08

3K 306 13
                                    

Hari ini Zhang Hao berangkat sekolah seperti biasa hanya saja tanpa membawa tasnya karena kemarin dia meninggalkannya di ruangan Hanbin sore itu. Namun tasnya sekarang malah sudah kembali di mejanya. Apakah Hanbin yang membawakannya? Jika iyapun Hanbin bahkan sama sekali tidak memberikan atensi pada Zhang Hao hari ini di kelas bagaikan tidak pernah terjadi apa-apa.

"Zhang Hao. Kau dipanggil Wakil Ketua OSIS!" seru seseorang dari ambang pintu kelas mereka.

"Oh? Tunggu sebentar ya, Keita"

Keita mengangguk lalu Zhang Hao berjalan keluar kelas menemui sang wakil ketua osis itu.

"Oh? Jadi dia wakil ketua osis? Pantas dia selalu ada di dekat Hanbin"

"Zhang Hao. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu" ujar Phanbin. Wakil Ketua OSIS.

"A-apa itu?" entah mengapa perasaan Zhang Hao jadi tidak enak.

"Kemarin aku melihat kamu dengan Ketua di ruangannya. Apa kau bisa menjelaskan apa yang-HMPPH?!"

Zhang Hao langsung menutup mulut Phanbin dengan telapak tangannya mencegah Phanbin mengatakan sesuatu yang membahayakan hidupnya dengan Hanbin.

"Bisakah kita membicarakan ini besok saja?" pinta Zhang Hao.

***

"Aku sudah meluangkan waktu akhir pekanku yang berharga untukmu, kuharap kamu bisa memberikan penjelasan yang baik untukku" ujar Phanbin setelah sesampainya Zhang Hao di café tempat mereka bertemu.

Sudah dua hari ini Zhang Hao menginap di rumah Keita. Zhang Hao menggunakan pakaian milik Keita untuk bertemu Phanbin hari ini, walaupun sebenarnya sedikit kekecilan tapi masih muat untuk dipakai di badan Zhang Hao.

"A-apa yang ingin kau bicarakan, Phanbin?"

"Terus terang saja. Apa yang kamu lakukan kemarin dengan Ketua di ruangannya?"

"Dia ini? Apa dia melihat ciumanku dengan Hanbin kemarin?" Zhang Hao berusaha bersikap tenang.

"Kalau itu kenapa kamu tidak coba langsung tanya saja pada Hanbin?"

"Hanbin?"

"Kalian kan sama-sama anggota osis–"

"Jadi kamu memanggil Ketua dengan namanya saja?! Sebenarnya apa hubunganmu dengan Ketua? Hah?!"

"Eoh? H-hubunganku dengannya? Anu...Teman sekelas?"

"Kalau itu aku juga tahu karena kelas kita bersebelahan! Anak-anak di sekolah saja tidak ada yang berani memanggil Ketua dengan namanya!"

"Lagian kamu itu siapanya Hanbin sih? Kenapa sangat ingin tahu?" Zhang Hao membalik pertanyaannya.

"Aku ini sahabat dekat Ketua sekaligus teman masa kecilnya. Aku sudah mengenal dia lebih dari sepuluh tahun. Sejak pertama kali bertemu aku selalu memperhatikannya. Dia anak yang murah senyum dan periang"

"Seorang Hanbin murah senyum?"

"Dia memanggil Ayahnya sendiri dengan sebutan seonsaengnim karena dia sangat menghormati Ayahnya itu. Namun suatu hari dia jadi pendiam dan tidak pernah tersenyum lagi. Karena itu aku jadi menghawatirkannya" tutur panjang dari Phanbin.

"Ngomong-ngomong, suatu hari itu kapan?" tanya Zhang Hao.

"Saat Ayahnya meninggalkannya pergi"

Zhang Hao kembali mengingat malam saat Hanbin mengigaukan nama Ayahnya dengan air mata yang berlinang. Kira-kira apa yang sudah terjadi dengan Hanbin dan Ayahnya?

"Yang jelas tujuanku kemari adalah ingin menanyakan apa yang kau lakukan kemarin di ruangan Ketua? Kenapa dia sampai menangis seperti itu setelah kau keluar dari ruangannya?"

"Dia menangis? Apa aku telah menyakiti perasaannya? Sekarang bagaimana aku bisa menemuinya?"

Zhang Hao merasa bersyukur karena ternyara Phanbin tidak melihat ciumannya dengan Hanbin. Namun dirinya merasa bersalah pada Hanbin.

"Jawab!"

"Maaf. Aku harus pulang sekarang" ujar Zhang Hao lalu menunduk sebelum pergi berlari dari café meninggalkan Phanbin yang kebingungan.

"Hei! Mau kemana? Ck! Tunggu!" Phanbin ikut berlari mengejar Zhang Hao.

Saat sedang berlari langkah Zhang Hao tiba-tiba terhenti saat dia bertemu dengan Hanbin yang entah muncul darimana. Mereka diam saling bertatapan seolah waktu terhenti di antara ramainya Kota saat ini.

"Oh! Ketua! Kebetulan sekali kita bisa ketemu disini. Aku yang mengajak Zhang Hao bertemu dan aku sudah mengomelinya atas perbuatannya selama ini di sekolah!" ujar Phanbin di depan Hanbin.

"Kapan kamu akan pulang?" tanyanya pada Zhang Hao yang memunggunginya dan mengacuhkan Phanbin.

"Aku tidak bisa pulang"

"Kenapa? Itu kan rumahmu juga. Zhang Hao"

DEG!! Dada Zhang Hao berdebar tidak karuan. Zhang Hao tidak salah dengar. Hanbin benar-benar memanggil Zhang Hao dengan namanya. Zhang Hao sangat bahagia sampai ia ingin menangis.

"Ketua. Sebenarnya ada apa ini?" tanya Phanbin yang masih kebingungan dengan situasi dan suasana diantara Hanbin dan Zhang Hao.

"Sepertinya aku belum bilang padamu ya, Phanbin"

"Bilang apa?"

"Sekarang kami berdua bersaudara"

"APA?! Tidak mungkin!" seru Phanbin tidak terima.

"Aku pulang duluan. Kamu! Pulanglah!" suruh Hanbin.

Zhang Hao mengulum senyumnya senang lalu ikut membuntuti Hanbin di belakangnya. Sementara Phanbin masih terpatung kaku menatap kepergian dua saudara baru itu.

***

"Huahhh. Memang tidak ada yang seenak kasur di rumah sendiri" ujar Zhang Hao lega saat merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

"Aku malah kasihan sama kasurnya karena jadi lebih sempit sekarang" cicit Hanbin lalu ikut berbaring di atas kasur juga.

"Lah? Dia tidur disini? Padahal kemarin ogah banget tidur bareng aku"

"Kenapa kamu menatapku?" ucap Hanbin saat memergoki Zhang Hao terus menatapnya.

"A-ah! Tidak kenapa-kenapa" Zhang Hao langsung berbalik memunggungi Hanbin.

"Aku harus minta maaf tentang kejadian kemarin, tapi..."

"Zhang Hao"

"I-I-Iya?" Zhang Hao berbalik menghadap Hanbin.

Mereka berdua bangun dengan posisi duduk di atas kasur.

"Dia memanggil namaku lagi. Senangnya"

"Soal kejadian di ruanganku kemarin. Kamu tidak perlu berpikir untuk meminta maaf padaku"

"Dia cenayang?"

"Kurasa salahku juga karena sudah terlalu menekanmu" ucap Hanbin.

"Ta-tapi bagaimana ya. Soalnya aku juga tidak memikirkan perasaanmu juga, jadi..."

"Jadi kalau belum mendapatkan balasan yang setimpal maka belum kamu anggap impas?"

Wajah Zhang Hao merona seketika mendengarkan ucapan Hanbin. Tampaknya Hanbin paham dengan apa yang dimaksud Zhang Hao.

"Bo-Boleh saja kalau kamu memang mau..."

Hanbin mendekatkan tubuhnya pada Zhang Hao dan menarik dagu Zhang Hao mendekat lalu menciumnya. Hanya ciuman singkat tanpa lumatan.

"Sudah. Sekarang tidurlah" ujar Hanbin lalu ia menarik selimutnya.

"HUAAAAA!!" teriak Zhang Hao heboh di atas ranjangnya karena salah tingkah.

"Jangan berisik!"

Malam itu entah mengapa menjadi malam paling membahagiakan untuk Zhang Hao.

To Be Continued...

- 06.03.2023 -

[✓] ATTENTION | BINHAO FT. HARIBOZ ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang