Bintang Jatuh

7 1 0
                                    

Ini adalah malam yang cerah.

Tidak ada awan, tidak ada angin, sinar bulan yang membentuk lingkaran sempurna pun menerangi permukaan bumi yang sudah ditelan kegelapan.

Malam yang sempurna.

Di malam itu semua kenangan lama muncul di kepalaku satu per satu. Rasanya kepalaku seperti mau meledak.

Kenangan saat aku kecil tanpa mengetahui masalah apapun. Hanya tahu main dan makan. Masalah terbesarku hanyalah pergi sekolah, pekerjaan rumah, dan tidur siang, serta kenakalan yang kulakukan sampai dimarahi ibu.

Kenangan saat aku remaja ketika aku baru pertama kali mengenal rasanya jatuh cinta, bertengkar dengan pasangan, dan kemudian patah hati.

Kenangan saat aku berada di awal masa dewasa. Saat itu aku benar-benar stres dengan keadaan keluarga di rumah yang sangat amat membuatku tidak nyaman. Orang tua yang selalu bertengkar, masalah ekonomi yang tak kunjung terlihat penyelesaiannya, ataupun dalam diriku sendiri yang merasa tidak berguna saat aku sadar kalau aku tidak bisa mengatasi semua yang dilemparkan dunia padaku.

Aku pernah bilang kalau aku membenci mereka, orang tuaku. Tapi saat itu mereka hanya melihatku, menatapku dengan wajah keriput mereka, dan mereka kemudian tersenyum padaku dengan air mata yang menetes.

Aku bisa melihat kesedihan dalam senyuman mereka setelah apa yang kukatakan. Mungkin mereka kecewa padaku? Mungkin mereka kecewa pada diri mereka? Aku tidak tahu.

Lalu sekarang, aku baru menyadari kalau orang-orang yang aku kenal itu sungguh menyanyangiku, terutama keluargaku yang dapat menerimaku apa adanya. Walau aku banyak membuat kesalahan ataupun merepotkan mereka.

Jika diingat lagi aku ini memang anak yang tidak berbakti. Hanya di saat seperti ini aku mengingat jasa-jasa dari orang-orang yang sudah menolongku.

Haha...

Malam ini benar-benar sunyi. Aku tidak bisa mendengar suara apapun. Bahkan teriakan dari orang-orang yang berhamburan di sekitarku pun tak bisa kudengar.

"Bagaimana kabar mereka saat ini?"

"Apa mereka baik-baik saja?"

Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang terus terlintas di kepalaku saat ini.

Rasanya pusing. Sakit. Seolah kepalaku di tekan dari segala sisi dan ingin mengeluarkan isinya kapan pun.

Samar-samar aku kembali melihat ke langit.

Sekarang, di langit banyak sekali bintang yang jatuh. Dengan warna oranye dan merah, serta didominasi dengan warna biru yang menyala.

Batu luar angkasa itu melesat di langit malam, dilapisi oleh api yang membentuk ekor panjang dan tentu saja bisa dilihat jelas dengan mata telanjang.

Satu, dua... entah berapa jumlahnya, tapi semakin lama, semakin banyak. Benda berkilau itu melesat, hingga akhirnya kegelapan malam menjadi terang selama para bintang itu melesat di langit.

Kepalaku semakin terasa sakit. Entah sejak kapan aku sudah tidak bisa merasakan tubuhku lagi. Hanya otakku saja yang masih bekerja dengan baik.

Aku berpikir hanya bisa berpikir.

Air mata keluar dari mataku. Mengalir dan terjatuh ke tanah yang aku tidak tahu bagaimana suaranya saat ini.

Aku menangis.

Menangis, menangis dan terus menangis. Mengabaikan hal-hal yang ada di sekitarku. Aku terus menangis.

...

...

...

Lalu, ketika untuk terakhir kalinya aku memikirkan sosok orang-orang yang menyayangiku dan menolongku,

Aku berharap, aku bisa memulai dari awal.

Aku berharap, aku diberikan waktu untuk memperbaiki diri.

Aku berharap, aku bisa memperbaiki semuanya.

Namun tiba-tiba pandanganku memutih hingga tidak ada apapun yang terlihat.

...

...

...

Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah itu.

***

[19 September 2022]

Cerita Pendek RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang