Bagian 22 : Konflik (1)

376 63 4
                                    

Gema terus diserang oleh suara yang keras dan  kasar entah dari mana. Yoga selalu mengatakan suara itu tidak ada dan itu semua hanyalah manifestasi dari trauma yang ia rasakan. Ia mencoba untuk tidak menggores lengannya meskipun saat ini Gema sedang mengenggam cutter yang tajam ditangan kanannya. Gema tidak tau lagi mana yang salah dan mana yang benar. Tapi keinginannya tetap sama yaitu ingin membahagiakan Rasya.

Semakin mendengarnya Gema semakin pusing dan pening. Kepala belakangnya seperti dipukul berkali-kali tanpa ampun. Luka yang ada dilengannya terasa gatal sehingga Gema berkali-kali menggaruknya dengan kasar lalu memukul kepalanya. Dua hal itu Gema lakukan terus menerus secara bergantian. Meskipun dalam kesulitan seperti ini Gema berusaha untuk tidak berteriak agar semua kakaknya tidak mendengar.

Namun tujuan Gema untuk menyembunyikan kesakitannya tidak berhasil. Rasya tiba-tiba masuk dalam kamarnya karena ia ingin melihat Gema sudah tertidur atau belum.

"Gema!!" Teriak Rasya yang mendapati adiknya tengah dalam kondisi tidak karuan. "Gema! Lepaskan ini, Gem!" Titah Rasya sambil berusaha melepaskan cutter dari tangan kanan Gema. Karena usaha itu tangan Gema justru tergores begitu juga dengan Rasya.

"Pergi!!" Teriak Gema yang juga tidak sengaja mengayunkan cutter itu dan melukai lengan atas Rasya. Kakaknya itu meringis dan membuatnya terdiam.

"Kak, Kak Rasya..."

Rasya menyadari rasa bersalah Gema dan disaat yang sama Rasya menggeleng cepat dan menenangkan Gema, "Tidak, tidak. Gema ini bukan salahmu, Gem. Kakak tidak apa-apa" Ucap Rasya yang berusaha menenangkan Gema.

Lihat sendiri, Gem. Jika bukan kau yang terluka maka kau akan membuat orang yang paling kau sayangi menderita. Lihat yang kau lakukan! Kau bodoh tidak mendengarkanku!

"Tidak, aku tidak sengaja" Lirih Gema sambil sesekali memukul kepalanya sendiri.

"Gem, tolong dengarkan kakak" Pinta Raya dengan sangat lirih sambil berusaha mengenggam tangan Gema agar berhenti memukul diri sendiri. Tetapi yang terjadi justru Gema makin memberontak dan berusaha menjauh darinya.

"KAK!! KAK YOGA TOLONG!!SIAPAPUN TOLONG ADIKKU!!" Teriak Rasya sekeras mungkin dengan harapan seseorang akan mendengarkannya. Beruntung Naresh yang sedang berjalan menuju lantai atas mendengar dan langsung membuka pintu kamar Gema dengan paksa. Tanpa menunggu lagi, Naresh membantu Rasya. Naresh berhasil meraih lengan Gema yang penuh luka itu dan mencegah pergerakannya.

Rasya juga dengan cepat mengambil obat yang diberikan Yoga yaitu Diazepam yang akan menenangkan Gema disaat adiknya sedang tidak terkendali seperti sekarang. Rasya dengan hati-hati memasukan obat itu dalam suntikan kecil dan memberikannya pada Gema dengan perlahan. Sesaat setelah Rasya selesai memberikan injeksi tersebut pelahan Gema melemas dan teriakan Gema mulai mereda.

Rasya dan Naresh sama-sama sedang mengatur nafas dan memperhatikan Gema. Kini pemuda itu tengah terdiam dan dalam mode kosongnya. Tetapi Gema bisa dikatakan lebih tenang dan jauh lebih bisa diajak berkomuniksi.

"Gema, naiklah ke kasur" Pinta Rasya yang dibantu oleh Nares membawa badan lemas Gema dan membiarkan adiknya berbaring nyaman.

Naresh yang sudah memperkirakan Rasya lebih tenang meremat bahu sahabatnya sejenak. Rasya menoleh pada Naresh dengan tatapan penuh tanya. "Ayahmu mengirimkan surat pada Gema, Ras" dan kalimat inilah yang masuk gendang telinganya. Rasya menarik Naresh untuk keluar dari kamar Gema untuk melanjutkan pembicaraan mereka.

"Sejak kapan Randy mengirimkan surat pada Gema?" tanya Rasya penuh dengan selidik bercampur kesal karena kali ini ia harus kecolongan lagi.

"Aku tidak tau pasti sejak kapan. Aku mengetahuinya dari Harry" Naresh mengeluarkan kertas yang sudah terlipat tidak karuan didalam kantongnya lalu melanjutkan penjelasan, "Harry langsung mengambilnya dari Gema yang sedang membaca. Harry juga berhasil menenangkan Gema sebelum kau pulang. Harry masih menyelidiki sejak kapan ayahmu menulis suratnya"

GEMA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang