26

6K 833 25
                                    

by sirhayani

part of zhkansas

...

Dini hari tadi aku terbangun untuk mengisi botol air minumku di dapur dan saat kembali ke kamar aku berpapasan dengan Papa yang sedang menuju kamarnya. Papa mengatakan bahwa mulai hari ini aku akan berangkat bersama sopir pribadiku. Aku tidak menyangka Papa mendapatkan sopir secepat ini. Mulai hari ini juga aku tak lagi berangkat maupun pulang bersama Kaisar.

Sebelum Papa menyuruhku untuk kembali tidur, Papa mengatakan bahwa ada hal penting yang akan Papa sampaikan sebelum sarapan bersama. Jadi, aku bangun lebih pagi dari biasanya dan aku bahkan sudah selesai memakai seragamku sekitar setengah jam sebelum sarapan dimulai.

Kulangkahkan kaki menuruni tangga dengan buru-buru dan menemukan Papa yang sedang bersantai di kursi dekat kolam renang. Aku berlari dan tiba di sana sambil memunculkan diri di balik pintu kaca.

"Pagi, Pa!" sapaku pada Papa yang langsung menoleh.

"Duduk sini." Papa memegang kursi yang ada di sampingnya. Aku segera duduk dan memandang gelas berisi teh herbal yang biasanya Papa minum. "Kok tumben cepet?"

"Papa kan mau ngomong sesuatu?" tanyaku sambil menatap wajah Papa yang masih muda. Aku sampai pernah memanggil Kakak jika saja Mama tidak memarahiku. "Papa mau ngomongin apa?"

Sejujurnya, aku gugup karena ini adalah kali pertama aku diajak untuk bicara serius oleh Papa.

"Kamu seberapa deket sama Kaisar?"

Pertanyaan Papa membuatku mulai merasa tak enak. "Mau dibilang biasa aja, tapi nggak juga. Soalnya Papa tahu sendiri, kan, aku dan Kaisar dari kecil kayak gimana? Soalnya Kaisar dulunya nyeremin...."

"Berarti dia mulai buka diri beberapa bulan ini, ya?"

Aku mengangguk cepat.

"Apa Kaisar sering meluk kamu?"

DEG

Jantungku terasa dihantam sesuatu yang kuat. "Nggak sering...."

"Pernah ... beberapa kali?" Papa menatapku sambil menaikkan alis. Aku merasa sedang diintimidasi. Kuanggukan kepala dengan ragu, lalu Papa menghela napas panjang sambil memejamkan mata. "Papa udah lihat. Papa pikir kalian berdua nggak tahu di dekat kolam renang ini ada CCTV."

Mampus! Kenapa aku tidak tahu soal itu?

"Tiara...." Papa memijat pelipisnya. "Bukannya Papa ngelarang kalian dekat, tapi kalian sudah bukan anak-anak lagi."

Aku menunduk. Ada perasaan sedih yang mendalam. Seolah aku sedang ditegur karena melakukan sebuah kesalahan besar. Ah..., memang begitu kebenarannya. Aku telah melakukan kesalahan besar. Aku merasa tidak enak pada Papa.

Aku jadi teringat hari di mana Mama menasihatiku untuk tidak bermain di kamar Kaisar. Hari itu ada Papa juga, tetapi Papa berbicara dengan Kaisar. Bukan aku.

"Apa Kaisar sering gangguin kamu?" tanya Papa lagi.

Aku tak sanggup bicara. Jadi, yang aku lakukan hanyalah menggeleng singkat sambil menatap kaos kakiku.

"Papa harap setelah ini kamu bisa tahu batasan," kata Papa, menohok tepat ke jantungku. "Karena Kaisar nggak akan dengerin omongan Papa."

Aku mengerjapkan mata agar air mataku tak keluar. Di mata Papa, apa yang aku dan Kaisar lakukan terlalu berlebihan untuk status saudara. Siapa pun yang melihat juga akan berpikiran sama. Perkataan Papa seolah-olah sebuah peringatan. Aku juga sadar diri bahwa aku bukanlah anak kandung Papa. Walau Papa menyayangiku, tapi tetap saja Papa pasti lebih sayang Kaisar yang merupakan anak kandungnya dan akan melakukan yang terbaik untuk Kaisar.

Time ParadoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang