27. Pengkhianat

179 9 0
                                    

"Kurang ajar kau, Riley! Kau pengkhianat!" bentak Jaden berang setelah sebelumnya memukuli Riley hingga teronggok tak berdaya di lantai. "Kenapa kau melakukan ini, Riley? Apa kau sudah melupakan jasa keluargaku?" Jaden berteriak di depan wajah Riley. Dia mencengkram kerah kemeja Riley dengan geram.

"Cih!" Riley membuang darah yang kini memenuhi rongga mulutnya. Dia meringis merasakan sakit di tubuh dan wajah yang babak belur akibat amukan Jaden. "Tidak, Uncle. Aku tidak akan pernah melupakan kebaikan kalian. Aku sangat berterima kasih karena kalian sudah merawatku selama ini," ucap Riley dengan tercekat-cekat, sebab napasnya tidak stabil.

"Lalu kenapa kau menghianatiku?!" sentak Jaden mendada gusar. "Aku sudah memecayaimu. Kau tangan kananku, Riley. Hanya kau yang aku percaya sampai …. Damn it! Kau mengecewakanku!!" Dia menendang dada Riley dengan keras hingga keponakannya itu terpental, terbatuk-batuk hebat. "Kau sungguh membuatku marah!" Jaden kembali memukulinya dengan membabi buta.

Riley tidak kuasa melawan. Seluruh tenaganya sudah habis. Dia hanya bisa merintih sambil menerima semua hukuman dari Jaden. 

"Ikat dia di bangku!" seru Jaden memberikan titah pada anak buah yang sedari tadi melingkari mereka, menyaksikan kebengisan Jaden. Dulu Alessandro mati karena penghianat sekaligus sahabat dekatnya membocorkan tempat liburan Jaden dan sang ayah. Kini terjadi pula pada Jaden dan yang lebih menyakitkan lagi, kini keponakannya sendiri yang berulah. Jaden sengaja membangun kepercayaan pada Riley, sebab dia tak mau kejadian seperti ayahnya dahulu terjadi. Sengaja dia memilih salah satu anggota keluarga sebagai orang kepercayaan karena menganggap mereka lebih loyal. Namun nyatanya sama saja.

Jaden menodongkan senjata api ke dahi Riley. "Sebenarnya berat bagiku melakukan ini, Riley. Kau menghianatiku hanya karena seorang wanita. Tapi kau tahu kalau di dalam kamusku tiada ampun bagi seorang penghianat. So temui ayahmu di neraka." Dia menatap geram penuh kemarahan wajah berdarah-darah Riley.

Riley memejamkan matanya. Menetralkan napas yang seketika terkencar-kencar karena takut mati. Namun Riley seketika menguat saat mengingat kebaikan yang telah dia perbuat. "Selamat tinggal, Ivona. Berjanjilah kau akan hidup bahagia," batin Riley dengan air mata meniti di sisi mukanya.

Dor!!

Kepala Riley tersentak, terkulai dengan darah yang melumuri wajah. Sebutir peluru tampak terbenam dalam di kepala Riley seiring dengan tanda kehidupannya yang menghilang. Riley meninggal.

Sementara di tempat lain Nyx Ivona sudah dapat menggendong putranya. Dia sangat bahagia mendapati bayi yang susah payah dia lahirkan itu masih hidup. Nyx Ivona menciumi wajah mungil bayinya, mendekapnya penuh kasih sayang.

"Mau kau beri nama siapa bayimu, Ivona?" tanya Widia–wanita paruh baya yang selama di Bali mengurusnya beberapa minggu yang lalu.

"Riley, Riley Dominico," jawab Nyx Ivona dengan air mata haru mengiringi. Dia tak menyangka Tuhan masih memberikannya kesempatan untuk menjadi seorang ibu.

Tiba-tiba kesedihan menjalar di dada Widia kala mengenang nasib nahas Riley. Dia yakin pemuda yang dikenal baik itu tidak selamat kali ini. Di dalam hati Widia merutuki kebodohan Riley yang rela mati konyol demi seorang perempuan. Sekilas terlintas di benak Widia tentang kematian Diego–ayahnya Riley yang pula mati karena menyelamatkan nyawa seorang wanita. "Apakah lelaki selalu sebodoh itu?" gerutunya.

"Apa kau mengatakan sesuatu?" tanya Nyx Ivona yang mendengar gumaman tidak jelas Widia. Dia melihat Widia penuh tanya.

"Tidak. Bukan apa-apa. Oh iya aku lupa. Riley menyuruhku memberikan ini." Widia menyerahkan rekening bank yang lelaki itu buat atas nama Widia. Diam-diam Riley menyisihkan kekayaannya di rekening tersebut untuk berjaga-jaga di situasi terburuk. Ternyata firasat Riley benar.

"Apa ini?" Nyx Ivona melihat bingung buku tabungan tersebut. Matanya lantas terbelalak melihat nominal yang tertera di sana. "Be–besar sekali jumlahnya?" Nyx Ivona merinding mendapati besarnya uang di buku tabungan itu.

"Pergilah ke Faroe–Islandia. Itu pulau terpencil dan Riley yakin kalau Jaden tidak akan menemukanmu di sana, karena negara itu bukan wilayah kekuasaannya." Widia mengusap iba puncak kepala Nyx Ivona.

"Tapi, kenapa …." Nyx Ivona tidak paham.

"Mulailah hidup yang baru di sana, Ivona. Jangan sia-siakan pengorbanan Riley. Jagalah dirimu dan anakmu dengan baik. Aku hanya bisa membantu mendoakanmu dari sini. Semoga kau selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Agung." Widia tersenyum getir.

"Pengorbanan Riley? Maksudmu apa? Dia baik-baik saja, kan?" Seketika cabar hati mengelumuni hati Nyx Ivona. Tidak mungkin Riley mati. Jelas-jelas dia mengatakan kalau dirinya akan baik-baik saja sebab Jaden adalah pamannya yang tentu akan mengerti keputusannya.

Widia menggelengkan kepalanya lemah. "Dia tidak akan selamat."

Nyx Ivona terhenyak. Dia lemas, syok. Lekas kenangan singkat bersama pria itu melintas di ingatannya membuat telaga mata Nyx Ivona menggenang. "Riley," lirihnya pedih. "Ti–tidak, Widia. Itu hanya dugaanmu. Aku yakin Riley tidak akan kenapa-napa. Aku percaya padanya."

"Aku juga memercayainya, Ivona. Aku hanya tidak percaya Jaden memiliki kemurahan hati."

Iblis Di Sampingku (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang