36

75 13 0
                                    

"Besok ada DW di Hotel P. Mau, nggak?"

Sambil berjalan ke arah toko kelontong, Dafa bertanya kepada Dinda yang sedang berjaga. Pria itu mengenakan baju kaos oblong dan celana pendek, menggaruk kepalanya sebelum menunjuk sebuah shampoo pada etalase yang langsung diambil Dinda untuk diserahkan kepada Dafa. Kelihatan sekali pria itu baru bangun. Selain dari pakaiannya, wajah Dafa juga masih wajah bantal.

"Jam berapa? Aku ada kelas sore." Kata Dinda meraih uang kertas dari tangan Dafa.

"Biasa. Pagi buat orang sarapan di resto. Aku juga besok DW di kitchen-nya. Berangkatnya bareng aja." Jelas Dafa membuat Dinda mengerutkan kening.

"Tumben? Nggak capek?"

"Hehehe..."

Kerutan kening Dinda makin dalam saat Dafa tertawa hambar di hadapannya. Pria itu sudah memegang botol shampoo, menunggu Dinda memberikan uang kembalian--tapi Dinda sama sekali tidak memgambil kembalian dari rak uang, malah menatap Dafa ingin tahu.

"Aku dipecat, Din."

Dinda terkejut bukan main sampai tidak bisa berkata-kata. Ia masih memandang Dafa, berharap pria itu berbohong, tapi Dafa sama sekali tidak berbohong meski senyumnya terpampang di wajah.

"Santai. Bulan depan aku bakal kerja di Hotel W di Dago. Untungnya head chef aku langsung minta CV aku buat dikasih ke temennya yang jadi Head Department Kitchen di sana." Dafa mencoba menenangkan tapi Dinda kelihatan tidak peduli dengan kabar baik itu, ia malah fokus dengan masalah Dafa yang dipecat dari restoran milik keluarga Matthew.

Apakah karena dirinya?

"Kenapa kamu dipecat? Apa karena Papi Matthew atau--"

"Nggak, Dinda. Lagi pengurangan staff aja di restoran." Potong Dafa santai tapi Dinda tetap mendelik kepadanya.

"Iya, karena Matthew." Kata Dafa pada akhirnya, tapi sebelum Dinda mengeluarkan suara, Dafa tiba-tiba berseru, "tapi boong!! Hahahahaha!"

"Nggak lucu!" Seru Dinda sembari melempar sebuah bungkusan snack kepada Dafa yang langsung menangkapnya dengan mudah.

"Hampura atuh.... tapi serius, kok, Din. Bukan karena Matthew atau kamu."

"Serius?"

Dafa mengangguk, tersenyum penuh kepada Dinda yang sama sekali tidak bisa tenang. Setelah rumahnya didatangi Ibu Tanudjaja, Dinda gundah, takut jika Mami Matthew itu mengusik orang-orang di sekitarnya lagi. Orang-orang yang tidak memiliki hubungan dengan perseteruannya dengan keluarga Tanudjaja. Padahal Dinda lebih rela kalau Mami atau Papi Matthew menyerang dirinya secara langsung, meski sejujurnya Dinda tidak pernah siap, tapi itu lebih baik daripada menyulitkan orang di sekitarnya.

"Uyy kembalian aku teh mana, Din?" Tanya Dafa kemudian, membuyarkan pikiran Dinda yang berkecamuk.

"Nggak ada kembalian. Sekalian bayar utang kemarin, kan?" Tanya Dinda retoris, tersenyum simpul kepada sang sahabat yang sudah membelalakkan mata.

