Lembar pembuka.

9 1 0
                                    


Tanah Yogyakarta, dan setiap bulir hujannya yang selalu berisi kenangan sekaligus rindu.

Yogyakarta, Maret 2023.

"Kami ucapkan selamat malam dan selamat datang kepada seluruh penumpang Kereta Api Sri Tanjung, perjalanan Anda telah tiba di stasiun Yogyakarta."

Gema pengumuman stasiun kala itu tak mampu mengusik bisingnya lagu bertangga nada mayor yang mengalun di earphoneku. Sejenak, aku pandangi jauh langit Yogyakarta yang menyambut dengan hujan deras lalu berpikir.

Untuk apa sebenarnya aku membayar mahal demi duduk di bangku Kereta yang justru mengantarku kembali pada Yogyakarta? Padahal dulu susah payah aku mencoba kabur dari kota ini menuju tempat tinggalku sekarang.

Untuk siapa sebenarnya aku kembali memutar lagu jadul keluaran tahun 2007 itu? Padahal dulu aku selalu menghindari lampu merah di daerah Kaliurang hanya agar tak bertemu pemusik jalanan yang selalu melantunkan lagu tersebut.

Dan terakhir, mengapa saat aku lagi-lagi menapak di tanah Yogyakarta ini, semua kenangan itu kembali bergetar? Seolah dia berhasil mendapatkan sinyal dari pusatnya dan mulai muncul ke permukaan dengan perlahan.

Jogja, dia sudah hilang, begitupun aku. Tetapi mengapa kenangannya selalu turut basah saat hujan turun?

Apa itu sebab dari aku yang ternyata hanya ikut lari dari masalah kami kala itu? Atau karena bekas lara yang nyatanya tak pernah kering tidak peduli sejauh apapun aku melarikan diri dari Yogyakarta?

Ketika langkahku berhenti tepat di pelataran stasiun Tugu, riuhnya hiruk pikuk Malioboro masih sama. Beberapa bule masih tertangkap iris mataku sedang sibuk berlarian mencari tempat untuk berteduh bersama keluarga atau pasangannya.

Kemudian pedagang kacang rebus di ujung jalan itu masih duduk nyaman di samping gerobak jualannya dengan payung yang melindunginya dari lebatnya jutaan bulir hujan yang jatuh membasahi tanah Jogja.

Deretan delman dan kursi yang dulu selalu menjadi saksi bisu senyum juga tawaku bersamanya juga masih berada ditempat yang sama.

Reva, semua objek yang ada di Malioboro masih sama. Padahal dulu kita lebih banyak menghabiskan waktu di Sleman.

Tapi kenapa di tempat ini lah suara berisik rindu itu lebih jelas memekakkan telinga?

Sepertinya, itu karena pertemuan kita yang seharusnya tak pernah terjadi.




𓃱𓃱𓃱𓃱𓃱



Hi kalian, hahaha harusnya aku nggak buka cerita baru ya? Padahal satu aja belum tamat sok-sok an mau lanjutin yang lain. Tapi aku bener-bener merasa harus menorehkan tinta di kanvas ini sekarang. Bukan sebatas keinginan, tapi dongeng lama yang ingin aku rubah agar nggak menjadi mimpi burukku lagi. Melalui cerita ini, aku ingin berdamai tentang semua yang sudah terjadi.

Selamat berlayar bersama Raden dan Revandika.

Cast :

Raden Alan Pradana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raden Alan Pradana

Raden Alan Pradana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rizki

Rizki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Iyan

Yudistira

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yudistira

Yudistira

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sevanya

Tertanda, JJKTNIF

YOGYAKARTA [ NJM ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang