Nyaris dua minggu ini Aza tak sekali berinteraksi dengan Rayen. Baik secara langsung maupun melalui pesan. Mereka layaknya orang asing yang saling tak mengenal. Tak banyak perubahan, hanya sekilas bertemu tatap lalu kembali fokus pada kegiatan masing-masing.
Selama itu juga ada hal yang membuat semakin heran terhadap perilaku Hendri, laki-laki berkacamata salah satu anggota osis yang sebenarnya adalah wakil ketua osis. Laki-laki itu jadi sering berperilaku aneh akhir-akhir ini, memberi Aza coklat tanpa ada alasan, sering berbicara panjang lebar, bahkan sering tiba-tiba kabur dengan muka pucatnya. Entahlah, mungkin yang Aza pikirkan tentang Hendri yang suka padanya bisa saja itu benar, dan raut pucatnya yang lari terbirit-birit mungkin karena rasa yang begitu luar biasa di hati laki-laki itu.
Dan hari ini Hendri menunggu Aza di depan ruang osis, anak itu melambaikan tangannya. Sedangkan Aza berjalan dan masih menaruh rasa bingung. 'Kerjaan lagi? Capek banget jadi ketos'
"Hai Za." Sapa si kacamata dengan senyum yang mengembang.
"Hai, Hen." Aza ikut tersenyum kikuk. "Ada apa ya, Hen?" lanjutnya bertanya.
"Oh, ini aku mau kasih kamu keripik pisang, buatan mama, untuk kamu katanya." Hendri menyerahkan bungkusan yang sedari tadi dia genggam.
Aza menautkan alisnya sekilas. "Eh, dalam rangka apa, Hen?"
"Gak ada cuma ada lebih aja, siapa tahu ketos satu ini suka." Hendri tersenyum.
"Oh, makasih ya."
Gadis itu bersikap selayaknya tidak mengerti apa-apa, dia hanya berusaha untuk tetap menghargai apa yang orang lain berikan padanya. "Loe gak pulang, Hen?"
"Ah, iya mau kok." Jawabnya yang terlihat seperti menahan sesuatu dalam bibirnya. "Loe juga gak akan pulang?"
"Oh, mau kok, sekarang mau ke depan."
"Za, mau bareng gak? Sekalian lewat, rumah kita kan searah."
Hal ini yang Aza takutkan, Hendri akan mengajaknya pulang bersama adalah hal yang mengkhawatirkan jika sampai Rayen tahu bisa gawat. Namun sebagai manusia yang tidak tega, ia terpaksa hanya mengangguk, lagi pula ia sudah di beri sesuatu masa harus dia tolak, serasa tidak adil nanti bagi Hendri.
***
Hanya ada keheningan sepanjang perjalanan yang membawa Aza dan Hendri membelah ibu kota. Sesekali Hendri sekilas menatap Aza dari pantulan kaca spion. "Hen, gue turun di sini aja." Gadis itu menepuk pundak Hendri agar segera menghentikan motornya.
Motor itu berhenti sebelum memasuki perumahan. "Emang rumah loe yang mana?"
"Eh, maaf Hen. Gue gak bisa di anter sama loe sampai rumah, soalnya..."
"Oh, tapi gapapa nih kalau gue anter sampai sini doang?" Hendri memotong alasan Aza.
"Iya, gapapa, makasih yaa." Dengan segera Aza meninggalkan Hendri yang masih melihatnya dari belakang.
***
Aza duduk bersandar pada kursi belajarnya menatap langit sore yang jelas terlihat mendung, ujian kenaikan kelas sudah berakhir, ia sudah tidak sabar untuk bertemu Rayen. Menikmati pemandangan pantai melalui dermaga, atau bahkan hanya berjalan melewati jalanan ibu kota. Ah betapa menyenangkannya jika Aza membayangkan.
"Rayen aku merindukanmu, aku ingin bertemu." Gumamnya menatap barisan pesan di ponselnya, walau disana hanya ada pesan singkat yang tak berarti banyak.
"PAKEEET!!!!" suara itu melengking dari depan rumah Aza, gadis itu sontak turun ke bawah untuk membukakan pintu bagi kurir itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Milik 'Ku [On Going]
Novela JuvenilKita dibuat untuk menjalani takdir dan mencintai takdir. Terutama menghargai setiap momen dalam perjalanan hidup. Banyak typo! WARNING ⚠️ ▪️CERITA INI TIDAK DI TULIS ATAU BERADA PADA APLIKASI NOVEL ATAU BACAAN LAIN. INGAT! ▪️CERITA INI HANYA DI...