Araya memandang Gio aneh. Kenapa lelaki itu seperti menghindari seseorang? Dari tatapan Gio yang mengintari sekitar area cafe. Kalau diperjelas hanya anak sekolah ikut meramaikan kedai cafe ini. Dan pojok ruangan ada tiga orang berjas hitam sedang menikmati coffe sembari berbincang ringan
"Gio!"
Gio tersadar dari lamunan mendengar namanya disebut. Mengedarkan pandangan ke sekitar, dirasa sudah aman Gio melepaskan masker mulut, kacamata dan menurunkan penutup kepala.
"Lihat ke arah jam sembilan dari posisi kamu," bisik Gio pelan.
Araya tidak langsung menoleh, ia memerhatikan Gio agar jika dia membalikkan badan nanti tidak ada yang aneh ataupun orang itu menyadari. "Kenapa dia?"
"Sebelum kamu datang aku pengen mesenin makanan tapi yang aneh banget pas aku sebutin minuman buat kamu tiba tiba ada orang bisikin aku," kata Gio tangannya mengaduk americano.
Araya mengernyitkan keningnya. Aneh.
"Bisikin apa? Dia suka kamu?" tanya Araya
Gio melototkan matanya. Tidak menyangka pertanyaan Araya di luar akal sehatnya. "Status seksual aku masih normal. Nggak usah mikir aneh aneh" sangkal Gio.
"Engga gitu. Coba kamu fikir orang asing deketin kamu buat apa kalo bukan tertarik?"
"Belum selesai aku ngomong kamu main potong ucapanku"
Araya terkekeh geli. Tangannya menepuk lembut kepala Gio dengan wajah gemas. "Lucu banget, sih, pacar aku."
Blush!
Kedua telinga Gio memerah. Ketika mendapat sanjungan atau pujian dari orang terkasih, bukan pipinya yang merah seperti tomat tapi telinganya. Cukup beda dan Araya suka.
"Katakan apa yang cowok itu bilang," titah Araya menggeser duduknya agar tidak ada space lagi.
Gio berdehem, "Dia bilang 'Minuman yang anda pesan kurang cocok untuk seorang perempuan, kadar gula yang mereka taruh begitu banyak. Saran saya lebih baik pesan yang lain.' Aku yang denger sempat melongo. Bayangkan aku selalu dorong orang asing yang deketin aku tapi entah aku gak lakuin"
Mulut perempuan itu diam. Tidak mengeluarkan jawaban.
"Kenapa diam?"
Jari Araya di dagu memikirkan jawaban yang tepat dan menganalisa perkataan orang asing itu.
"Hey, sayang? Denger gak ucapan aku barusan?"
"Aku denger. Cuman aku diam buat cerna omongan kamu"
Gio menganggukkan kepala
"Tapi ada benarnya juga gak usah pesen thaitea karna takar gulanya terlalu banyak, belum lagi pemanis buatan. Mungkin orang itu tahu tentang bahaya mengonsumsi gula untuk perempuan"
Gio ingin menyanggah tapi Araya mengibaskan tangannya depan wajahnya. "Ngga usah difikirin. Selama gak mengancam nyawa, diam aja. Bagus, kan, kalo masih ada perduli"
Lelaki itu hanya diam. Agak kecewa sebenarnya karena dia berharap respon Araya itu bukan seperti ini.
"Mama kamu sudah sehat?"
"Iya, Mama sudah sehat. Berkat kamu selalu jagain Mama di rumah sakit. Kalau nggak ada kamu aku bisa kesusahan ngatur waktu," keluh Gio.
Sebagai asisten dosen dan pegawai kantor, Gio sesusah itu atur waktunya untuk diri sendiri, keluarga, kuliah, dan kerja. Belum lagi mendengar Mamanya jatuh sakit, Gio beneran stress waktu itu. Tapi kehadiran Araya di sampingnya sedikit meringankan beban yang Gio pikul.