Robbin mendengarkan penjelasan dokter tentang keadaan Karen dalam diam. Wajahnya datar menatap ibunya yang kini terbaring tanpa kesadaran di atas ranjang rumah sakit.
Ia masih kagum. Bahkan di saat warga Saskatchewan membenci Scott, rumah sakit dan para medis masih mengedepankan sisi kemanusiaan mereka. Jika itu dia, ia akan membunuh ibunya tanpa ragu.
Desahan pelan keluar dari mulutnya ketika dokter pria di sampingnya memintanya untuk mendonorkan darah apabila golongan darah mereka sama. Sayangnya memang sama.
"Aku bahkan baru menerima transfusi darah dari Peter 5 jam yang lalu," keluhnya lirih seraya memijat kepalanya.
Kenapa tidak ada opsi kematian yang dokter itu ajukan? Hanya meminta donor darah dan memberitahu bahwa ibunya memiliki kemungkinan lumpuh karena pukulan di belakang kepala? Oh, ayo lah.
"Stok darah sedang habis, Tuan. Tolong usahakan segera."
"Atau?"
"Atau mungkin ibumu tidak akan selamat," jelas sang dokter dengan sabar. Ia menatap Robbin dengan penuh harap seolah nyawa Karen begitu berharga untuknya.
Akhirnya opsi itu keluar dari mulut sang dokter. Robbin tersenyum kecil, melirik ke arah Daniel yang tidak berekspresi sama sekali.
"Bukan kah itu kabar yang bagus bagi kalian, warga Saskatchewan?"
"Aku memang warga Saskatchewan, tapi di sini aku bertindak sebagai dokter. Nyawa pasien adalah yang paling utama. Tak peduli siapa orang itu."
"Dan seorang dokter tidak akan memaksakan kehendak jika keluarga pasien sudah mengikhlaskannya, bukan begitu?" Robbin mengarahkan tubuhnya menghadap sang dokter. "Aku tidak peduli lagi. Jika kau memang ingin transfusi darah untuknya, lakukan lah. Dan tolong pastikan ketika ia pulih, polisi menangkapnya dan membawanya ke sel penjara yang pengap dan penuh tikus."
Setelahnya, Robbin pergi dari ruangan berbau alkohol itu dengan cepat. Daniel menghela napas kemudian mengejar Robbin. Dari belakang, ia bisa melihat beberapa kali Robbin mengusap matanya.
Apakah pria itu menangis?
Daniel meraih lengan Robbin sebelum mencapai pintu. Ia tatap wajah Robbin yang tengah menahan luka di dadanya. "Dia ibumu."
Ia tahu Robbin tetap lah memiliki rasa sayang pada Karen sebagai seorang anak. Persetan dengan kebencian yang jauh lebih besar.
Robbin membersit hidungnya kemudian mendengus. Tidak patut sebenarnya ia menangis, pikirnya. Menangisi Karen adalah hal paling sia-sia dalam hidupnya.
"Aku tahu. Dan dia juga yang membuat banyak orang tersiksa dan mati. Aku tidak sudi lagi membiarkannya hidup dan mengulang kekejamannya."
Daniel tahu besar kekecewaan Robbin ketika pria yang lebih muda darinya itu berkata seperti itu. Luka memar di ujung bibir serta jalan pincang karena menahan sakit bekas jahitan di perut seolah mendukung kekecewaan itu.
Akhirnya, Daniel mengangguk paham. Ia merangkul Robbin, seraya berjalan keluar dari rumah sakit.
"Hey, itu dia Robbin Scott! Dia kemari pasti untuk membalaskan dendam!"
Satu teriakan itu membuat Daniel menoleh cepat. Dari arah parkiran, ia bisa lihat beberapa anggota kelompok anti Scott menunjuk ke arah Robbin. Di antara mereka, ada Zach yang terlihat paling lesu dengan rokok di mulutnya. Ketika melihat Robbin, nafsu membunuhnya meningkat, membuat Zach seolah menjadi pribadi yang berbeda.
Daniel segera menamengi Robbin dengan tubuhnya. Tapi, tentu saja, ia kalah jumlah. Tubuhnya didorong menjauh, sementara Zach dan kawan-kawan sudah mulai menyerang Robbin dengan tendangan. Robbin di sana hanya meringkuk di atas tanah, mengusahakan tendangan mereka tidak mengenai luka jahitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LITTLE CLICHÉ - Jung Jaehyun
Fanfiction(Finished) - Bahasa Baku Saskatchewan, 1969. Dendam Scott begitu besar kala itu. Membunuh tanpa pandang bulu adalah salah satu rutinitasnya. Saskatchewan, 1981. Tanpa pernah sadar, dendam itu justru menumbuhkan dendam-dendam baru; layaknya bumeran...