Sempurna, katanya.

47 4 0
                                    

Langkahnya tegas, ketukan hak dari sepatunya bahkan terdengar berirama, setiap Langkahnya seakan penuh perhitungan, berjalan bak seorang model ternama dengan pandangan mantap yang selalu lurus kedepan, menatap siapapun yang lewat dihadapannya.

Seisi gedung ini bahkan sudah tak penasaran lagi dengan suara langkah itu, ah mungkin bukan hanya seisi gedung ini, tapi siapapun yang mengetahui orang itu sudah tak akan heran lagi. Berjalan dengan anggun tapi juga terlihat tegas, senyumnya tak pelit terlihat untuk siapapun yang menyapa, membuat orang-orang berlomba hanya untuk sekedar menyapa.

Senyum tipisnya yang seakan mampu menghipnotis setiap yang lihat, suara indahnya yang mampu membuat pendengar bergetar. Ya, hanya dengan sedikit pergerakan saja sudah mampu membuat semua orang jatuh cinta, baik laki-laki maupun perempuan.

"Selamat pagi, Nona." Sapa salah satu karyawan dengan menundukkan kepalanya sopan. Tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mendengar suara indah itu pagi ini.

"Pagi." Balasnya dengan senyum tipis yang hampir tak terlihat. Tak memberhentikan langkahnya untuk hanya sekedar menjawab sapa.

Seorang karyawan yang barusan menyapa orang itu, menyenggol lengan teman yang ada disebelahnya, mendekatkan kepalanya agar lebih dekat. "Vitamin pagi yang gak boleh dilewati." Bisiknya sambil tersenyum bangga, bangga pada dirinya yang berhasil mengambil atensi orang itu dan tersenyum kecil padanya.

"Gua udah sering nyapa, tapi emang orangnya gak bikin bosen, suaranya kaya lagi nyanyi, indah banget, bikin gemeteran." Balas teman disebelahnya itu sambil cekikikan, terus memandangi tubuh yang sudah membelakanginya itu.

"Orangnya belom pergi, nanti dulu!" Sentak orang dibelakangnya, memperingati dua perempuan muda itu yang berbisik tapi tetap terdengar keras.

Dua wanita itu meenoleh kaget kebelakang, mencebikkan bibirnya kesal karna omelan dari seniornya itu.

"Ish! Iya-iya!" Sahut salah satunya.

"Inceran kaum pencari mantu banget, siapapun orang tua gak bakal nolak kalo mantunya kaya dia." Bisiknya lagi dirasa orang itu sudah lumayan jauh.

"Kalo aja dia nyalon jadi presiden, gua yakin banget dia bakalan menang pas pilpres. Securang apapun lawannya, tetep dia yang bakal banyak dapat suara."

Wanita itu mendesis, "Agak lebay sih, tapi kayanya iya." Lalu tertawa karna ucapannya sendiri.

Siapapun yang melihat tidak akan dapat menolak pesonanya.

"Gila ya, ada manusia kaya gitu?" Herannya sambil berdecak kagum.

"Khas wanita independen banget, wanita karir yang sukses."

"Kaya bidadari yang turun dari kayangan."

"Dia bukan bidadari, tapi dia Ratu." Sahut seniornya yang tiba-tiba ikut mendekat.

"Tadi disuruh diem, sekarang ikut-ikutan, gimana sih pak!" Sahutnya judes, melirik seniornya sini tanpa rasa takut.

Seniornya itu tertawa kecil, "Sekarang orangnya udah gak ada." Menarik kursi agar duduk mendekat pada dua wanita muda itu.

Memang, siapapun pasti susah menjaga lisannya untuk terus memuji. Ah, atau memang teman-temannya saja yang doyan berbicara tanpa lihat kondisi. Jelas-jelas orang yang dibicarakan itu masih beberapa langkah saja darinya.

Memberi pemahaman untuk para juniornya memang sungguh membosankan, apalagi untuk kasus yang satu ini, agak sedikit sulit. Sulit untuk menutup para mulut cerewet itu. Ya walaupun dulu dia juga pernah seperti itu, terlalu memuji orang yang dipuji-puji.

Dua wanita itu segera mencari kursi untuk ikut duduk, sebelum jam kerja dimulai mereka masih memiliki waktu beberapa menit untuk saling mengobrol.

"Walaupun diatasnya cantik masih ada yang cantik lagi, tapi dia tetep paling cantik, Pak." Terheran wanita yang memakai blazer navy itu.

Mysterious NonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang