BAB 102: Perjalanan Pasukan Monyet

55 9 1
                                    

Sebuah portal persegi dengan asap hitam terbuka diiringi suara mendengung yang bikin telinga gak nyaman. Gue punya feeling kalau akan ada yang muncul melalui portal itu. Entah itu jin anjing tanpa badan, atau makhluk lain gue juga gak tahu. Pak Guru tersenyum semakin lebar, bikin gue tambah gemetar.

"Yes! Nyala!"

Anto bersorak sendiri waktu drone-nya terbang setinggi dada. Dengan bunyi bising dari baling-balingnya, entah kenapa bikin portal Burhan kayak keganggu! Portal itu gagal membesar dan kembali menyusut!

"Bagus, To! Jangan sampai portalnya kebuka!"

Burhan yang gue pikir udah teler setelah kena tendangan Dea, ternyata masih bisa merangkak menuju radio di lantai. Karena jaraknya agak jauh dan Dea lebih dekat, tentu aja Dea menahannya dengan asap merah sampai gak bisa gerak lagi. Sekarang, yang bisa gerak bebas cuma Anto seorang.

"Lo bisa matiin radio itu nggak, To?" tanya gue.

"Bentar. Gue coba dulu."

Di belakang drone-nya yang melayang menuju radio, Anto berjalan perlahan karena harus melewati pria sapi yang gak bisa gerak di tangan Kikuem. Bukannya menutup portal, drone Anto malah tersedot ke dalam dan hilang dalam sekejap!

"Noooooo! Drone gue!"

Portal yang udah gak dapat gangguan kembali membesar! Anto yang jaraknya paling dekat langsung menjadi korban pertama dari cengkraman tangan monyet yang gede banget! Gumpalan-gumpalan asap hitam berdatangan dan dengan cepat mewujud menjadi monyet-monyer seukuran sapi!

"Toloooong! Aduuuuh!" teriak Anto.

Monyet-monyet itu menunjukkan taringnya pada kami. Burhan bersorak gembira sebelum Dea menginjak punggungnya. Pak Guru tersenyum puas, jantung gue rasanya mau lepas, Anto udah hampir kehabisan napas! Gue harus gimana!?

"Do! Jangan ragu-ragu!" ucap Dea.

Tatapan mata Dea entah kenapa terasa penuh makna. Seakan ada keyakinan di sana. Ada rasa percaya, kekuatan, dan perasaan kuat yang bikin gue mendapat sebuah ide. Gue menatap Kikuem dengan setangkai bunga mawar, yang artinya gue akan menukar posisi dengannya.

Secepat kedipan mata, gue gak membiarkan pria sapi menyadari kalau dia harusnya udah bisa gerak lagi. Gue menebas kedua tanduknya dengan asap merah di pedang gue yang malah berujung gue memenggal kepala botaknya dari leher! Buset!

Kepala itu terguling ke kaki monyet-monyet, lalu mereka semua teriak-teriak entah apa maksudnya. Namanya juga monyet. Gue juga segera menebas putus tangan monyet yang mencengkram Anto yang udah pucat. Waktu monyet-monyet itu mau ngamuk menyerang gue, dari arah pintu berdatangan beberapa orang dengan pakaian siswa-siswi SMA yang berdarah-darah.

Cewek berbaju merah di depan mereka yang gak lain adalah Yuri, membuat gerakan tiba-tiba kayak lagi nakut-nakutin hewan! Absurd banget! Anehnya lagi, itu berhasil! Monyet-monyet itu ketakutan! Para aktor rumah hantu emang keren. Rava berlari waktu ngelihat Anto yang setengah sadar.

"To! bangun, To!" kata Rava.

Satu monyet berbadan lebih besar dari yang lain, muncul terakhir dari portal dengan satu lengan yang putus! Apa itu monyet yang tadi menyerang Anto!? Dia langsung mengarahkan tinjunya ke arah Yuri tanpa basa-basi! Sialan!

Dea lebih dulu melesat buat menahan tinjunya daripada gue yang bersiap pakai sihir hijau. Siswa-siswi di belakang tiba-tiba berjatuhan! Keluar asap putih dari badan mereka yang mewujud menjadi cewek-cewek berbaju putih teman-temannya Kikuem. Mereka langsung siaga melindungi Dea.

Monyet-monyet yang kayaknya di bawah komando dari satu monyet buntung, mulai berani kembali dan mencoba menyerang cewek-cewek putih itu! Pertarungan udah gak bisa dihindari lagi. Monyet dengan satu lengan itu terpaku menatap Yuri di belakang Dea. Kayak pria sapi yang berusaha menyerang Yuri, monyet itu juga sama.

"Kalian berdua cepat cari jalan keluar! Di sini udah bahaya banget! Kalau bisa bawa juga cewek baju merah itu! Cepetan!" kata gue pada Rava dan Anto.

Mereka berdua berlari ke arah Yuri. Rava udah benar menarik tangan Yuri. Si Anto ini yang agak sinting! Dia malah menarik tangan Dea!

"Yang ini, To! Lo salah orang!" kata Rava.

"Katanya yang baju merah! Lo buta warna, ya!?" sahut Anto.

Waktu mereka lengah, termasuk gue juga ... portal di belakang gue tiba-tiba meledak! Semua yang berdiri termasuk monyet-monyet itu pada oleng! Burhan, sekali lagi ngelakuin hal gila yang bikin gue geregetan! Gue gak tahu dia ngelakuin apa, yang jelas sekarang separuh badannya gosong sambil mengangkat tinggi radio itu.

Gue mendengar suara kuda beserta langkah kakinya! Pak Guru tersenyum waktu monyet satu lengan itu hampir berhasil meninju Dea dan Yuri sekaligus! Kikuem memakai sihir hijaunya buat bertukar posisi sama monyet raksasa itu! Gokil! Hantaman besar diterima langsung oleh Pak Guru yang dari tadi senyum-senyum!

"Cepat keluar dari tempat ini!" perintah Dea pada Kikuem.

Mengikuti Rava dan Anto yang udah tahu jalan keluar, Kikuem beserta teman-temannya juga melesat terbang dengan cepat. Tentu aja mereka gak berlari dengan santai karena monyet-monyet itu ngejar mereka dengan ganas. Dea udah berdiri di samping gue, memegangi tangan gue yang ketakutan setelah mendengar suara kuda dari balik portal.

Kami menyaksikan Pak Guru yang berlumuran darah sehabis kena tinju dari monyet gila. Kasihan banget! Harusnya Heshita di dalam tubuhnya doang yang kena serangan! Monyet itu berbalik menatap kami dengan tatapan penuh amarah. Dia berteriak kencang banget lalu tiba-tiba terhenti dengan tampang kaget! Kenapa, tuh!?

Lengan kirinya terpotong dari belakang! Sekarang dia benar-benar gak punya tangan lagi! Sebilah pedang tampak menembus badannya dari belakang, yang bikin monyet itu gak bisa gerak dan dengan cepat melebur jadi asap hitam. Dea menguatkan genggamannya waktu kami melihat sosok bertopeng dengan baju putih yang mengibaskan pedangnya setelah terlumuri darah.

"Tubuh manusia memang lebih ringan, tapi juga lebih lemah. Nah ... Mardo. Saya harus membawamu kembali ke sel tahanan,"

"Gak ada yang boleh bawa Mardo!" sahut Dea.

"Reputasi Anda sebagai ratu kuntilanak semakin buruk kalau terus bersama manusia. Jangan menghalangi tugas kami."

Sekujur tubuh Dea mengeluarkan asap merah sampai bikin poninya bergerak-gerak. Pedang gue juga ikutan terkena asap merah waktu gue siap bertarung melawan polisinya alam gaib. Karena jujur aja, gue gak mau ditangkap apalagi kalau sampai dikurung di penjara!

Kalau diingat-ingat lagi, kesalahan gue apaan, sih? Kayaknya gue gak ngelakuin tindakan kriminal apa-apa, deh. Masa iya gue dianggap penjahat cuma gara-gara masuk ke pasar gaib mereka, terus beli beberapa barang ... terus bikin keributan bareng Sulay pakai makanan ayam. Ah! Sulay, tuh yang bikin kacau!

"Jangan ragu-ragu, Do. Soalnya dia juga gak mungkin main-main kalau urusan tugas,"

"Dea. Kamu mau janji satu hal nggak?"

"Janji? Apa, Do?"

"Kalau sampai aku kalah ... kamu pergi aja. Jangan cari masalah sama siapapun lagi. Mau janji?"

Dea memalingkan wajahnya.

"Nggak mau."

Mardo & KuntilanaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang