Bab 20. Perkara Bulan Madu

2.9K 169 58
                                    

Nadhira keluar dari butik dengan sedikit tergesa-gesa, karena Wira memberitahunya sudah ada di depan. Dia tidak ingin suaminya mengomel menunggunya terlalu lama.

Benar saja, pria itu memang sudah ada di depan dengan menyandarkan tubuhnya ke kap mobil. Tatapan pria itu terfokus ke arah Nadhira seakan memberitahu bahwa dia sudah menunggu cukup lama di sana.

Nadhira ada urusan mendadak dengan salah satu pelanggannya yang datang tanpa janji terlebih dahulu. Oleh karena itu, Wira harus menunggunya cukup lama.

"Maaf, Mas. Kamu udah nunggu lama, ya?" sesal Nadhira melihat wajah datar Wira. Walaupun hubungan mereka sudah sangat membaik, tapi wajah Wira masih sering terlihat datar.

"Beneran ada pelanggan yang mendadak? Bukan si Reza yang datang?" ucap Wira dengan tatapan menyelidik sembari melihat ke arah dalam butik untuk memastikan bahwa Reza memang tidak ada di sana.

Nadhira menggelengkan kepalanya. "Aku pasti menepati ucapanku untuk nggak terlalu dekat sama Kak Reza. Kamu nggak percaya sama aku, Mas?" ujar Nadhira.

Wira mendesah berat, sepertinya memang dia yang terlalu berpikir berlebihan. "Oke, saya percaya sama kamu."

Ketika keluar dari kawasan butiknya, Nadhira sedikit mengerutkan kening. Pasalnya, sekarang mereka menuju bukan ke arah rumahnya. Namun, berlawanan arah. Bukannya, mereka tidak ada bahasan untuk pergi ke tempat lain dan akan langsung pulang?

"Mas, kok malah berlawanan arah? Kita nggak akan langsung pulang?" tanya Nadhira untuk menuntaskan rasa penasarannya.

Wira melirik Nadhira sekilas. "Kita mau ke rumah Ayah sama Ibu dulu. Katanya ada yang mau dibicarakan sama kita berdua," beritahu Wira.

Di perjalanan menuju butik Nadhira tadi, dia mendapat panggilan dari sang ibu untuk mampir dahulu ke rumah orangtuanya itu dan wajib membawa istrinya.

Nadhira hanya menganggukkan kepalanya mengerti dan kembali merebahkan kepalanya ke samping kaca pintu. Seharian ini dia sangat lelah, karena banyak sekali permintaan pelanggan tanpa janji.

Sepanjang perjalanan menuju ke rumah orang tua Wira, mereka hanya diam dengan pemikiran masing-masing. Lebih tepatnya, Nadhira memang ingin rehat sejenak.

Tidak mendengar suara dari arah istrinya, Wira menolehkan kepala yang sedari tadi hanya fokus pada jalanan. Dilihatnya sang istri sudah terlelap dengan posisi menyender ke arah kaca mobil.

"Kasihan, kayaknya capek banget hari ini," ucap Wira sambil mengelus lembut pipi istrinya dengan senyum tampannya.

Melihat posisi Nadhira saat ini tidak terlalu nyaman, Wira kemudian memindahkan pelan kepala sang istri untuk beralih menyender di bahunya. Itu akan sedikit lebih nyaman untuk Nadhira, bukan?

-0-0-0-

Nadhira mengerjapkan mata ketika merasakan hening di sekitarnya. Ah, rupanya dia ketiduran sepanjang perjalanan tadi karena rasa lelahnya. Namun, netranya langsung membulat ketika melihat sudah berada di depan rumah mertuanya dengan posisi masih berada di dalam mobil.

Nadhira menengadahkan kepalanya untuk melihat si pemilik bahu lebar tempat dirinya sekarang tidur. Ternyata bahu itu memang milik suaminya yang sekarang sedang menatapnya lekat.

"Udah puas tidurnya?" tanya Wira kepada sang istri yang baru saja terbangun dari tidur lelapnya.

Mereka belum keluar dari mobil, karena Wira tidak tega membangunkan Nadhira yang tampak lelap.

Nadhira mengangguk. "Kenapa nggak bangunin aku? Pasti kamu pegal disenderin sama aku daritadi?" tanya Nadhira merasa tidak enak. Dia cukup tahu diri untuk membebani Wira dengan kepalanya.

Peri Cinta (Wall Of Love) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang