pagi itu Bryan mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas namun tak ada satupun yang mau mengajaknya.
ia berdecih, ini benar-benar menyebalkan menurutnya. Guru IPA memberikan mereka tugas kelompok yang terdiri dari tiga orang dan tentu saja tak ada satupun yang mau mengajak Bryan kedalam kelompok mereka.
"gitu aja terus sama gue, gue makan pala kalian satu-satu mampus kalian". Bryan sudah misuh-misuh dalam hati, padahal ia sangat tampan tapi kenapa seakan-akan mereka melihat kotoran hingga tak ada yang mendekatinya.
"mau masuk kelompok gue? kebetulan kurang satu orang". Bryan menoleh ketika mendengar suara yang tak asing lagi baginya.
"boleh?" tanya balik Bryan yang dibalas anggukan oleh sang empu. "yaudah kalo Lo maksa". ucapnya membuat sang empu yang tak lain adalah Alvano menatap geli kearah Bryan.
"Lo beneran mau ngajak dia?" meskipun berbisik namun Bryan masih bisa mendengar bisikin itu, ia menatap tak suka kearah pemuda yang berdiri disamping Alvano itu.
"udah Lo diem aja" balas Alvano kepada temannya. Vendra Pramesya, sahabat dekat dari Alvano menatap tak suka kearah Bryan, kenapa tiba-tiba Alvano bersikap seakan dekat dengan pemuda itu pikirnya.
°
°
°
Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore tetapi tiga orang pemuda dengan masih memakai seragam sekolahnya itu masih setia memegang kertas dan juga pena dikedua tangannya, mereka terlihat mengerjakan beberapa tugas sembari mengemil di sebuah cafe.
"bukannya Lo itu orang paling pinter di kelas? kenapa tiba-tiba Lo gabisa jawab satupun?." tanya Vendra yang sudah sangat jengah dengan sikap Bryan yang sedari tadi hanya membolak-balikkan buku pelajaran yang berada di depannya.
Bryan bingung harus menjawab apa, yang pintar itu Bryan bukan Haikal jadi jangan salahkan dirinya jika sekarang hanya menjadi beban kelompok saja.
"bro Lo beneran gabisa jawab?" mendengar pertanyaan Alvano Bryan hanya menggeleng kecil, kenapa mereka menaruh banyak harapan padanya? meskipun dirinya sudah pernah menjadi kelas 12 dulu dan pelajaran ini milik kelas 11 tetapi tetap saja ia kan tidak pintar.
melihat itu Alvano tersenyum tipis, benar-benar menarik pikirnya. orang yang dulunya selalu menduduki posisi nomor satu di kelas sekarang terlihat seperti orang bodoh yang tak tahu apa-apa.
"kepala lo kebentur dimana sih?" Vendra sangat kesal dengan orang bodoh itu sekarang, ingin sekali dirinya melemparkan buku tebal yang sedang dipegangnya itu kearah Bryan.
"Lo apa-apaan sih? emang harus banget gue yang jawab? Lo jawab sendiri dong anjing kenapa nyuruh-nyuruh gue Mulu?" pupil Vendra langsung melebar tatkala mendengar sahutan dari Bryan, yaa ia lupa kalau orang didepannya ini juga merupakan tukang bully di sekolah jadi tak heran jika cara bicaranya seperti itu.
"Lo juga bego kan makanya ngebebanin semuanya ke gue? iya kan?" lanjutnya lagi, Vendra langsung melempar buku yang dipegangnya namun berhasil dihindari dengan baik oleh Bryan.
malahan buku tersebut mengenai salah satu pengunjung yang sedang makan dengan khidmat di meja seberang, "Akhhhh" pengunjung itu memekik kesakitan dan hal itu mampu membuat semua atensi terfokus ke asal suara tersebut.
dengan cepat Alvano meletakkan beberapa lembar uang di meja dan langsung berlari sembari menenteng tasnya keluar dari cafe, Vendra beserta Bryan yang melihat itu langsung mengikuti Alvano dengan kekuatan penuh, tak peduli meski tas mereka masih tertinggal di sana.
°
°
°
hari sudah gelap dan ketiga pemuda itu masih setia duduk-duduk tidak jelas di pinggir jalan.
"jadi sekarang Lo mau pulang apa gimana?" tanya Vendra pada Bryan, setelah acara kabur dari cafe tadi mereka berdua sudah puas memarahi serta memaki Alvano yang meninggalkan mereka.
dan sekarang mereka beristirahat sampai malam di pinggir jalan seperti seorang gelandangan. "gue pulang aja, bodoamat sama tugas gue ga peduli. dihukum ya dihukum." ucapnya santai sembari berdiri dari posisi duduknya.
