"Ar.. beli eskrim, ya?" Arvelyn menoleh, menatap Artha dengan mata penuh harap.
Artha mengerutkan dahinya, lalu mengangguk mengiyakan. Yang mau beli eskrim kan Arvelyn, kenapa harus bertanya dulu kepadanya?
"Yeeyy!" Seru gadis itu dengan girang. Sambil tersenyum licik, ia memasukkan eskrim sebanyak-banyaknya ke dalam troli. Setelah dirasa cukup, Arvelyn kembali menoleh menatap Artha.
"Lo yang bayar, ya!" Nah, kan.. dari awal firasat Artha sudah tidak baik, ternyata memang ada udang di balik bakwan.
Artha menatap Arvelyn datar, namun tak urung pemuda itu juga mengangguk. Toh, uangnya banyak, hanya membeli eskrim tidak akan membuatnya jatuh miskin.
Melihat itu Arvelyn semakin mengembangkan senyumnya. "Makasih, Thata!"
Mendengar itu, muka Artha semakin datar. Apa-apaan gadis ini? Sudah untung ia mau membayar eskrim miliknya, tapi kenapa masih mengejeknya?
"Nama gue Artha, bukan Thata." Koreksinya.
"Justru itu, nama lo kan Artha, jadi gue panggil Thata." Melihat wajah Artha yang masih datar se datar aspal, Arvelyn kembali berucap. "Anggap aja itu panggilan sayang dari gue buat lo." Tanpa ingin melihat kekesalan Artha lebih lanjut, Arvelyn langsung berbalik pergi menuju kasir.
Diam-diam gadis itu tersenyum penuh kemenangan, pasti Artha saat ini kesal bukan main. Tadi di sekolah pemuda itu lah yang membuatnya kesal, sekarang giliran Arvelyn yang gantian membuat pemuda itu kesal. Jadi, sekarang mereka impas, kan?
Berbeda dengan apa yang dipikirkan Arvelyn, Artha kini justru sedang memegang jantungnya yang berdegup kencang.
"Jantung gue kenapa?"
Fiks, nanti ia harus memeriksa jantungnya ke rumah sakit. Pasti ada yang salah, bukan?
Berdekatan dengan gadis itu memang membuat jantungnya tak aman.
Sedangkan Arvelyn yang sudah ada di depan kasir, menatap heran Artha yang kini justru terdiam sambil memegang jantungnya. Apakah pemuda itu terkena serangan jantung?
"Woy, Artha! Buruan sini! Ngapain lo diem disitu?!" Arvelyn berteriak.
Artha tersadar setelah mendengar teriakan itu, dengan sedikit gugup ia mendorong trolinya.
Apa ia ketauan?
°°°°°
Kini mereka sudah sampai di rumah mewah yang Arvelyn yakini adalah rumah milik pemuda di sebelahnya. Mengikuti Artha, Arvelyn pun turun dari mobil.
Memasuki rumah itu, Arvelyn tak henti-hentinya terkagum-kagum. Namun, sebisa mungkin ia tetap kalem walaupun sebenarnya jiwa missqueen nya sudah meronta-ronta.
Ya walaupun rumah milik Arvelyn asli juga mewah, tapi rumah milik Artha jauh lebih mewah.
Di ruang keluarga, terlihat seorang wanita yang seumuran dengan Bundanya. Duduk dengan pose elegan sambil membaca majalah.
"Mah..." Panggil Artha.
Sudah Arvelyn duga, itu adalah Fanny-Mamanya Artha.
Fanny menoleh, setelahnya wanita itu langsung berlari dengan antusias ke arahnya.
"Astaga, Velyn! Udah lama banget gak ketemu!! Apa kabar, sayang?" Fanny berucap sambil memeluk Arvelyn.
Membalas pelukan hangat wanita itu, Arvelyn menjawab dengan gugup. "Velyn baik kok, tan."
Mendengar jawaban Arvelyn barusan, Fanny melepas pelukannya, lalu menatap gadis itu dengan sorot tak terima.
"Tante? No! Mama, sayang! Udah berapa kali Mama bilang! Kemarin-kemarin juga kamu udah manggil Mama, kok sekarang Tante lagi, sih?" Cerocos Fanny.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonist Fiancé [HIATUS]
TienerfictieNaya Rivera, gadis 19 tahun yang mati akibat kecelakaan beruntun yang dialaminya ketika ia hendak pergi ke kampus. Namun bukannya pergi ke alam baka, jiwa Naya malah tersesat ke dalam tubuh seorang figuran di dalam novel yang baru saja selesai dibac...