"Atuh Din! Utangnya mah nanti baru dibayar!!"

~~~

"Matthew buka toko di Cibadak?" Tanya Jordan begitu melihat Dinda berjalan masuk ke dalan gedung instansinya. Ia bahkan mengikuti langkah Dinda yang berjalan menuju ruang tutor, memandang Dinda penasaran.

"Restorannya Manendra." Jawab Dinda sekenanya, merasa terusik akan kekepoan Jordan yang membuatnya harus berbohong mengikuti rencana Matthew yang tidak ingin keluarganya tahu kalau ia membuka restoran sendiri atas nama Manendra.

"Dia yang ngurus atau gimana, dah?"

"Technically begitu, Kak. Soalnya Manendra masih di LA. Matthew juga nggak ada kerjaan, jadi dia bantu Manendra dulu sambil nyari kerja." Dinda menuturkan dengan pelan, berharap Jordan tidak perlu bertanya lagi.

"Oh... semacam jadi co-owner gitu, ya?"

Langkah Dinda segera terhenti, ia memandang Jordan jengah. Sedangkang yang dipandang turut menghentikan langkah, balik memandang Dinda polos.

"Bener, nggak?"

"Nggak tahu, Kak. Aku nggak mau ngurusin kerjaannya Matthew. Kalau Kakak kepo, bisa tanya sendiri ke Matthew-nya." Jelas Dinda dengan kesal, tapi pada dasarnya Jordan tidak peka, ia hanya menganggukkan kepala lalu kembali bertanya kepada Dinda.

"Orangtuanya gimana, ya? Jadi rival secara nggak langsung dong?"

Dinda menghela napas panjang, ia memutar kedua bola mata lalu kembali melanjutkan langkah ke ruang tutor tanpa menimpali pertanyaan retoris Jordan yang ia sendiri tidak tahu jawabannya. Selain tidak ingin ikut campur urusan Matthew, Dinda juga tidak ingin membocorkan rahasia Matthew kepada Jordan yang bisa saja menyebar ke siapa pun bahkan ke Mami Papi Matthew.

"Matthew gila, sih. Aku kira dia nggak bakal beran--"

"Kak," Dinda mendesah kesal sebelum membuka pintu ruangan tutor, kembali menatap Jordan penuh harap. "Berhenti ngobrolin Matthew di sini bisa, nggak?"

"Eh? Kenapa? Kalian put--"

"Nggak. Tapi aku nggak suka ngobrolin orang yang nggak ada di sini. Kalau Kakak penasaran sama hidupnya Matthew, bisa nanya langsung ke anaknya, ya. Jangan ke aku." Kata Dinda tegas lalu membuka pintu ruangan dan menutupnya tanpa mempersilahkan Jordan untuk turut masuk, yang kelihatan kaget karena pintu itu hampir mengenai wajahnya yang tampan.

~~~

Matthew bersidekap sambil bersandar di mobil, menunggu Dinda keluar dari gedung instansi tempat pacarnya itu mengajar. Tidak lama ia menunggu, perempuan itu pun keluar diekori oleh seorang pria yang membuat kening Matthew berkerut dalam. Siapa lagi kalau bukan Jordan, pemilik instansi tempat Dinda mengajar, salah satu pria yang tidak disukai Matthew kehadirannya hingga ia menegakkan tubuh.

"Matthew!" Seru Dinda menghampirinya.

Senyum tipis Matthew menguar, ia meraih Dinda ke dalam pelukannya sedangkan kedua matanya menyoroti Jordan yang berdiri di hadapannya dengan tajam.

"Hai, Thew. Udah lama nggak ketemu." Kata Jordan menyapa begitu Matthew melepas pelukannya dari Dinda, ia menjulurkan tangan ke arah Matthew yang sebenarnya enggan menerima uluran itu, namun terpaksa ia terima untuk menjaga sopan santun.

"Hai, Jordan."

"Thanks udah nerima Dinda kerja di tempat lu." Kata Matthew berbasa-basi.

"Sans. Dinda emang cocok jadi tutor." Balas Jordan dengan senyum simpul, melirik Dinda yang terdiam kikuk di samping Matthew, tampak tidak nyaman dengan suasana awkward yang tiba-tiba menyapa di antara mereka.

Dinda juga sebenarnya heran dengan kehadiran Jordan yang dikiranya akan langsung pulang, malah menyapa Matthew padahal jelas-jelas dua manusia itu tidak saling menyukai.

"Anyway, gue denger lu sama Manendra buka restoran di Cibadak." Ujar Jordan membuka topik dan Matthew segera mengangguk. "Iya, mungkin akhir tahun baru start opening."

"Gue akuin, lu hebat, sih, Thew. I mean, is not easy untuk keluar dari kungkungan orangtua lu, kan?"

Rahang Matthew mengeras, tidak menduga akan ditanya secara tidak langsung oleh Jordan mengenai masalah keluarganya. Dinda pun turut terkejut, membelalakkan mata pada Jordan yang menampakkan wajah tanpa dosa.

"Ya. Kita balik dulu." Kata Matthew pada akhirnya, enggan membalas Jordan atau emosinya akan meningkat.

"Oh iya, gue juga." Balas Jordan sambil menganggukkan kepala dan mengangkat satu tangannya ke udara.

"See you, Din. Besok jangan telat, ya!" Seru Jordan sebelum berjalan menuju mobilnya yang terparkir di dekat gedung instansinya, meninggalkan dua manusia yang menatapnya heran tersebut.

Thank you for reading! If you like it don't forget to like and comment ^^

Unbroken String [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang