menjebaknya dalam dunia penyuka sesama lalu kau meninggalkannya begitu saja". Kepalan tanganku mendarat di dinding yang keras hingga dinding itu retak dan sedikit berlubang.
"Damar, hentikan pukulanmu itu" bentak Mada. "Aku tak ingin melihatmu tanganmu terluka".
Aku hanya berputar-putar dalam studio musik untuk menghilangkan amarahku pada Lambang.
"Apa kau tahu Sandy telah menghilang?" tanya Mada pada Lambang. "Apa? Sejak kapan Sandy menghilang?" kata Lambang yang sekarang mulai kebingungan.
Mada hanya mengangkat bahunya dengan lemas. "Aku dan Damar sudah berusaha mencarinya selama seminggu ini. Tapi tak ada tanda-tanda yang jelas".
"Ini semua salahku telah menghancurkan hatinya. Kalau saja aku tak mengenal Anindya -". Aku memotong kata-kata Lambang dengan mencengkeram kerah kemejanya. Mada langsung berdiri dan menahan tanganku.
"Damar, kau sudah janji akan membicarakan masalah ini dengan kepala dingin" kata Mada menyadarkanku. Aku melepaskan cengkramanku dengan mendorong tubuh Lambang ke kursi di belakangnya.
Suasana studio ini mendadak sepi, saat kami bertiga memilih untuk diam dan menenangkan diri.
"Aku minta maaf karena telah menyembunyikan pernikahanku. Aku tak ingin Anindya mencurigai hubunganku dengan Sandy" kata Lambang.
"Dan kau lebih memilih untuk menghancurkan hati Sandy?" protesku.
"Sudahlah Damar, tenanglah. Aku yakin Sandy telah memaafkan Lambang, karena aku tahu Sandy selalu menjadi orang yang mengalah. Dia adalah lelaki yang sabar dan tegar" kata Mada berusaha menenangkanku.
"Lalu pesanku untukmu, ku mohon jika nanti Sandy kembali. Tolong jangan pernah kau mengusik kebahagiaannya lagi" tambah Mada pada Lambang.
"Tapi aku tak bisa kehilangan Sandy, Da. Aku masih mencintainya, aku ingin memilikinya juga dalam hidupku" kata Lambang. "Tidak Lambang. Kau tak bisa memiliki keduanya dalam dekapanmu. Tak ada orang yang mau diduakan oleh kekasih yang dicintainya dengan sepenuh hati" kata Mada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harmoni Cinta, Sandyakala
FanfictionCerita kedua ini adalah lanjutan dari Aksara Cinta Mada, namun di cerita ini Saya fokuskan pada kisah cinta Sandyakala Bagas Prakoso. Masih dengan konten yang sama yak, jadi bagi Homophobic tolong jangan cerca cerita ini, tapi kalau mau baca juga y...