Eps. 3

160 17 3
                                    

Tiga bulan kemudian...

Brak!!

"BRENGSEK!! APA KAU PIKIR DENGAN BUNUH DIRI BISA MENYELESAIKAN MASALAH!? KAU HANYA AKAN MENYUSAHKAN SEMUA ORANG YANG TINGGAL DI SINI, SIALAN!!!"

Seseorang baru saja melemparkan pisau ke tali tambang yang kuikat pada batang kayu yang melintang di atas langit-langit antara kamar dan dapur. Aku pun terjatuh dengan kepala menghantam ujung kusen jendela. Berdarah tentu saja. Seseorang itu meneriakiku dengan suaranya yang sarat akan keputus asaan. Dia menangis sembari mengampiriku.

"JIKA KAU BENAR-BENAR INGIN MATI, SETIDAKNYA JANGAN MATI DI SINI!!" Teriaknya lagi sambil menangis. Ia juga menyentak kedua bahuku serta menantapku dengan penuh amarah. Meski matanya merah dan berair, tidak sedikitpun membuat wajahnya terlihat melunak. Tatapannya setajam hunusan belati. Jika tak segera berpaling, orang yang berada dihadapannya bisa terluka kapan saja melalui matanya. Ia marah tapi sekaligus mengawatirkan apa yang telah aku lakukan. Aku kemudian menunduk sembari meminta maaf.

Plak!

Seakan tidak cukup dengan bentakan. Ia menampar pipiku dengan kencang. Bahkan sampai membuat sudut bibirku terluka.

Pikirannya abu-abu kelam. Ada sosok dalam kepalanya yang seperti melakukan hal sama seperti yang aku lakukan. Ia menangis di sana karena tak berhasil mengentikan sosok itu. Hal itulah yang membuatnya terpacu mengentikan aksiku.

"APA KAU HANYA AKAN SADAR JIKA WAJAHMU TERLUKA LEBIH DULU SEPERTI INI!? HA!?"

Ia terus berteriak marah padaku seakan aku benar-benar mengabaikan rasa cemasnya. Padahal aku cuma tertegun dengan apa yang baru saja aku lakukan. Jujur aku juga tidak mengerti kenapa aku bisa tiba-tiba terpikir ingin bunuh diri.

"MARSHA!!!"

Bug!

Sebuah penghapus papan tulis baru saja terlempar hingga mengenai wajahku.

Damn it. Aku baru saja kembali dari memasuki ingatanku tentang kejadian kemarin malam. Saking fokusnya aku sampai lupa pada keberadaanku yang sebenarnya lagi ada di kelas sekarang. Sial. Padahal tinggal sedikit lagi aku bisa mengingat dengan bagaimana wajah dari wanita yang tiba-tiba menerobos ke unit apartmentku itu.

"A-awsh!!" Telingaku dijewer.

"Pergi ke luar sekarang! Keliling lapangan sebanyak 5 kali!"

Sigh.

Aku tak mengatakan apapun lalu beranjak keluar kelas dengan diikuti tatapan semua orang yang seolah baru pertama kali melihatku. Ya, mereka selalu seperti itu karena selama ini aku tidak pernah menonjolkan diriku. Makanya mereka tidak kenal aku meski satu kelas.

Di lapangan sedang ramai sekarang. Ada 2 kelas yang sedang melakukan jam olahraga outdoor. Mereka menempati sisi kanan dan kiri lapangan agar tidak tercampur. Hanya melihat sekilas dan akupun melakukan sedikit peregangan sebelum akhirnya berlari mengelilingi lapangan. Aku sadar aku sedang diperhatikan sekarang, aku tahu itu dari ekor mataku. Aku berlari dengan menunduk menatap tanah. Tapi aku masih bisa melihat apa yang ada di depanku.

Lima kali putaran berhasil kuselesaikan dalam waktu kurang dari 3 menit. Sesuatu hal yang kurang wajar dimana biasanya anak perempuan lainnya selalu menghabiskan waktu hampir 2 menit setengah hanya untuk memutari lapangan yang luasnya hampir separuh lapangan sepak bola. Dan itupun baru satu kali putaran.

Beberapa tepukan tangan sempat aku dengar. Tapi aku abaikan saja.

Aku langsung menuju kran air untuk minum sembari mengeringkan keringat sebelum akhirnya kubasuh wajahku. Selagi menunggu keringatku kering, aku duduk di batu didekat kran. Saat aku menunduk untuk membenarkan tali sepatuku, kertas yang selama beberapa bulan terakhir tidak pernah kulihat lagi, kembali muncul dengan posisi terinjak sepatuku.

Aku mengambilnya membaca tulisan yang masih tetap sama. Rupanya ia masih berusaha untuk membujukku.

Kuremas kertas itu hingga menjadi bola kertas lalu kulempar ke bak sampah terdekat.

Aku beranjak untuk cuci muka sebentar lalu kemudian kembali ke kelas.

Shit.

Aku menginjak kertas itu lagi.

"Sebenarnya apa yang kau inginkan? Dan siapa kau sebenarnya?" tanyaku pada ruang kosong yang ada di hadapanku.

Tak ada jawaban. Hanya terdengar suara gemuruh dari murid-murid yang ada di lapangan.

Sigh.

Langsung saja kubergegas membuka pintu kelas setelah sebelumnya mengetuk lebih dulu.

Zingggg.....

Suara dengingan yang pekak langsung menyambutku begitu pintunya terbuka.

Mataku rada berkunang-kunang sebelum akhirnya gulita mengambil alih sepenuhnya. Tidak. Aku tidak pingsan. Aku masih sadar. Tapi....



•••

Ditulis, 14 Maret 2023

Past Recording [48] | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang