Bagian 8; Aku yang hilang dari ceritamu

333 48 3
                                    

Kalau ada sebutan buat orang yang lagi merasa panik sampai hampir jadi orang gila, itu adalah Jendral sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau ada sebutan buat orang yang lagi merasa panik sampai hampir jadi orang gila, itu adalah Jendral sekarang. Ruang UGD itu masih belum terbuka semenjak satu jam yang lalu, dan kini yang hanya dilakukan pemuda Abimana hanyalah berjalan mondar mandir di depan ruangan tersebut sambil menggigit jarinya.

"Jen, masih belum selesai?"

Alunan suara lembut khas perempuan menyapa indra pendengar Jendral. Laki laki itu mendapati Ribi yang baru saja datang dari pintu utama rumah sakit di kota, rambutnya lepek akibat basah terkena air hujan dan bajunya pun sama persis.

Jendral menggeleng, Ribi bukan yang utama saat ini. "Belum, udah sejam, aku takut banget dia kenapa napa, Ribi." Suaranya bergetar, bahkan tanpa Ribi tebak pun perempuan itu sudah tahu kalau dalam hitungan detik Jendral akan meluruhkan air matanya.

Saat itu juga Ribi membawa sang panglima tempur ke dalam pelukannya, tangan lembut nan lentik itu mengusap usap lembut bahu tegap juga keras milik Jendral yang kini ikut bergetar pula disela isakannya.

"He'll be okay, gue yakin Ali orang yang kuat, everything's gonna be alright and the bad things won't be happen later." Bisiknya.

"What if something bad will come? I swear i won't forgive my self, Bi, Never."

Ribi terdiam, antara sedikit merasa sakit pada hati ketika mendengar ucapan Jendral yang penuh dengan kesungguhan itu atau emang tidak mau lagi melanjutkan perbincangan keduanya. Jadi Ribi membiarkan Jendral menangis di bahu, membiarkan pemuda itu bersandar padanya seperti apa yang selalu dia lakukan pada perempuan itu selama ini.

Meskipun begitu, Ribi tetap berbicara setelah Jendral dirasa telah merasa tenang beberapa saat kemudian. "Walinya udah di hubungin?" Gelengan ia terima dan membuat perempuan itu mendesah kecewa.

Jendral akhirnya duduk secara tegak setelah membungkuk beberapa lama. "Aku gak pernah kenalan atau ketemu secara langsung sama ibunya, Ribi. Makanya aku minta bantuan seseorang buat ngehubungin walinya Ali." Air mata yang masih mengalir itu diusap kasar oleh sang empu.

Baru saja Ribi hendak bertanya lagi, namun sosok lain yang berlari menghampiri mereka mengalihkan atensi Ribi. Dengan melihat leather jaket juga rambut acak acakannya saja Jendral maupun Ribi sudah bisa menebak siapa yang datang.

"Yud, akhirnya lo dateng ju-

Bugh!

Satu bogeman melayang pada rahang Jendral, sampai membuat sang empu terhuyung ke belakang akibat serangan yang tiba tiba juga diri ya yang tak siap menerima.

Ribi memekik terkejut, perempuan itu berlutut untuk memastikan Jendral. "LO APA APAAN BANGSAT." Teriaknya.

"Gak usah ikut campur lo, jalang."

Ribi diam tak berkutik, harga dirinya berasa tercoreng dan hancur begitu saja oleh ucapan Yuda.

Yuda menarik kasar kerah baju Jendral, memaksa si panglima untuk kembali berdiri. "Gara gara lo! Ali jadi kena getahnya yang padahal dia gak tau apapun!" Geramnya.

Bandung; HoonsukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang