⏳JuRa-28⏳

16.2K 2.5K 74
                                    

Yahhh hari ini cuma bisa sampai 3 kali aja, padahal komen belum penuh, tapi aku up aja soalnya vote dah tembus banyak.

Jadi, kayanya kalian gak mau ini cepat end ya? Soalnya end di chap 40 atau 50 an, ya antara minggu depan gitu deh.

JANGAN SIDER SAYAAAANG, sider dah mulai muncul nih hahahaha, jangan dong, minimal bantu vote, aku tetap up kalau vote penuh.

Ya tapi target komen usahain penuh juga yah, vote diawal atau diakhir chapter.

200 vote dan 55 komen ayoo🏃

Juya belong to Ramel

Sesuai janji, hari ini Juya dan Ramel akan pergi bermain di luar, mereka pergi ke kebun binatang bersama, Ramel bilang dia mau membiasakan diri dengan keramaian sekitar.

Ramel kan janji mau sembuh, jadi dia harus berusaha untuk menekan trauma nya.

Ramel sudah rapi dengan sweater hitam bergaris putih, dengan celana panjang hitam, tak lupa topi dan masker nya.

Dia terlihat imut, apalagi tangan sweaternya itu panjang sampai menutupi setengah punggung tangan Ramel.

Ya, untuk menutupi pergelangan tangannya yang penuh dengan coretan-coretan.

Juya sendiri mengikat rambut pirangnya ala ponytail, dia memakai kemeja biru muda dengan celana sepaha, kulit putihnya terlihat jelas.

Dari balkon lantai 2, Leoz sudah menatap mereka dengan tatapan iri, tapi hari ini Leoz ada kerjaan jadi dia gak bisa maksa buat ikut.

Lagipula kata Juya hal ini untuk mempercepat kesembuhan Ramel, jadi Leoz pasrah dan mengizinkan mereka pergi.

Yang penting Juya gak marah sama Leoz, Juya masih mau menerimanya saja adalah suatu keberkahan bagi Leoz, karena Leoz sadar dia sudah sangat rusak.

Juya mau bersamanya saja, Leoz bahagia, Juya tidak membuangnya, Juya masih mau bersamanya, jadi Leoz bahagia sekali.

Setelah perbelakan mereka sudab selesai diurus, Juya dan Ramel pamit pada Valdo dan Zilvia, Ramel diberi uang jajan.

Uang merah 50 lembar, lumayan buat jajan mereka nanti.

"Kalian naik motor?" tanya Valdo.

Juya mengangguk, dia sudah menata tas makanan mereka di cantelan motor bagian depan, lalu memberikan helm berwarna abu-abu untuk Ramel.

"Ramel enggak tau cara pake nya." cicit Ramel seraya menunduk malu, dia baru ini ngeliat helm dan naik motor.

Juya tersenyum gemas, dia memakaikan helm itu ke kepala Ramel dengan perlahan dan hati-hati, lalu menklip bagian kuncinya.

"Sudah, ayo naik."

Ramel mengangguk, dia naik ke jok penumpang, dibagian belakang, Juya yang bawa motornya.

"Pamit dulu ya Om, Tante." ujar Juya.

"Iyaw, jagain anak manis om ya." sahut Valdo.

"Iya Juya, jaga Ramel yah."

Juya mengangguk mengiyakan, tentu saja dia akan menjaga Ramel, tak mungkin tidak.

Juya naik ke motor dan merasakan sesuatu melingkar dipinggangnya, ternyata Ramel memeluk pinggangnya.

Gak papa, pasti Ramel takut jatuh makanya meluk Juya.

Dan kemudian, motor Juya melaju keluar dari teras rumah Ramel.

....

Rakel yang tak lagi menerima pelanggan, terlihat duduk di kursi yang ada di meja rias, dia terlihat memejamkan matanya.

Tangannya sibuk merajut, ya, kelebihan yang Rakel miliki adalah mampu merajut walaupun dia buta.

Suasana hening kamar tak mengganggu Rakel, dia tersenyum dengan tangan yang sibuk merajut.

"Kamu udah disini?" ujarnya tiba-tiba.

"Ya,"

"Bagaimana?"

"Virana akan datang besok, kamu bisa menanyakan semuanya, semakin cepat kamu membantu Juya, maka semakin cepat kita bisa berguna untuk nya."

Rakel tersenyum tipis dengan kepala yang agak menunduk, dia menarik napas panjang kemudian menghentikan rajutannya.

"Cepat atau tidak, Juya akan mendapatkan apa yang dia mau." tutur Rakel seraya menoleh kebelakang dan membuka matanya pelan, memperlihatkan kedua bola matanya yang berwarna abu-abu.

Senyum dia berikan pada orang yang ada di dekat pintu kamarnya.

Orang itu menarik napas lelah "Kamu gak capek?" tanya orang itu hati-hati.

"Um? Capek kenapa?"

"Gak capek pura-pura buta? Gak capek sama kehidupan yang terus berulang ini?"

Rakel terkekeh pelan, dia meletakan telunjuknya di dagu lalu menyeringai lebar.

"Gimana aku bisa capek, aku nikmati semuanya, aku suka ngeliat Virana mati mengenaskan karena sudah jahat pada Juya, aku senang sekali."

Orang yang ada di dekat pintu kamar hanya bisa menunduk.

"Tapi-"

"Sst, udah, kita disini cuma menjadi bantu loncatan untuk Juya agar bisa menghukum Leoz, cuma itu, toh setelahnya kita bisa bebas dekat dengan Juya, karena setelah Leoz disingkirkan, Ramel pun akan segera menyusul."

Rakel terkekeh pelan, dia mengetuk meja rias didepannya perlahan.

"Aku tau Juya pasti sudah lelah memutar waktu terus-terusan, tapi aku harus membiarkannya, biar Juya membalaskan dendamnya dengan sempurna. Aku hanya takut, anak laki-laki itu akan muncul dan menjadi malaikat kematian Juya nantinya."

"Itu gak mungkin sih, kan Jiya dan Leoz belum menikah."

"Tapi Juya berencana menikahkan mereka, tanpa dia tau, kalau hal itu justru membuatnya dalam bahaya,"

Orang di dekat pintu hanya bisa menghela napas pelan, ya, mereka hanya bantu loncatan, hanya menuruti perintah Juya.

Jadi, mereka tak berhak mengubah rencana Juya.

"Ah sudahlah, terserahmu saja Rakel."

Rakel tertawa pelan, tawa yang manis namun mengerikan, tawa yang tak disangka bisa keluar dari bibir pria manis itu.


Bersambung⏳

Setelah aku baca ulang, bakalan ribet banget kalau sesuai kaya yang tadi, jadi aku ubah, kasian nanti kalian nge bug.

Jadi aku sederhana in lagi aja.


Punish Crazy Ex Boyfriend [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang