Symmeclass

101 79 4
                                    

Happy Reading

••••

Niatku untuk membolos bukanlah sekedar wacana. Saat ini aku berada di perpustakaan, duduk di bangku paling pojok dan meletakkan kepala di atas buku yang aku ambil, tetapi tidak niat untuk aku baca.

Perpustakaan akademi ini sangat luas, bahkan memiliki tiga lantai. Tiap rak penuh dengan beragam buku. Saat pertama kali masuk aku cukup terkesima dengan nuansanya.

Hening, ya itu yang aku butuhkan sekarang. Mengingat fakta aku tidak memiliki sihir seperti Elio. Membuatku was-was tinggal di sini. Kepalaku begitu ramai memikirkan kemungkinan buruk yang akan terjadi di masa depan nanti.

Profesor Fariza pernah memberi tauku, bahwa tidak semua yang ada di dunia ini memiliki sihir. Kebanyakan orang-orang yang memiliki sihir ini adalah mereka yang memiliki status penting di benua. Sebab itu, mereka semua dilatih di akademi ini, sebagai bekal ketika wilayah mereka berada di dalam bahaya.

Seandainya dulu aku dibawa ke lingkungan yang manusianya tidak memiliki sihir apa pun, sepertinya jauh lebih aman dan nyaman untuk tinggal di sana karena aku tidak akan dikucilkan.

Apalah daya, nasi sudah menjadi bubur basi.

Mataku membaca judul pada buku yang aku jadikan bantal.

"Benua Laurezien."

Aku membenarkan posisi dudukku, sedikit penasaran dengan buku itu.

Hampir dua jam aku membaca buku yang tebalnya seperti kesabaranku dan ternyata Benua Laurezien adalah benua yang aku pijaki sekarang ini. Di benua ini terdiri dari tiga kerajaan besar. Kerajaan Wrizedfiren yang terkenal dengan penyihir apinya, kerajaan Tresioz Naturen terkenal dengan penyihir bumi, dan terakhir kerajaan Ezeice Snowren yang terkenal dengan penyihir es. Akademi Astracapella sendiri terletak di wilayah yang terpisah dari ketiga kerajaan itu dan tepat berada di tengah-tengah kerajaan yang membentuk daratan seperti segitiga.

Ternyata sistem pemerintahan di sini adalah monarki.

"Apa di akademi ini ada pangeran dan putrinya? Jika iya, aku harap tidak menyinggung mereka, akan sangat merepotkan jika hal itu terjadi."

Seperti yang aku baca dari buku novel, salah sedikit saja ucapkan good bye pada kepala.

𓆝 𓆟 𓆞 𓆝 𓆟

"Kau dari mana saja semalam, hah?!" Baru saja aku membuka pintu pagi ini, Athalia sudah berdiri di sana dan kedua tangan berada di pinggang.

"Aku di perpustakaan. Maaf tidak mengabarimu," ucapku menariknya untuk berjalan menuju kelas.

"Aku khawatir saat kau tidak masuk kelas, aku pikir kau diganggu murid lain. Ingat, ke mana pun kau pergi ajak aku."

"Iya, Liya." Aku sangat bersyukur bertemu dengannya. Meski dia menceramahiku sampai ke kelas, tetapi sangat terlihat raut cemasnya.

Saat Athalia ingin duduk, aku memeluknya. "Aku menyayangimu, Liya." Dapat aku lihat wajah terkejutnya.

"Aku juga menyayangimu, jangan buat aku khawatir lagi," ucapnya.

Aku melepaskan pelukan dan segera duduk karena profesor Maia memasuki kelas.

"Selamat pagi."

A Way Home for NadindraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang