Sebenarnya gue sudah meminta ikut bersama Dika dan anak-anak lain ke Rumah sakit untuk melihat kondisi terkini Kak Joshua yang dikabarkan tengah kritis usai menjadi korban pengeroyokan. Namun Mereka semua ga mengijinkan sebab situasi sedang kacau dan ga aman buat gue, Mahen meminta gue hanya tetap bersembunyi dimarkas saja sampai Cakra memberi titah selanjutnya.
Gue pun ga diberi opsi lain, selain mengikuti arahan Angel untuk masuk ke sebuah kamar yang akan gue gunakan mulai malam ini. Hanya kamar tamu berisi furniture lengkap dengan hawa suasana menenangkan dominan berwarna putih.
Angel setia melakukan tugasnya tuk mengawasi dan penuhi segala kebutuhan dan Keinginan gue.
Membuat gue berhasil merasa aman dengan keberadaannya disekitar gue meski lama-lama bikin gerah juga.
Sebab Angel bahkan melarang gue pergi kekampus menimba ilmu hari ini, berdasarkan titah baginda Cakra yang sejak kemarin tak kunjung muncul batang hidungnya entah ke mana.
Akhirnya dengan hati mendongkol gue memutuskan mengerjakan tugas perkuliahan yang belum sempat gue selesaikan sejak kemarin, hingga tau-tau jam sudah menunjuk pukul satu siang dan panggilan telepon dari Bang Diyo mengintrubsi.
"Halo bang, ada apa?"
"Kamu dimana, Mel? Abang sekarang udah didepan unit apartemen kamu nih, tapi kayaknya lagi ga ada orang yah?"
Gue terlonjak bangkit dari kursi santai panik. "Hah?! Gimana? Abang udah sampai diapartemen Bang Jovan dan Imel? Dari kapan? Kok bang Diyo ga ngabarin Imel lebih awal ih! "
Mendengar nada bicara gue yang kesal Diyo diseberang malah terkekeh. "Yah biarin. Suka-suka abanglah mau dateng kapan. Lagian 'kan aku tahu alamat tinggal kalian dan ga mungkin kabur kan apartemennya,? Kenapa panik gitu, Mel? Hayoloh Jangan-jangan kamu lagi berantem Sama Jovan yah?"
Lah?! Tau-tauan aja ni abang gue.
"Ih apaan banget, Bang Diyo mah suudzonan mulu. Emang ada keperluan apa ih sampe ke Jakarta tiba-tiba ga pake ngabarin begini?"
"Nganterin titipan berkas-berkas yang kamu minta kemarin lah. Sama Ayah disuruh antar langsung dan nanya, mau kamu pakai buat apa surat-surat ini? Kenapa? Kamu udah ga mau berkas ini lagi? Yauda Abang pulang sekarang nih."
"Ee-iya Imel butuh! jangan pulang dulu ih bang! " Mendengar alasan bang Diyo yang ternyata datang membawa sesuatu yang telah gue nanti-nanti sejak lama pun langsung buat tubuh gue lekas bersiap untuk keluar, menemui Abang gue itu.
Semua ini dikarenakan gue yang terus gagal mencari waktu pulang ke Bogor, alhasil 'kan gue terpaksa minta tolong ke Diyo untuk mengirimkan surat-surat yang gue perlukan lewat kang paket, namun gue sama sekali ga menyangka Bang Diyo bakalan datang nganter sendiri.
Duh mesti nyiapin alesan bagus ini gue jangan sampai bang Diyo tau jika gue akan mengurus perceraian dengan Jovan menggunakan berkas itu.
Merasa ragu apartemen Jovan belum berubah sandi masuknya gue pun menyarankan bang Diyo mending mampir ke apartemennya Teh Raina aja dulu, kan cuma beda Tower dari apartemen Jovan. Memperkecil kecurigaannya seandainya gue memberikan sandi yang salah ke apartemen Jovan atau nanti didalam ia menyadari ga ada barang gue yang tersisa dirumah Jovan.
Jika Diyo sampai curiga hubungan gue dan Jovan lagi bermasalah bisa sia-sia semua sandiwara gue dan Jovan selama ini.
Namun, tampaknya gue terlalu meremehkan Angel. Ia bersikeras tetap mengikuti kemanapun gue pergi dan gue pun ga bisa berkutik dari pengawasannya.
"Ngaku deh, Mbak Angel ini seorang Bodyguard, kan?" Namun seolah bicara dengan sebatang kayu, tiada jawaban yang gue terima. Hingga akhirnya Angel mengantar gue ke apartemen Teh Raina dengan Mobil Cakra yang kami kendarai semalam.
Sepanjang perjalanan gue coba menghubungi Teh Raina, untuk mengabarkan kedatangan gue dan Bang Diyo.
Dan mengapa gue PD Teh Raina ada dirumah hari ini? Sebab ini adalah senin riweh! Dan Teh Raina paling anti syuting di hari senin.
Namun alih-alih mendapat balasan dari teh Raina, ditengah perjalanan malah telfon dari Bang Diyo yang kembali mengganggu. "Halo, bang? Ini Imel udah dijalan bentar lagi nyampe. Kita ketemu ditempat Teh Raina aj-"
"Mel nomer unit yang kamu kasih ke abang itu kayaknya salah deh, lagi ramai orang disana, Mel! Bahkan ada tenaga kesehatan segala yang baru masuk kesana. Kamu yakin alamatnya bener?"
Gue terhenyak, dan kembali mengecek nomor kamar yang gue chat ke Bang Diyo dan seratus persen gue dapat menjamin jika itu nomor yang benar.
"Bener Bang, itu nomer unitnya Teh Raina."
"Astagfirullah, Mel! " setelah berteriakan Itu gue dapat mendengar suara derap langkah bang Diyo yang berlari lalu berdesak-desakan dengan banyak orang sebelum bertanya pada seseorang.
"Maaf, pak. Sepertinya saya mengenal wanita itu boleh saya melihat wajahnya pak?"
Gue meremang gila mendengar suara-suara orang yang seperti berkerumun diseberang telefon serta gue dapat merasakan betapa bergetarnya suara bang Diyo menanyakan hal itu sepertinya pada petugas kesehatan yang tadi sempat ia bilang.
"Ya Allah, Raina! Kamu kenapa?!" Entah sebab terlalu panik atau apa tangan gue seolah tremore dan malah memencet tombol merah dilayar, lantas gue tambah panik bukan main terus kembali mencoba menelfon nomor bang Diyo namun sudah sulit diangkat. Pasti abang gue itu lagi sibuk banget Saat ini.
Dan didalam situasi ini, hanya pikiran buruk lah yang memenuhi benak gue. Apa kiranya yang menimpa Teh Raina? Apa ia masih bernafas? Atau mungkin sudah...
Ah, gue meminta Angel untuk memacu mobil lebih cepat sembari menggaruk kepala gue frustasi. Hingga satu opsi terpenting terlintas diotak gue.
Gue harus hubungi Jovan!
"Bang! Lo dimana saat ini?! Teh Raina, Bang! Teh Raina! Ia ditemuin ga sadarkah diri di apartemennya!"
To Be Continue...
27Januari24
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Blue Sky : JOVAN
RomanceCakra, Seorang pria berpemikiran dewasa dan Romantis namun kadang terlalu overprotektif. Menikah dengan Cakra bagai sebuah cita-cita bagi Imel, namun apa mau di kata saat sebuah prahara tak terduga menimpa dan buatnya harus terpaksa menikah dengan...