10days

64 9 0
                                    

Tidak ada yang tahu, Netta sedang sekarat saat ini. Saat ia mengalami gejala aneh pada tubuhnya dan ia memutuskan untuk memeriksakan keadaannya pada dokter, benar dugaannya. Kanker otak stadium akhir. Waktunya tidak banyak lagi, tapi sejujurnya ia tidak begitu khawatir.

Ia hidup ditengah-tengah keluarga kaya raya, tapi ia tidak pernah dianggap ada. Saat semua saudaranya dipanggil untuk makan bersama, ia tidak pernah ikut dipanggil. Alhasil, ia jadi selalu mengingat kapan saja waktu makan bersama dikeluarganya.

Juga saat keluarganya memiliki rencana liburan seperti saat ini, ia dikecualikan. Memang selalu seperti itu menjadi anak tengah bukan?

Itu adalah tradisi, atau mungkin bisa dibilang sebagai kutukan untuk anak tengah.

Ia pergi meninggalkan meja makan yang ramai dengan bahasan mengenai rencana liburan mereka. Seperti, berapa hari mereka akan berlibur, dimana mereka akan berlibur, enaknya ke pantai atau daerah pegunungan, menu makanan apa saja yang mereka buat, luar negeri atau dalam negeri, dan masih banyak lagi.

Keempat saudaranya sibuk berbagi bahkan berdebat dengan pendapat mereka. Netta ingin menyuarakan pendapatnya juga, tapi ia bahkan tidak tahu apa-apa. Ia tidak tahu, juga tidak ada satupun yang memberi tahunya mengenai liburan itu.

Ah, bukan hari ini saja sebenarnya.

Mereka sering berlibur keluar kota ataupun keluar negeri, tanpa dirinya.
Tiga tahun lalu, mereka pergi ke Jepang. Ketika Netta bertanya, mereka menjawab dengan ketus, “Kita mau ke Jepang.”

Dengan dalih mencari universitas untuk kakak pertamanya, Dimas. Tapi orang tuanya membawa ketiga saudaranya yang lain tanpa dirinya. Beberapa hari setelahnya, ia melihat semua saudaranya, termasuk orang tua nya, membagikan foto-foto mereka di sosial media dengan caption ‘healing’.

Netta tidak begitu kaget, hanya saja ia sedikit terluka. Ia juga seorang anak, tapi rasanya ia tidak pernah diakui sebagai anak dirumahnya. Ia bahkan kadang tidak mau langsung pulang kerumahnya saat selesai kelas. Ia mempunyai rumah, tapi seperti tidak memilikinya.

Ia sering bertanya pada dirinya sendiri, dimana rumahnya?

Apa ia memilikinya?

Ah, apa itu rumah?

Netta tidak begitu memahami apa arti dari kata ‘rumah’ yang sebenarnya. Karena ia tidak merasakan arti kata itu dari saat ia masih kecil.

Kemudian satu tahun setelahnya, mereka juga melakukan hal yang sama. Dengan alasan yang sama seperti saat itu, kakak keduanya memilih ke negeri Tirai Bambu, alias China. Saat melihat keluarganya kembali memamerkan kedekatan mereka di sosial media, itu seperti membuka kembali perasaan sakit hati yang pernah ia rasakan dulu.

Keluarga, ya?

Bagaimana rasanya memiliki keluarga?

Netta sering melihat anak kecil yang sedang makan bersama kedua orang tuanya ketika ia berjalan pulang dari sekolahnya. Apakah rasanya sehangat itu ketika dekat dengan orang tua?

Dari kecil, ia selalu menerima perlakuan buruk dari saudaranya. Saat ia mengadukan hal itu pada orang tuanya, mereka akan selalu membela saudaranya.

Lalu saat adiknya yang kembar itu lahir, mereka (kedua kakak dan orang tuanya) seperti memiliki dunia sendiri. Netta dilarang menyentuh bahkan menemui atau sekedar melihat adik kembarnya. Ia baru tahu wajah kedua adiknya saat orang tuanya menjemur mereka dipagi hari lewat jendela kamarnya yang memang menghadap langsung ketaman rumahnya.

Ia hidup, tapi sampai ia berumur tujuh belas tahun ini ia seperti tidak hidup.

Ia hanya bisa menangis sendirian didalam kamar mandi saat malam hari, saat ia kembali memuntahkan semua isi perutnya dan yang keluar hanyalah darah.

10days Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang