#19

10.8K 1.2K 34
                                    



"Maafkan kami, professor. Kami harus menginformasikan jika lamaran anda ditolak. Proposal anda cukup bagus, namun..."

"Cukup bagus?" Dokja menyela dengan suara dingin. "Beraninya kau berkata jika karyaku cukup bagus, dan memuar jurnal mengenai basic system yang kubuat di mesinku," ujarnya, sembari memutar mouse yang mengarahkan dokumen penemuan yang ditulis oleh salah satu peneliti mereka.

Orang yang ditelepon itu terdengar gagap, tidak menyangka jika Kim Dokja akan menemukan jurnal mereka secepat itu dan bahkan membacanya.

"Itu... saya kurang tahu..."

"Tadinya aku akan mengizinkan kalian memuatnya disini jika aku diterima. Tapi karena kalian menolakku, maka aku akan menuntut kalian di pengadilan karena menyebarkan karya ilmiahku sesuka hati. Sampai jumpa."

"Tu-tunggu! Prof..."

Dokja mematikan sambungan telepon seraya menyenderkan kepalanya dikursi ruangan kerjanya. Semuanya jadi sulit sejak dia keluar, pusat penelitian memborbardirnya dengan ancaman, sekali lagi, ancaman dan bukannya tawaran untuk masuk kembali kesana. Jika masih ingin membuat mesin, katanya.

Sekarang, bahkan instansi-intansi kecil yang takut kepada pusat peneliti menolak Dokja meski mereka tahu se-kompeten apa Dokja itu.

Tapi tentu saja, mereka tidak bisa menahan diri untuk mengagumi, mengomentari dan menyebut karya yang muncul dari otaknya Dokja dalam blog mereka. Lihat saja itu.

Dokja memang benar butuh uang. Rumah yang dia tinggali beserta perawatannya mahal, dia juga butuh banyak uang untuk setidaknya membuat sesuatu sekecil apapun, dia bahkan juga menanggung biaya sekolah Gilyoung sekarang. Tabungannya memang banyak, tapi Dokja sudah harus mengira-ngira pengeluarannya mulai sekarang karena sudah sebulan tidak ada pemasukan.

Dokja benci jika dirinya pusing karena memikirkan soal uang.

Dia menyandarkan punggungnya dikursi. Disaat begini, dia kembali teringat dengan Yoo Joonghyuk, dan malam panas mereka saat itu.

Kalau kalian tanya apa yang terjadi,

Hanya,

Mereka saling memuaskan satu sama lain. Tapi Yoo Joonghyuk memilih untuk merelakan Kim Dokja malam itu tanpa benar-benar menyetubuhinya. Itu karena, mereka benar-benar kurang dalam segi persiapan.

Dokja tidak pernah berpacaran apalagi sampai seks, dan Joonghyuk bahkan tidak tahu kalau film porno itu ada.

Joonghyuk tidak membawa kondom yang sangat penting, dan juga lube. Malam itu, tiga jari Joonghyuk yang masuk saja rasanya lumayan sakit. Dokja tidak tahu bagaimana jika penis yang setebal kepalan tangannya itu masuk.

Jadi mereka memutuskan untuk berhenti sampai disitu.

Tapi Dokja tahu, dia tidak bisa menghindarkan itu selamanya. Karena saat mereka menyelesaikan kegiatan mereka, mandi dan kemudian memakai pakaian, Joonghyuk menarik tangan Dokja pelan dan berkata,

"Prof, tunggu aku. Aku akan... belajar lagi lebih keras."

Memalukan menyebutnya seperti itu, tapi Joonghyuk terlihat sangat bertekad.

"Kau seyakin itu jika aku mau melakukannya lain kali?" Tanyanya.

Joonghyuk memiringkan kepalanya, "Kau tidak mau? Tapi sistemku bilang kau suka jariku."

"Sistemmu benar. Tapi kau yakin sekali jika aku mau melakukannya lagi? Aku kenal satu pria sepertimu. Jarinya sama panjang sepertimu jadi tidak ada bedanya kan aku mau melakukannya dengan dia atau kau?" Dokja dan mulutnya yang beracun.

YJH 0.9Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang