Flash Forward...
Andrea kini sudah tertidur pulas di pembaringannya. Carin hanya bisa menatapi tubuh atletis laki-laki itu. Jujur semakin lama bersama dengan Andrea, membuat ia lupa siapa ia yang sebenarnya.
Dia datang kesini untuk menjalankan misi bukan untuk mencintainya. Meskipun demikian, perasaan ini tidak bisa di bohongi walaupun, ia sudah di sakiti oleh Andrea.
Itulah beberapa hal dari sekian banyak beban pikiran yang ia tanggung.
Carin kini tengah fokus melacak iPad milik Andrea meskipun, saat melakukan aktivitas ini membuat tubuhnya panas dingin karena takut. Pandangannya tetap tidak teralihkan dari laki-laki yang tengah tertidur tersebut.
Ia hanya perlu mengotak-atik benda pipih berlayar lebar dengan jemarinya. Tahapan selanjutnya biar para pekerja di agensi yang memantau. Setelah tugasnya selesai, ia meletakan posisi benda tersebut persis di tempat yang sama.
Kini penglihatannya teralihkan pada ponsel pintar milik Andrea. Memperlihatkan sebuah panggilan masuk dari seseorang.
Nada telpon itu memang di heningkan olehnya. Dengan maksud agar tidak ada orang lain yang menganggu waktu mereka.
Sepersekian second Carin menggeser tombol hijau tersebut agar terhubung. Meskipun, hal yang ia lakukan terlihat lancang tapi, mau bagaimana lagi itulah tugasnya.
Mencuri di antara orang-orang pencuri. Ia hanya berdiam diri menunggu orang yang di seberang sana membuka pembicaraan.
"Andrea kapan kau kesini? Jangan mau di bodohi perempuan gila itu. Aku tidak bisa tidur perutku keram!"
Carin hanya diam mendengarkan semua perkataan Elga. Sebentar lagi anak yang di kandung wanita itu akan lahir ke dunia.
Siap atau tidak Carin akan menerima pertanyaan bahwasanya dia akan menjadi patung dan menderita di atas kebahagiaan orang lain.
Tubuhnya kini bergetar hebat, rahangnya sudah mengeras karena menahan tangis, tubuhnya benar-benar membeku di tempat, mengucapkan satu kalimat saja berat rasanya.
"Shit! Apakah kau tidak mendengarkan aku Andrea? Ku rasa memang benar kau sudah di hasut perempuan gila itu. ANDREA?" Umpatan perempuan itu sambil berteriak.
"Tuan tengah tidur. Akan ku sampaikan nanti, agar dia bisa menemuimu secepatnya!" Jawab Carin dengan nada setenang mungkin, sambil menahan sesak.
"Oh, ternyata dia yang ada di seberang sana." Tertawa jahat berbicara dalam hati.
"Senang berbicara dengan mu nona!" Menumpukan tubuhnya ke meja sembari memetik kukunya.
"Yah, aku juga. Akan ku sampaikan ke Andrea nantinya agar dia bisa menemuimu. Aku minta maaf. Beristirahat lah dan sela___" Carin memberhentikan perkataannya karena, Elga memotong pembicaraan.
"Mari bertemu? Tempat aku yang atur, lokasi akan ku kirimkan lewat pesan nomor pribadimu. Jika kau tidak menerima undangan ku? Nyawa mu akan jadi taruhannya." Ujarnya ketus menaikan satu alisnya lalu, memutuskan sambungan telpon secara sepihak tanpa Carin jawab.
Carin hanya bisa menatap beda pipih tersebut disaat panggilan berakhir, sebelum meletakan nya di atas nakas. Layar kunci perangkat itu memperlihatkan foto dirinya.
Carin tidak tau kapan Andrea mengambil foto tersebut. Meskipun, ia bahagia akan perlakuan Andrea. Tapi, entah mengapa sulit sekali rasanya untuk tersenyum kali ini.
Sebahagia apapun dia dengan laki-laki yang ada bersamanya. Dari lubuk hatinya paling dalam, ia sangat sangat tersakiti, hatinya tersayat untuk ke sekian kalinya. Air matanya kini telah berhasil membasahi pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIWA AND WINE [END]
RomanceNOTE: WINE AND MIWA "Segelas WINE yang di hidangkan, tidak akan habis jika tuanya tidak meminumnya, begitu juga dengan MIWA, kami tidak akan datang jika benalunya tidak menemui inangnya." #Rank 1 di agen #Rank 1 di emosional #Rank 2 di Andrea #Rank...