Selamat datang di lapak aku. Perkenalkan aku, Grey. Panggil aku grey! 🙂
Absen dulu, ini cerita aku udah sampai kota mana aja?
Kalian tau Senyum dari Saguna dari mana?
Kalau gitu langsung aja. Happy reading~
Kalau umur gue tinggal beberapa hari lagi. Gue cuma mau bikin orang-orang yang gue sayang selalu tersenyum.
Saguna Damarlangit.
••••
Lampu ambulance menyala dan sirene yang terdengar nyaring memasuki kawasan rumah sakit membuat beberapa perawat berlarian keluar gedung dengan mendorong satu brankar.
Ketika ambulance benar-benar berhenti di depan pintu utama rumah sakit, lantas segera sopir dan perawat menurunkan penumpang mereka.
Mereka memindahkan seorang remaja laki-laki berjaket varsity ke atas brankar yang telah dibawa dari dalam.
“Dia kehilangan banyak darah. Detak jantungnya melambat,” tukas salah satu perawat yang turun dari dalam ambulance.
“Baik, akan segera kami tangani.”
Keadaan laki-laki yang kini telah di dorong ke dalam rumah sakit sangat memprihatinkan. Jaket yang ia gunakan setengahnya sudah dikotori oleh bercak darah. Kepalanya terus mengeluarkan darah. Wajahnya lebam dan salah satu kakinya pun patah.
Terlihat dua laki-laki seusianya berlari menyusul para perawat yang mendorong brankar menuju ruang ICU.
“Maaf, adik-adik. Kalian tunggu di sini aja! Biarkan dokter bekerja,” ujar seorang suster sebelum menutup pintu ICU.
Keduanya pasrah. Mereka menurut untuk menunggu saja di depan ruangan itu.
“Saguna...”
“Sabar, Rel.” Salah satu dari mereka menenangkan satu sama lain, “Saguna pasti selamat.”
“Kita harus kasih tau, Ibun dan Om Koboi, Vis. Mereka harus tau ini,” ucap Darel. Ia mengusap air matanya.
Jarvis mengangguk dan mengeluarkan ponsel dari sakunya. Dengan hati yang berat Jarvis berhasil mengabarkan keluarga Saguna.
“Bagaimana dengan Dania?” pertanyaan Jarvis membuat Darel ikut berpikir.
“Lebih baik kita kasih tau juga. Kita ‘kan tau bagaimana Saguna sayang sama cewek itu. Siapa tau adanya Dania juga membantu kesembuhan Saguna.”
Jarvis mengangguk untuk kedua kalinya. Ia mencari nomor ponsel pujaan hati Saguna yang tersimpan pada benda pipih miliknya, kemudian berhasil mengabari gadis itu.
•••
Suami dan istri serta kedua anak perempuan mereka tampak tergesa-gesa memasuki gedung rumah sakit. Setelah mengetahui ruang rawat seseorang dari resepsionis, keempat orang itu lantas melanjutkan langkah.
Lampu yang ada di atas pintu ruang ICU masih menyala merah. Pertanda dokter masih menangani pasiennya.
“Bagaimana keadaan Saguna?” Pertanyaan keluar dari gadis yang tubuhnya terbalut piama dilapisi jaket tebal.
Kedua cowok yang lebih dulu ada di depan pintu ICU itu tertegun. Mereka masih berat untuk menjelaskan.
“Abang...”
Tangis seorang gadis berusia kira-kira 15 tahun ini semakin menjadi melihat pintu tempat kakak laki-lakinya dirawat masih tertutup rapat. Tangannya mengetuk-ngetuk pelan pintu, berharap seseorang di dalam cepat keluar. Ia sangat khawatir sekarang.
Seorang pria bertubuh tinggi dan sedikit gemuk lantas menarik gadis itu ke dalam dekapannya. Ia memeluk erat anak bungsunya.
“Sabar ya, Adek! Kita tunggu di luar aja. Biar dokter yang mengurus Abang.”
Wajah yang basah dan mata yang memerah dengan jelas mendeskripsikan betapa sedih ia sekarang. Kabar yang datang saat di mana orang-orang sudah terlalap dalam tidur mereka, sangat mengejutkan gadis ini dan keluarganya.
“Ayah, apa abang akan sembuh?” suaranya yang bergetar itu membuat Ayah ikut meneteskan air mata, padahal sedari tadi Ayah tidak ingin terlihat sedih untuk anak-anak dan istrinya. Ia harus menjadi orang yang paling tegar di sini.
Ayah menepuk-nepuk lembut punggung yang sedang berlindung dalam dekapannya, “Abang pasti sembuh, sayang. Kita semua akan kumpul lagi sama abang.”
“Saguna...” Rintihan itu juga datang dari wanita paruh baya yang sedang ditenangi oleh anak sulungnya.
Derap langkah cepat yang datang dari arah masuk membuat orang-orang yang ada di ruang tunggu itu menoleh pada gadis berjaket kulit hitam yang baru saja sampai.
Gadis itu menunduk memegangi lutut. Ia mengatur napasnya terlebih dulu. Tubuhnya terasa lelah. Namun, hati terus resah. Baru saja ia mendapat kabar dari salah satu sahabat Saguna. Kalau cowok itu masuk rumah sakit.
Kedua cowok yang duduk di kursi bangkit dan mendekati gadis yang baru saja tiba.
“Bagaimana keadaan Saguna?” Kedua cowok itu sama-sama membisu, “Jarvis, Darel, jawab gue!”
•••
Bagaimana? Jangan lupa kasih bintang ⭐ dan tinggalkan komentar.
Kalian boleh kasih saran serta kritik yang membangun. Asal dengan kalimat yang sopan ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum dari Saguna
Teen Fiction"Kalau keinginan terbesar lo apa?" "Gue cuma mau membuat semua orang yang gue sayang selalu tersenyum. Jadi alasan untuk mereka bahagia. Gue rasa itu hal paling membahagiakan di dunia." ... Hanya kisah seorang pemuda yang berusaha meninggalkan kena...