"ck! kayak bukan Lo banget tapi gapapa gue suka" sahut Vendra sembari mengacungkan kedua jempolnya.
"gue harap kedepannya kita bisa jadi temen" ucap Alvano yang dibalas senyuman ramah dari Bryan, tak ada salahnya juga kan ia memiliki teman di dunia ini?.
"kalo gitu gue cabut dulu, byeee kadal gurun" setelah mengucapkan itu Bryan langsung berlari menjauh dari mereka berdua, "siapa yang Lo bilang kadal gurun anjing? dasar bekantan" balas Vendra yang tak terima dikatai seperti itu, Bryan hanya cekikikan mendengar itu.
°
°
°
seakan musibah terus datang padanya, Bryan menutup matanya sebentar sembari mengembuskan napas pelan.
sekarang di depannya sudah berdiri 3 orang pemuda yang seumuran dengannya, melihat wajah mereka membuatnya langsung tahu bahwa mereka adalah teman-teman dari pemilik tubuh ini.
mereka adalah orang-orang yang membuat Bryan menjadi seperti hewan liar. Bryan menatap tak suka kearah ketiga pemuda itu, kenapa mereka sekarang malah ada disini pikirnya padahal di ingatan Bryan asli mereka semua pergi entah kemana setelah berurusan dengan ibunya.
"kalian ngapain disini?" mendengar pertanyaan Bryan salah satu dari mereka terdengar terkekeh lalu maju beberapa langkah untuk mendekatinya.
"kita balik buat nemuin Lo" ucap pemuda itu dengan wajah yang terlihat sangat ramah di pandangan Bryan. seketika tubuh ini bereaksi seakan-akan itu adalah kata yang sangat ingin ia dengar.
Bryan merutuki dirinya sendiri, kenapa tubuh ini malah bereaksi seperti itu? padahal dilihat dari manapun mereka adalah anak-anak brandal kelas teri. "gue harap kalian ga pernah muncul lagi di hadapan gue" ucapnya sembari menabrak bahu pemuda itu dan langsung melangkahkan kakinya menjauh.
"ck Lo jadi kayak gini karna emak-emak letoy itu? HAHAHHAHA" ucapan yang dibarengi dengan tawaan itu membuat Bryan menghentikan langkahnya, ia berbalik dan langsung berlari untuk membogem wajah angkuh pemuda yang menghina ibunya itu.
BRUKKK!!!
pemuda itu tersungkur karena bogeman yang tak main-main dari Bryan. "Jangan pernah lo ngerendahin nyokap gue pake mulut kotor Lo ini" tangannya mencengkeram erat kedua pipi pemuda itu.
dua temannya yang tak terima atas perlakukan Bryan langsung meninju Bryan secara bersamaan tetapi entah kenapa dengan mudahnya tinjuan mereka dihindari malah dengan cepat Bryan langsung membalas tinjuan itu dengan tendangan yang sepertinya amat menyakitkan.
mereka bertiga sudah berbaring bersama di tanah, nafas Bryan terengah-engah akibat menghadapi mereka bertiga sekaligus, ia yang sedang terduduk segera bangkit untuk pulang kerumah.
namun baru saja hendak pergi sebuah hantaman keras ia rasakan di kepalanya, ia menoleh kebelakang dan melihat pemuda dengan Hoodie biru yang sedang berdiri sembari memegang sebuah tongkat di tangannya.
"dasar penghianat" ucap pemuda berhoodie tersebut. ah, Bryan lupa kalau mereka ada 4 orang. ternyata satu orangnya lagi sedang mengamati sedari tadi.
tubuh Bryan langsung jatuh ke tanah, darah merembes dari kepalanya, tangannya langsung gemetar melihat cairan merah pekat itu terus saja keluar dari kepalanya. ia takut melihat darah itu, darah benar-benar mengingatkannya pada kematian pertamanya dulu.
melihat keadaan Bryan yang jauh dari kata baik mereka malah langsung pergi tanpa niat membantu, orang yang benar-benar brengsek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Story
Teen FictionKecelakaan yang merenggut nyawanya sungguh sebuah takdir buruk bagi Haikal. pemuda itu masih ingin hidup! ia tak mau merenggang nyawa di usianya yang baru 18 tahun. entah keajaiban darimana tetapi dirinya hidup kembali di tubuh yang berbeda, ia tiba...