Arvelyn melamun, ia mengabaikan kehadiran guru di depan sana. Selepas gadis itu mengeluarkan semua uneg-unegnya, kini rasa menyesal hinggap di relung hatinya.
"Aaggrrhh! Gue kenapa pake nangis segala, sih?!" Mengacak rambutnya, gadis bermanik hazel itu berucap kesal. "Ini semua gara-gara si Arvelyn!"
"Malu, anjing!" Kembali, ia menggetok kepalanya sendiri dengan bolpoin yang dipegangnya.
"Itu yang dibelakang kenapa ribut-ribut?" Tanya Bu Tuti, guru Fisika yang saat ini tengah mengajar.
Refleks, semua orang beralih menatap ke arah gadis yang saat ini memandang cengo mereka.
"Saya, bu?" Tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri.
Mendengar itu, teman-temannya tertawa, apalagi ketika melihat wajah gadis itu yang memeable.
"Kamu, ya! Emangnya siapa lagi yang berisik selain kamu!" Guru perempuan itu menggebrak meja, membuat tawa murid pun seketika berhenti.
"Lah kok, saya. Perasaan dari tadi saya gak berisik deh, bu." Lagi, Arvelyn menjawab.
"Ngejawab ya, kamu! Kamu pikir saya buta sampe gak liat kamu yang ngomong sendiri sambil ngacak-ngacak rambut kayak orang gila?!" Bu Tuti melotot, lalu menunjuk ke arah pintu. "Berdiri di depan kelas sampai pelajaran saya selesai!"
"Tapi Bu—"
"Gak ada tapi-tapian! Cepat keluar atau saya tambah hukumannya!" Bu Tuti masih melotot garang.
"Eh, iya, bu." Arvelyn segara bangkit dari kursinya, dengan cepat bergegas pergi melaksanakan hukuman.
"Dasar Butut galak." Gumamnya, dan ia pastikan tak akan ada orang lain yang mendengarnya.
"APA KAMU BILANG?!"
Ternyata Arvelyn salah.
°°°°°
Roof top, tempat yang paling nyaman menurut Artha saat ini.
Dengan rokok yang terus ia hisap, pikirannya melayang memikirkan kejadian tadi.
Jujur saja, Artha tak menyangka semuanya akan seperti ini. Ia kira Arvelyn akan tetap seperti dulu, gadis itu akan tetap mencintainya.
Memejamkan matanya, Artha bergumam. "Ternyata lo udah berumah sejauh itu."
Mengingat bagaimana perlakuan kasarnya selama ini kepada Arvelyn, Artha mengerti mengapa gadis itu seperti ini.
Ia melakukan semua itu semata-mata karena merasa risih akan tingkah gadis itu, mengejarnya dengan gila bahkan sampai rela mencelakai gadis lain yang dekat dengannya. Termasuk Aura.
Aura...
Gadis itu terlalu polos untuk menghadapi semuanya, layaknya seekor burung yang baru keluar dari sangkarnya.
Artha tak tega, apalagi ketika melihat gadis itu yang hanya bisa menangis ketika mendapatkan perlakuan yang tak baik.
Letta, gadis itu lah yang dengan gencar membully Aura, hanya karena keduanya menyukai orang yang sama, yaitu Rava.
Artha tahu ia bodoh, melindungi dan berjuang mati-matian untuk seorang gadis yang sedari awal menyukai lelaki lain. Namun rasa itu terus tumbuh tanpa bisa dicegah, hingga tanpa sadar sedikit demi sedikit menghancurkan hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonist Fiancé [HIATUS]
Teen FictionNaya Rivera, gadis 19 tahun yang mati akibat kecelakaan beruntun yang dialaminya ketika ia hendak pergi ke kampus. Namun bukannya pergi ke alam baka, jiwa Naya malah tersesat ke dalam tubuh seorang figuran di dalam novel yang baru saja selesai dibac...